Inilah yang membuat posisi Ma'ruf Amin saat ini terjepit. Ahok melaporkan atau tidak, dia tetap bisa diproses secara hukum dengan pasal memberikan kesaksian palsu. Ketua majelis hakim, setelah memberikan peringatan kepada Ma'ruf Amin dan didukung bukti rekaman pembicaraan telepon antara SBY dan Ma'ruf Amin, bisa memerintahkan penahanan Ma'ruf Amin dan memproses persidangannya dalam kasus kesaksian palsu.
Oleh karena itu, imbauan Direktur Wahid Institute Yenny Wahid agar kuasa hukum Ahok mengurungkan niat melaporkan Ma'ruf Amin ke polisi kurang tepat. Karena, meski kuasa hukum Ahok tidak lapor polisi, ketua majelis hakim dengan kewenangan yang dimilikinya, dengan keyakinannya yang didukung bukti kuat, tetap bisa memerintahkan penahanan Ma'ruf Amin karena memberikan keterangan palsu di persidangan.
Bahwa atas permintaan Ahok (karena rasa hormatnya kepada Gus Dur sehingga menuruti imbauan Yenny Wahid) kuasa hukumnya bisa saja tidak melaporkan Ma'ruf Amin ke polisi. Tetapi, barang bukti percakapan telepon SBY dan Ma'ruf Amin yang dinilai sebagai kunci utama kasus, jelas tidak bisa dihalangi untuk ditunjukkan di persidangan. Selanjutnya tentu saja terserah hakim ketua yang menentukannya.
Dengan demikian, perjalanan kasus Ahok ini memang telah sampai tahap antiklimak, justru ketika sudah berada di persidangan. Selayaknyalah kita menghargai proses hukum yang sedang berjalan. Kalau memang Ma'ruf Amin harus menanggung akibat keterangan yang diberikan di persidangan dinilai palsu, itu konsekuensi yang harus dijlaninya. Hakim ketua Dwiarso Budi Santiarto sudah memperingatkannya. Dan, semua warga negara kedudukannya sama di depan hukum.
Salam, damai Indonesiaku
Bacaan pendukung:
http://m.hukumonline.com/klinik/detail/lt51171a4fed786/sumpah-palsu-dan-pembuktiannya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H