Tetapi gugatan MAKI kandas hanya sekali jalan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat karena Kejaksaan Agung menunjukkan bukti adanya Surat Perintah Penghentian Penyidikan tertanggal 18 Juni 2003 bernomor surat Print-35/F/F2.1/06/200. Setya Novanto lolos dari perkara itu.
Namun, kali ini dalam kasus korupsi E-KTP jelas situasinya berbeda. Beberapa saksi sudah menyebut nama Setya Novanto. Dalam dakwaan jaksa nama Setya Novanto juga telah disebut:
"Bahwa terdakwa I dan terdakwa II bersama-sama dengan Andi Agustinus alias Andi Narogong selaku penyedia barang dan jasa pada Kemendagri, Isnu Edhi Wijaya selaku ketua konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia atau PNRI, Diah Anggraini selaku Sekretaris Jenderal Kemendagri, Setya Novanto selaku Ketua Fraksi Partai Golkar, dan Drajat Wisnu Setyawan selaku ketua panitia pengadaan barang dan jasa di lingkungan Ditjen Dukcapil tahun 2011, yang melakukan atau yang turut serta melakukan secara melawan hukum," kata jaksa KPK.
Dalam dakwaan itu, Setya Novanto disebut telah beberapa kali mengadakan pertemuan dengan Andi Narogong, Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, dan Bendahara Umum Partai Demokrat M. Nazaruddin. Pada akhirnya DPR menyepakati anggaran proyek E-KTP sebesar Rp 5,9 triliun, sesuai yang direncanakan pada 2010.Â
Dari anggaran itu, sebesar 51 persen atau Rp 2,662 triliun digunakan untuk belanja modal atau belanja riil pembiayaan proyek e-KTP. Sedangkan 49 persen atau sebesar Rp 2,558 triliun dibagi-bagi ke sejumlah pihak, termasuk anggota Komisi II DPR RI dan Badan Anggaran DPR RI. (kompas.com, 16/3/2017)
Setya Novanto ternyata juga diketahui telah berusaha menghapus jejaknya pada kasus korupsi E-KTP pada akhir 2014 setelah KPK menetapkan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Sugiharto, sebagai tersangka. Irman salah satu terdakwa kasus korupsi E-KTP dalam kesaksiannya mengatakan dia dipesan supaya mengatakan tidak mengenal Setya Novanto kalau diperiksa KPK.
Pesan itu kata Irman (yang saat itu menjabat dirjen kependudukan dan pencatatan sipil Kemendagri) datang pukul 22.00 ke rumahnya. Awalnya, pesan mendesak itu disampaikan Setya Novanto kepada Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri, Diah Anggraini. Kemudian, Diah meminta biro hukum Kemendagri, Zudan Arif Fakrulloh, untuk menyampaikan pesan Novanto kepada Irman.
Soal kedekatan Setya Novanto dengan Andi Agustinus atau Andi Narogong yang ditunjuk untuk melaksanakan proyek E-KTP, juga dicoba dikaburkan. Chairuman Harahap mantan ketua Komisi II DPR periode 2009-2004 dalam BAP menyebut Andi Narogong sebagai orang dekat Setya Novanto dan biasa "memunguti proyek" di DPR. Namun di persidangan Cairuman mencoba berkelit dari keterangannya di BAP itu.
Setya Novanto sendiri menyatakan mengenal Andi Narogong sebagai seorang pengusaha konveksi. Dia mengaku hubungannya itu hanya untuk jual beli kaus. Dia bertemu dengan Andi selaku bendahara umum Partai Golkar dan dalam kapasitas jual beli kaos. Dia juga membantah ada pertemuan dengan M. Nazaruddin, Anas Urbaningrum, dan Andi Narogong terkait penyerahan dana.
Meski kasus mega korupsi E-KTP masih di awal perjalanan, dan Setya Novanto juga baru disebut dalam dakwaan jaksa dan belum ditetapkan sebagai tersangka, jalan yang akan ditempuh Setya Novanto tampaknya akan sangat terjal. Tidak hanya selaku pribadi yang sewaktu-waktu bisa berubah status sebagai tersangka korupsi E-KTP, tetapi dia juga akan mengalami guncangan dalam kedudukannya sebagai ketua DPR dan ketua umum Partai Golkar.