Dengan pemikiran seperti itu, saya menghindar untuk menyebut dia seorang filosof. Itu tidak pas. Itu terlalu bombastis. Meskipun dia menyebut mantan koleganya di UI sebagai orang yang tidak mengerti filsafat, itu lebih bernuansa omongan seorang selebritas. Dan sebagai seorang selebritas Rocky Gerung harus diakui bisa tampil sensasional. Dia layak dijadikan jurkam kelompok politik tertentu.
Sekarang masalahnya, Rocky Gerung harus berhadapan dengan hukum akibat pelaporan masyarakat yang tidak terima kitab sucinya disebut fiksi. Ada yang berpendapat, hal itu tidak perlu dipermasalahkan meski kita tidak sependapat dengan Rocky Gerung.
Ada yang keberatan kalau Rocky Gerung ditahan karena dia akan kehilangan lawan debat. Ada pula yang berpendapat kalau seseorang sudah tidak boleh mengutarakan pendapatnya atas suatu hal, apakah negeri ini masih demokratif.
Saya sendiri punya pertanyaan yang belum terjawab: perlukah negeri ini rehat sejenak dari kata "dungu", "bujang lapuk", dan "sombong"?
Salam damai nan indah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H