Memang, tak ada kawan atau lawan abadi dalam politik, kepentingan yang mempertemukannya. Tetapi ingat, orang berpolitik itu jualan citra kepada masyarakat. Kalau citranya buruk karena sikap yang suka menelikung kawan, masyarakat tentu akan menilai buruk. Citra partai buruk, masyarakat akan meninggalkannya. Ini seharusnya jadi pegangan juga.
#Pendapat itu tak sepenuhnya benar. Masih banyak juga masyarakat yang tak peduli dengan sikap parpol dan pemimpinnya. Saat mereka datang ke bilik suara, ada beberapa sebab antara lain sungkan ke Pak RT atau ketua TPS, takut dicap melawan pemerintah, atau karena imbalan. Karena itu, jangan heran juga kalau politisi kita tak begitu memperhitungkan tanggapn masyarakat yang mereka wakili.#
Tetapi, kalau menyangkut nama Jokowi, Golkar seharusnya berhitung dengan matang. Saat mereka mengusung nama Jokowi mendahului PDIP partai asal Jokowi, tentu mereka sudah berhitung keuntungan dari jualan brand Jokowi, yang punya pendukung setia yang banyak dan lintas parpol itu. Jadi  kalau Golkar kali ini bertindak bijak saat Jokowi justru membutuhkan dukungan, balasan dari pendukung Jokowi tentu patut diperhitungkan.
#Jadi, sebaiknya Setya Novanto memang harus mengerem ambisinya untuk  kembali jadi ketua DPR begitu?#
Sampeyan sendiri bisa menjawabnya. Ini bukan sekedar soal undang-undang, ada banyak hal yang harus diperhitungkan Golkar jika ingin memaksakan niat menjadikan Setya Novanto sebagai ketua DPR. Selain bisa menimbulkan kegaduhan baru, Golkar akan dinilai masyarakat sebagai partai yang tak setia dan hanya mengejar kekuasaan semata.
Lebih dari itu, jangan harap rakyat akan melupakan kasus "Papa Minta Saham" . Jika Reza Chalid berhasil ditemukan, tak tertutup kemungkinan akan muncul desakan agar kasus itu dibuka kembali. Itu bukan hal yang mustahil.
Jadi, kalau memang ada masalah dengan Ade Komaruddin, solusinya bukan dengan menggantinya dengan Setya Novanto. Â Kalau itu dilakukan, pasti ada penilaian: yang punya masalah itu Setya Novanto dan bukan Ade Komaruddin. Jadi, bijaksanalah.
Salam, damai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H