Mohon tunggu...
mohammad mustain
mohammad mustain Mohon Tunggu... penulis bebas -

Memotret dan menulis itu panggilan hati. Kalau tak ada panggilan, ya melihat dan membaca saja.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Sudah Jangan Konpers Lagi; Jokowi Akan Ketemu SBY

4 Februari 2017   14:40 Diperbarui: 4 Februari 2017   15:16 3046
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ini ada kabar gembira buat kita semua, buah manggis memang nikmat rasanya. Belum pernah makan buah manggis, yang digelari Queen of Fruit itu? Rugi sampeyan. Rasanya itu manis-manis asam, pokoknya maknyus. Cintailah buah-buahan dalam negeri, jangan impor terus. 

Apakah buah manggis cocok dimakan sebagai menu cuci mulut setelah menikmati semangkok mi instan spesial pake telor? Cocok saja, lha wong rasanya memang bisa untuk mencuci mulut. Gurih dan sedikit amisnya telor yang dikocok dengan bumbu mi instan dan bumbu atau sayur tambahan, akan meleleh oleh sentuhan cita rasa buah manggis yang fenomenal.

Lantas apa hubungannya buah manggis dengan judul tulisan ini? Secara langsung memang tidak ada hubungannya. Tapi, kalau soal kabar gembira, jelas nyambung. Kabar Jokowi akan ketemu SBY kan jelas termasuk kabar gembira bagi kita semua. Dua tokoh akan ketemu. Jadi, bagi yang selama ini ngebet menyuarakan hal itu jelas ini sebuah kabar gembira bagi kita semua.

Masih gak nyambung? Sudah tak usah dipikir secara serius. Yang penting, Jokowi mau ketemu SBY. Jadi para pendukung SBY kini tak perlu buat acara konpers lagi membahas perlunya Jokowi ketemu SBY. Kan sudah ada jawabannya. Sekarang yang penting dipersiapkan dulu apa kira-kira yang akan dibicarakan. Tetapi, sebelumnya tentu SBY harus mengajukan surat dulu, yang isinya permintaan ketemu Presiden Jokowi.

Nah, soal surat itu yang belum jelas karena meski SBY menyebut ada 2-3 orang di lingkaran dekat Jokowi yang melarang Jokowi menemui SBY, tetapi ternyata sampai sekarang kok belum pernah ada surat permintaan bertemu Presiden Jokowi yang diajukan SBY. Pak Habibie dan Pak Tri Soetrisno kemarin juga mengajukan surat serupa sebelum ketemu Presiden Jokowi. SBY yang pernah 10 tahun jadi presiden pasti sudah paham soal ini.

SBY ini memang aneh. Mau ketemu presiden, kok tidak segera kirim surat. Sudah begitu, masih ngomong kalau ada 2-3 orang dekat Jokowi yang menghalang-halangi niat Jokowi bertemu SBY. Bagaimana mau dihalangi, wong surat permintaan bertemu presiden saja belum pernah dikirim SBY. Entah kalau yang dimaksud SBY itu, Jokowi yang berinisiatif mau menemui SBY lantas dihalang-halangi oleh 2-3 orang tadi.

Tapi, itu sama saja secara tidak langsung meragukan kemandirian Presiden Jokowi dalam memutuskan sesuatu. Masa, seorang presiden bisa dilarang dan diatur oleh 2-3 orang agar tidak bertemu SBY. Sayangnya, SBY tidak menyebut siapa 2-3 orang itu, juga sumber informasi SBY. Orang jadi menduga-duga, jangan-jangan SBY melakukan operasi intelijen terhadap Jokowi (misalnya melakukan penyadapan) sehingga memperoleh informasi soal 2-3 orang tadi.

Pihak Istana sendiri dengan tegas dan gagah telah membantah pernyataan SBY itu dan meminta SBY menyebutkan siapa 2-3 orang yang menghalang-halangi Jokowi untuk bertemu SBY. Dengan disebut kan masalahnya jadi clear, jelas siapa orang yang lebih berkuasa dari presiden sehingga bisa menghalang-halangi niat Presiden Jokowi bertemu SBY

Ketidakjelasan identitas 2-3 orang itu juga bisa menimbulkan perasaan tidak enak di kalangan orang dekat presiden karena menjadi tersangka akibat ucapan SBY. Selain itu dengan menyebut identitas mereka, SBY konsisten dengan keprihatinannya soal juru fitnah dan penyebar hoax, karena dia bisa membuktikan bahwa ucapannya itu bukan hoax.

Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Johan Budi telah meminta Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono untuk buka-bukaan, menyebut siapa pihak yang menghalangi Presiden Joko Widodo bertemu dengan dirinya. "Sekarang kan era terbuka, saya sarankan sama Pak SBY disebut saja siapa yang menghalangi," kata Johan. (kompas.com, 2/2/2017)

Jadi, agar pertemuan nantinya berjalan tanpa ganjalan di hati, SBY seharusnya segera buka-bukaan tentang siapa 2-3 orang yang bisa menghalangi dan melarang presiden. Ini agar fair dan tidak menimbulkan fitnah di kalangan orang dekat presiden. Tetapi, yang juga penting segera dilakukan SBY adalah segera mengirim surat ke pesiden untuk minta waktu bertemu sebagaimana tata cara yang berlaku.

APA YANG AKAN DIBICARAKAN

SBY sebelumnya mengaku ingin bertemu dengan Jokowi untuk membicarakan banyak hal. Biasanya, dalam pertemuan semacam itu, publik baru tahu isi pertemuan setelah pertemuan usai dan keduanya melakukan konpers. Tetapi, kali ini SBY rupanya merasa tidak perlu menunggu waktu itu tiba, untuk rakyat tahu. Dia sudah secara terbuka menyatakan merasa perlu bertemu Jokowi untuk membicarakan banyak hal terkait berbagai isu, terutama soal tuduhan yang selama ini diarahkan kepadanya.

Misalnya, tuduhan dia yang menggerakkan dan mendanai aksi 411 tahun 2016 lalu, tuduhan dirinya terlibat upaya makar, sampai tuduhan dia memerintahkan mengebom istana. "Oleh karena itu, bagus kalau saya bisa bertemu, sekali lagi blak-blakan apa yang terjadi, apa yang beliau dengar supaya ada dialog, mana yang benar, mana yang tidak benar," ucap SBY. ( kompas.com, 3/2/2017)

Sebagai orang awam, wong ndeso, saya penasaran mengapa SBY perlu membicarakan hal itu dengan Jokowi. Setahu saya, belum pernah ada tuduhan semacam itu dari pemerintah. Belum pernah ada pejabat yang bicara seperti itu. Kalau orang luar, macam pengamat politik Boni Hargen memang pernah menuduh SBY ada di balik aksi demo 411. Tetapi, Boni Hargen kan tak punya urusan dengan Jokowi.

Partai Demokrat juga telah melaporkan Boni Hargen ke polisi. Jadi masalah itu urusan SBY dengan Boni Hargen pengamat politik itu. Jadi, Jokowi dan pemerintah tak punya kaitan dengan itu. Karena itu, menjadi aneh ketika hal itu akan jadi bahan pembicaraan pada pertemuan Jokowi SBY.

Ini mungkin punya kemiripan dengan kasus persidangan Ahok saat menghadirkan Ketua MUI KH Ma'ruf Amin sebagai saksi kemarin. Tim penasihat hukum Ahok menyebut punya bukti adanya telepon dari SBY ke Ma'ruf Amin, sebelum Agus-Sylvi diterima di Kantor PBNU. Disebut, pembicaraan telepon itu menyangkut dua hal, yaitu permintaan agar Agus-Sylvi diterima di Kantor PBNU dan permintaan agar segera dikeluarkan fatwa MUI terkait kasus Ahok.

Nah, entah bagaimana pola pikir yang dipakai, SBY merasa percakapannya dengan KH Ma'ruf Amin disadap. Karena itu, dia meminta polisi, BIN, hingga presiden agar mengusut perkara ini. Bahkan Fraksi Partai Demokrat di DPR menggalang hak angket soal penyadapan ini.

Tentu saja, reaksi SBY ini terasa aneh. Bukti adanya percakapan itu kan tidak selalu berarti ada penyadapan telepon. Soal bukti ini yang tahu kan tim penasihat hukum Ahok, lha kok perkaranya digiring ke Jokowi. Ini agak mirip saat kasus Ahok baru tahap penyelidikan di kepolisian. Seharusnya masalah ini kan murni hukum dan domain pihak kepolisian, tapi demonya (411) malah diarahkan ke Istana. 

Karena itu, reaksi presiden Jokowi atas pernyataan SBY soal menyadap telepon ini cukup cespleng, "“Gini loh, saya hanya ingin menyampaikan yang kemarin itu kan isu pengadilan, itu isunya kan di pengadilan dan yang bicara itu kan pengacara. Pengacaranya Pak Ahok dan Pak Ahok. Iya ndak, iya kan. Lha kok barangnya dikirim ke saya,” ujar Jokowi terkekeh. (mediaindonesia.com, 3/2/2017)

Saat menanggapi aksi demo 411 lalu, Jokowi juga punya jawaban hampir senada, meski beda konteknya. "Yang saya lebih heran, ini kan masalah DKI. Ini urusan DKI. Lah kok urusannya digeser ke Presiden, ke saya? Coba kita pakai kalkulasi nalar saja. Ini ada apa? Lah kalau saya sih senyam-senyum saja," katanya. (detik.com, 13/11/2016)

Ya, diakui atau tidak ada kemiripan antara soal sadap-menyadap dan demo kasus Ahok November tahun lalu. Masalahnya di Ahok tapi digiring ke Jokowi supaya bertanggung jawab. Ibarat jurus, ada kemiripan pola serangan dan tujuan akhirnya.

Isu lain yang katanya juga akan dibawa SBY adalah soal tuduhan makar dan perintah mengebom istana. Ini juga sebenarnya gak nyambung di pikiran saya sebagai orang awam. Urusan makar itu kan domainya pihak kepolisian, tentang siapa pelakunya, pendanaannya, dan seterusnya. Jokowi selaku presiden tidak bisa mengintervensi proses hukumnya. 

Sampai saat ini, pemerintah juga belum pernah menyinggung apalagi menyebut SBY terlibat makar. Presiden Jokowi apalagi, jelas tak akan pernah ngomong seperti itu. Kepolisian yang yang mengusut dan menangani perkara ini pun tak pernah menyebut nama SBY. Kalau suami Sylviana dan juga anggota tim sukses Agus-Sylvi terkait-kait persoalan makar, memang ya. Tapi SBY tak pernah disebut.

Tetapi, kalau isu di medsos berupa analisis dan bagan-bagan struktur komando makar atau pendanaan, memang banyak berseliweran. Tetapi itu kan dunia medsos, apa pantas jadi acuan pembicaraan dengan presiden. Inilah yang terasa ganjil kalau dipakai SBY sebagai bahan pembicaraan. Kalau mau klarifikasi hal itu semestinya ya melalui medsos.      

Soal perintah mengebom Istana, ini jelas isu baru. Maklum, sebagai orang awam yang tahu informasi dari portal berita dan medsos macam Kompasiana, kok belum pernah dengar ada isu soal tuduhan terhadap SBY yang memerintahkan mengebom Istana.Ini jelas isu yang menarik, terlebih lagi jika jadi liputan khusus media ternama macam Kompas, Tempo, Jawa Pos, dan sejenisnya.

Alangkah eloknya, kalau pertemuan antara presiden dan ketua partai atau mantan presiden itu membahas kepentingan negara yang lebih luas. Misalnya bagaimana agar target pajak tercapai, pembangunan infrastruktur merata di seluruh pelosok negeri, harga semen bisa sama di seluruh wilayah Indonesia setelah harga BBM, proyek-proyek mangkrak bisa dilanjut, intoleransi bisa dicegah sehingga tidak jadi wabah, dst.

Tetapi, itu kan baru rencana. Surat permintaan bertemu presiden juga belum dikirimkan SBY. Sangat mungkin, setelah direnung-renungkan semua akan berubah setelah pilkada selesai pertengahan Februari nanti. Pemerintah sendiri sudah mengirim sinyal, pertemuan Jokowi dan SBY tidak akan bisa berlangsung dalam waktu dekat. Paling cepat usai pilkada dilangsungkan. Artinya bisa bulan depan atau bulan depannya lagi. Apalagi jika pilkada sampai dua putaran, bisa lebih lama lagi.

Pemilihan waktu itu saya kira cukup tepat, sehingga atmosfer pilkada yang cenderung panas tidak terlalu berpengaruh lagi. Bisa saja perhitungan ini salah, misalnya atmosfer paska pilkada justru makin panas. Namun, setidaknya pertemuan Jokowi dan SBY tidak dimanfaatkan untuk mendongkrak salah satu pasangan cagub-cawagub.

Sambil menunggu waktu ketemu Jokowi itu, bisa saja SBY mengubah niat dan materi yang akan dibawa dalam pertemuan mereka nanti. Tentunya, pembicaraan itu yang bermanfaat bagi bangsa dan negara dan jangan jadi ajang klarifikasi orang per orang, seperti tuduhan atau analisis penggiat medsos tapi malah hendak diklarifikasi ke Jokowi. Ya gak nyambung.

Salam, damai Indonesiaku

Bacaan pendukung:

Gayung Bersambut Jokowi Akan Bertemu SBY Setelah Pilkada

Johan Budi Minta SBY Sebut Penghalang Bertemu dengan Jokowi

Tuding SBY Dalang Demo 4 November, Boni Hargens Dilaporkan ke Polisi

Lha Kok Barangnya Dikirim ke Saya

Jokowi Kok Urusan terkait Ahok di DKI Digeser ke Saya Ada Apa?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun