Dari sisi ini, faktor politik menjadi sangat dominan sebagai latar belakang cuitan itu. Ada reaksi yang sengaja hendak diraih dengan cuitan itu. Ini tahun politik dan April nanti kita melaksanakan pilpres. Sekarang tensi emosi pendukung kedua calon cukup tinggi. Frase "presiden baru" otomatis akan menggiring pemahaman orang ke presiden yang menggantikan Jokowi. Artinya lagi, Zaki secara tersurat ingin Jokowi diganti agar anggaran research and development bertambah. Kesimpulan yang sederhana.
Jangan heran kalau cuitan Achmad Zaki itu dengan cepat memancing reaksi: uninstall BukaLapak. Tak sekadar jadi gerakan masal, beragam sindiran hingga cemoohan mengiringi aksi uninstall BukaLapak itu. Sebuah reaksi spontan akibat cuitan Zaki yang dinilai tidak tahu diri.
Persoalannya, apakah reaksi emosional itu merugikan atau menguntungkan seorang Achmad Zaki? Inilah yang harus dicermati dengan hati-hati karena gerakan #uninstal BukaLapak" itu secara politis sangat tidak menguntungkan kubu Jokowi. Kalau gerakan ini membahana, yang dirugikan secara langsung adalah empat juta lebih pelapak yang tergabung di situ. Empat juta pelapak itu membawa sekian juta jiwa lagi yang biasanya bergantung secara ekonomi.
Nah, jika mereka secara ekonomi terdholimi akibat gerakan "uninstall" ini, tentu wajar jika mereka juga marah dan memusuhi para pengusung gerakan itu. Karena gerakan"uninstall BukaLapak" itu disangkutkan dengan Jokowi, maka wajar juga jika nantinya dukungan suara dari pelapak, tenaga kerja dan keluarga mereka juga bisa tergerus.
Jadi, dihitung secara politis, akibat cuitan Achmad Zaki yang ditanggapi secara emosional dengan gerakan "uninstall BukaLapak" itu, sangat tidak menguntungkan bagi Jokowi di pilpres nanti. Persoalan ini sudah bergeser menjadi urusan ekonomi keluarga dan perut yang harus diisi. Pada akhirnya, Jokowi yang akan disalahkan sebagai pelampiasan.
Memang terasa susah untuk tidak mengaitkan persoalan cuitan CEO BukaLapak ini dengan masalah politik. Frase "presiden baru" itu penyebab pokoknya. Itu masih ditambah lagi dengan data usang yang dipakai Zaki yang justru terkesan sengaja untuk menyudutkan pemerintahan Jokowi. Pada akhirnya, orang pun akan mengorek informasi tentang Zaki secara politis.Â
Ternyata, Achmad Zaki CEO BukaLapak memang mengidolakan Sandiaga Uno cawapres Prabowo. Bahkan dia sudah menganggapnya sebagai mentor. Dia sendiri yang mengutarakan hal itu Juli 2017 lalu saat menjadi pembicara dalam sebuah seminar bersama Sandiaga. Dia menyebut Sandiaga yang menginspirasi dia membuat dan membesarkan BukaLapak. [2]
Karena itulah, sangat wajar juga jika banyak yang menilai Achmad Zaki telah dengan sengaja memasuki wilayah politik dengan membawa kepentingan tertentu, dengan cuitan di Twitter itu. Sulit sekali bagi Zaki untuk menghilangkan atau menyembunyikan fakta itu, karena jejak digitalnya tidak terhapus.
Sebenarnya, soal Zaki berharap ada presiden baru (yang telah dijelaskannya bahwa presiden baru yang dia maksud itu bukan berarti bukan Jokowi) itu wajar saja. Lha wong namanya pilihan politik kok. Bebas-bebas saja. Terlebih dia kan mengidolakan Sandiaga Uno dan telah menganggap sebagai mentor yang telah menginspirasinya.
Persoalannya bukan pada pilihan politik itu. Silakan saja dia memihak dan memilih pasangan nomor 02 Prabowo-Sandi. Namun, sebagai CEO sebuah perusahaan yang baru sebulan lalu menganugerahi sebutan Bapak BukaLapak kepada Jokowi, kok tiba-tiba mencuit di Twitter seperti itu. Ini bisa dinilai  seperti  diberi susu tetapi membalasnya dengan "air comberan".Â
Terlebih lagi, justru pada saat kepemimpinan Jokowi inilah perhatian pemerintah terhadap bisnis startup semacam BukaLapak dan bisnis berbasis teknologi IT sangat besar. Tidak hanya itu, data yang disebut Zaki dalam tulisannya itu yang dia sebut data tahun 2016, ternyata data tahun 2013. Jadi data anggaran R&D Zaki itu sangat tidak valid. Terkait soal data itu, biar ahli yang membahasnya.Â