Mohon tunggu...
mohammad mustain
mohammad mustain Mohon Tunggu... penulis bebas -

Memotret dan menulis itu panggilan hati. Kalau tak ada panggilan, ya melihat dan membaca saja.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Demokrasi Tak Berkemaluan

3 Februari 2018   13:06 Diperbarui: 3 Februari 2018   13:10 808
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto diambil dari edurisi.com

Sementara mereka yang dapat kursi demokrasi di Dewan Terhormat, tertawa dan bahkan berjudi menjadikan kawannya yang korupsi sebagai bola nasib dalam melawan Komisi Pemberantasan Korupsi. Lantas di mana kemaluan demokrasi itu disembunyikan, masih adakah kemaluan itu, jika ada apa wujudnya? 

Jangan terlalu pesimis, kemaluan demokrasi itu masih ada walau dalam bentuk yang paling primitif. Lihat saja para pelaku demokrasi itu masih berbaju lengkap, berjas, berdasi, berkebaya, bersurban, bergamis, dan penutup badan lain. Mereka masih menutupi tubuhnya, masih menutupi alat kelaminnya. Jadi mereka masih malu kalau tubuh telanjangnya dilihat orang.

Dan ingat, rasa malu itu walaupun baru sampai derajat alat kelamin dan tubuh telanjangnya dilihat orang termasuk dalam nilai etika yang dianut masyarakat yang dipatuhi pelaku demokrasi. Tidak percaya? Kalau berani silakan ketua, pimpinan, dan anggota DPR tampil telanjang, dijamin tidak lama pasti akan segera mundur untuk mengenakan pakaian berjasnya lagi.

Sekali lagi, jangan terlalu pesimis, rasa malu itu masih ada kok. Lihat saja para tersangka korupsi yang ditangkap KPK itu masih suka menyembunyikan wajah, yang artinya masih punya rasa malu. Seharusnya sih mereka dulu juga malu waktu akan korupsi sehingga batal korupsi dan tidak sampai jadi tersangka. Tetapi setidaknya masih ada harapan, mereka masih punya rasa malu walaupun biasanya setelah itu masih suka memperlihatkan senyum dan tawa. Namun, ini pun jelas lebih baik daripada menangis dan akhirnya sakit atau malah bunuh diri di penjara, kan malah buat repot.

Kembali ke masalah demokrasi tak berkemaluan. Derajat berkemaluan demokrasi kita memang baru sampai tahap itu, tahap kemaluan yang bermakna kelamin dan ketelanjangan. Itu pun jika ada yang ketahuan mempraktekkannya dan gambarnya tersebar, jarang yang dengan sukarela mundur dari jabatannya. Banyak yang ngeles, menganggap fitnah, atau malah kabur ke luar negeri untuk menghindari sanksi hukum.

Dengan kondisi seperti ini, tentu perlu perbaikan iklim dan sistem berdemokrasi. Kalau tidak akibatnya bisa fatal, negeri ini benar-benar akan jadi negeri demokrasi yang tak berkemaluan. Yang mengkhawatirkan, anak-anak muda tulang punggung bangsa juga ikut "enjoy" dengan situasi ini. Tengok saja ke kampus dan baca media sosial, betapa nengerikannya.

Jika sudah seperti itu di mana bangsaku yang santun, bertenggang rasa, berbudaya halus, dan punya rasa malu?

(Mboh....jawaben sendiri. Tapi, yang sabar yo....masih dicarikan solusinya.) 

Salam-salaman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun