Mohon tunggu...
mohammad mustain
mohammad mustain Mohon Tunggu... penulis bebas -

Memotret dan menulis itu panggilan hati. Kalau tak ada panggilan, ya melihat dan membaca saja.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Bahkan di Masjid pun Tak Ada Kedamaian

12 Maret 2017   13:01 Diperbarui: 12 Maret 2017   13:07 2133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kehadiran seorang pemimpin yang amanah, adil, jujur, dan bermartabat umumnya akan mampu menciptakan suasana sejuk di kalangan pendukungnya. Pemimpin semacam ini akan mampu mengikat batin pendukungnya untuk tidak bertindak anarkis, intoleran, arogan, dan bahkan menimbulkan kekacauan. 

Dengan kesadarannya, pemimpin tipe itu akan aktif mengarahkan pendukungnya untuk menciptakan situasi yang sejuk dan membawa kebaikan bagi sesama. Pada beberapa kasus, seorang pemimpin yang tidak bisa membuat pendukungnya berbuat kebaikan sebagaimana yang dicontohkannya, dengan sukarela akan mundur dari dunia kepemimpinan itu.

Sebaliknya, seorang pemimpin yang tak punya kriteria semacam itu, umumnya juga tak mampu menciptakan suasana sejuk di kalangan pendukungnya. Dia tak punya kemampuan untuk mengikat batin pendukungnya untuk tidak bertindak anarkis, intoleran, arogan, dan bahkan menimbulkan kekacauan. 

Pemimpin tipe ini juga tak punya kesadaran untuk mengarahkan pendukungnya untuk menciptakan situasi yang sejuk dan membawa kebaikan bagi sesama. Tentu saja, tak ada dorongan batin dalam diri pemimpin itu untuk mencegah pendukungnya berbuat keburukan. Dia bahkan secara sukarela larut dalam tingkah laku pendukungnya agar tidak kehilangan dukungan.

Itu salah satu pemahaman saya tentang seorang pemimpin. Dengan pemahaman ala kadarnya ini, saya memandang kejadian Wakil Gubernur DKI Djarot Syaiful Hidayat yang diteriaki kafir dan diperlakukan tidak pantas saat memenuhi undangan acara Haul Soeharto sekaligus shalawat untuk negeri di Masjid At Tin, Jakarta Timur, Sabtu (11/3/2017) malam.

Djarot datang ke acara itu memenuhi undangan VVIP dari penyelenggara acara yaitu Keluarga Soeharto. Dia datang memenuhi kewajiban seorang muslim, yang dianjurkan menghadiri undangan seorang sahabat dan saudara sesama muslim. Terlebih lagi acara itu adalah Haul Soeharto yang diisi acara sholawat untuk negeri, dan di laksanakan di dalam Masjid At-Atin.

Itu adalah acara yang sakral dan membawa kesejukan, berharap ke hadirat Illahi Robbi agar berkenan menurunan kebaikan bagi Pak Harto dan Keluarga juga bagi kebaikan negeri, dengan kumandang bacaan sholawat yang menyejukkan hati. Ini acara sakral yang seharusnya membuka mata hati, untuk tunduk ke hadlirat Illahi Robbi.

Djarot datang tidak bawa pendukung, cukup staf dan pengawal sebagaimana protokoler yang berlaku, karena itu bukan acara kampanye dan juga dilarang berkampanye di masjid. Djika banyak yang datang, termasuk yang meneriaki Djarot dengan ucapan "kafir" dan berlaku tidak pantas, itu massa yang undangan atau datang mengikuti sang pemimpinnya.

Masjid adalah tempat agung di hati seorang mukmin dan muslim. Masjid adalah tempat mengadu dalam sunyi ke hadlirat Illahi, ketika tempat lain terlalu hiruk pikuk. Di Masjid, seorang mukmin dan muslim berharap keridloan Allah, bertakbir, berdzikir, dengan hati tunduk tanpa kepongahan karena Allah sangat membenci perilaku ujub, ria', dan sombong. Alhamdulillahirobbilalamin, segala puja-puji dan sanjung hanya milik Allah Tuhan Seru Sekalian Alam.     

Adalah wajar jika Siti Hediati Hariyadi atau Titik Soeharto selaku pengundang meminta maaf atas perlakuan jamaah yang tak semestinya. Di dalam tradisi Indonesia, mungkin juga di Arab sana, menghormati tamu adalah suatu kewajaran. Alangkah tidak bermartabatnya, jika kita membiarkan seorang tamu yang kita undang diperlakukan tidak semestinya.

Tetapi, peristiwa itu tetap saja menunjukkan betapa di dalam masjid pun kedamaian itu tak ada, dirusak nafsu yang tak terkendali. Di dalam masjid, di mana sholawat dan dzikir dikumandangkan, ada teriakan tidak pantas dan ucapan kafir yang dilontarkan ke sesama muslim dan mukmin. Betapa mahalnya damai di hati manusia itu, bahkan ketika mulut berucap dzikir dan sholawat.

Acara Haul Soeharto yang diisi acara sholawat untuk negeri, dan di laksanakan di dalam Masjid At-Atin itu bukan forum biasa. Di situ ada juga Tommy Soeharto, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon, Wakil Ketua Dewan Syuro PKS Hidayat Nur Wahid, cagub Anies Baswedan, Ustadz Arifin Ilham, dan pimpinan Front Pembela Islam Rizieq Shihab.

Meski dihadiri para tokoh politik tetapi jelas itu bukan acara politik, itu adalah Haul Soeharto yang diisi acara sholawat untuk negeri. Meski bertepatan dengan hari Supersemar, dan ada juga penceramah yang mengulasnya, itu adalah acara keagamaan untuk mengagungkan nama Tuhan, berzikir dan bersholawat, demi kebaikan negeri.

Djarot mantan walikota Blitar pada tahun 2000 hingga 2010, kota tempat di mana Bung Karno lahir dan dimakamkan, jelas tidak bisa dipandang sebagai representasi wakil Soekarno dalam peristiwa Supersemar itu. Demikian pula hadirin yang lain, tidak bisa dipandang sebagai representasi wakil Soeharto yang menerima Supersemar dari Soekarno.

Itu adalah acara sakral, saat nama Allah disebut dalam kerendahan hati dan berharap keridloan dan ampunan, saat dzikir dan sholawat dikumandangkan untuk kebaikan negeri. Djarot hadir sebagai rasa hormat kepada almarhum Presiden Soeharto dan keluarga besar Soeharto yang mengundangnya. Acara haul dan sholawat jelas hal yang baik karena sebuah upaya mendekatkan diri ke hadlirat Illahi Robbi.

Jadi, mengapa pula ada hujatan dan teriakan kafir kepada sesama muslim dan mukmin di area Masjid At-Tin? Apakah masjid, dzikir, dan sholawat sudah tidak mampu mendamaikan hati?

Salam, damai Indonesia

Bacaan pendukung

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun