Tetapi harus diakui, membayangkan sesuatu yang "ngeri-ngeri sedap" semacam itu memang menggoda imajinasi.
Meskipun demikian, saya meyakini perjanjian MLA dengan Swiss itu pasti mempunyai dampak positif terhadap usaha pelacakan kekayaan warga Indonesia yang nakal, para pengemplang pajak, atau pelarian hasil korupsi dan kejahatan ekonomi lain.Â
Akibatnya sudah pasti, yang merasa punya dana gelap semacam itu akan merasa marah, terusik, dan memberikan perlawanan.
Saya kok jadi teringat pernyataan Menkeu Sri Mulyani beberapa waktu lalu bahwa di tahun politik sekarang ini banyak orang menyoroti utang dan rasio pajak.Â
Hal itu dinilainya membuat banyak orang bingung dan mengesampingkan fakta bahwa utang dan pajak merupakan alat yang digunakan pemerintah untuk melayani rakyat Indonesia.
Maaf, saya jadi ikutan suudzon, mengikuti berbagai tulisan di medsos, bahwa tuduhan soal utang dan pajak itu adalah bentuk perlawanan itu. Mereka terusik dan karena itulah, Jokowi dan Sri Mulyani harus dilengserkan. Sebuah suudzon yang masuk akal? Jadi siapa yang terusik dan stress setelah "brankas Swiss" dibuka? Marilah kita tunggu sama-sama.
Salam damai nan indah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H