Tersebarnya video yang konon tidak utuh lagi itu telah digoreng sedemikian rupa sehingga muncul kesan Menkominfo Rudiantara yang bersalah dan harus diproses Bawaslu. Sebuah gorengan panas politik yang dimanajemeni sedemikian rupa, menyebar di medsos dan dijadikan hastag trending topik di Twitter.
Masyarakat yang kurang memahami kehidupan birokrasi dan aturan yang harus dijalankan ASN, tentunya dengan cepat mengira pertanyaan Menkominfo Rudiantara itu jawabannya adalah yang menggaji ASN adalah pemerintahan Jokowi dan karena itu ASN harus mendukung Jokowi. Ini sebuah upaya disinformasi yang bisa jadi cukup efektif untuk tipe masyarakat seperti itu.
Padahal yang paham tentu dengan cepat bisa menangkap jawaban pertanyaan itu adalah yang menggaji ASN adalah negara dan karena itu seorang ASN harus bersikap netral sesuai peraturan perundang-undangan yang ada.Â
Jika sudah paham, tentu terasa menggelikan kalau ada yang melaporkan Menkominfo Rudiantara ke Bawaslu karena dianggap merugikan paslon no 2. Padahal mereka paham betul aturan perundangan yang mengikat ASN.
Coba bayangkan kekacauan apa yang terjadi jika ASN tidak diharuskan bersikap netral. Birokrasi pemerintah akan berubah jadi mesin politik penguasa seperti era Orde Baru.Â
Itu kalau ada kekuatan politik yang dominan yang bisa menguasai birokrasi sepenuhnya. Kalau kekuatan politik itu tidak dominan, maka birokrasi pemerintah akan jadi ajang "pertempuran politik" yang panas dan melelahkan dan bisa membuat jalannya pemerintahan tersendat atau auto pilot atau bahkan macet.Â
Pelayanan publik bisa amburadul tidak karuan. Jadi, jika sudah paham posisi dan kewajiban ASN dalam perhelatan politik, mengapa pula harus bersikap menyimpang model ibu ASN tadi. Kalau memang tidak bisa dan tidak mau menaati ketentuan peraturan perundang-undangan yang mewajibkan ASN netral, silakan berhenti dari ASN. Itu lebih fair.Â
Kalau ngotot melanggar justru bisa merugikan diri sendiri seperti tiga petugas medis di RSUD Ade M Djoen Sintang Kalimantan Barat yang bisa terancam pidana pemilu.Â
Kini setelah permasalahan lebih jelas, tentu lebih bijak jika kasus ini jadi bahan pelajaran dan introspeksi seorang ASN apakah dia masih bisa setia melayani negaranya dengan sikap netral dalam setiap perhelatan politik. Jika sudah tidak bisa lagi jadi abdi negara yang netral, tentu konsekuensinya silakan berhenti jadi ASN. Ini fair.
Tetapi, ada sebuah pertanyaan yang mengganggu, bagaimana bisa sebuah video seperti itu bisa beredar bebas? Apakah Kementerian Kominfo sudah begitu demokratis dan bebasnya? Kalau memang begitu, ya syukurlah. Namun seharusnya kalau memang hendak menyebarkan video, yang utuh yang tidak bisa digoreng-goreng.
Akhirnya, netralitas. ASN dan panduan perilaku selama ada perhelatan politik mungkin memang harus disosialisasikan lagi. Kasihan juga kalau ada yang harus dipidana atau bahkan diberhentikan akibat ketidaktahuan aturan perundangan yang berlaku.