Mohon tunggu...
mohammad mustain
mohammad mustain Mohon Tunggu... penulis bebas -

Memotret dan menulis itu panggilan hati. Kalau tak ada panggilan, ya melihat dan membaca saja.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

SBY dan Dokumen Fakta Kematian Munir

14 Oktober 2016   10:52 Diperbarui: 15 Oktober 2016   18:06 3490
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO Suciwati, istri mendiang Munir, menunjukkan kuartet bergambar wajah suaminya saat mengunjungi pameran "Kuartet Pembunuhan Politik"

Ironisnya, Kementerian Sekretaris Negara yang bertanggung jawab atas dokumen ini menyatakan tidak tahu dan merasa tidak pernah menerimanya. Saat KIP menyidangkan perkara ini, Yusril Ihza Mahendra yang saat itu menjabat mensesneg justru tidak hadir, sementara Sudi Silalahi hanya memberikan jawaban tertulis. SBY sendiri hingga saat ini juga belum mengeluarkan pernyataan seputar masalah ini.

Sejak awal proses pembentukannya, keberadaan TPF Kasus Kematian Munir terkesan diterima setengah hati dan menimbulkan perdebatan tentang kewenangannya. Ada tiga nama besar yang dicoret dan tak masuk tim padahal mereka sebelumnya terlibat aktif, yaitu Buya Syafii Ma'arif, Ibu Shinta Nurriyah Abdurrahman Wahid, dan Todung Mulya Lubis.

Tim itu ditetapkan dengan Kepres No 111 Tahun 2004, tertanggal 22 Desember 2004. Ketuanya Brigjen Pol. Drs. Marsudi, SH. dengan wakil ketua Asmara Nababan. Anggotanya: Bambang Widjajanto, SH, Hendardi, Usman Hamid, SH, Munarman, SH, Smita Notosusanto, I Putu Kusa, SH, Kamala Tjandrakirana, Nazarudin Bunas; Retno L. P. Marsudi, Arief Havas Oegroseno, Rachland Nashidik, dan dr. Muin Idris.

Nama-nama dalam tim itu tidak asing bagi masyarakat. Jadi jika ingin mengetahui substansi dan ruh laporan TPF masih mudah melacaknya. Termasuk juga, bundel laporan TPF selain yang sudah diserahkan, baik berupa kopi dokumen atau file. Memang repot seandainya semua itu juga hilang. Tapi sejauh ini belum ada kabar soal itu, jadi kemungkinan dokumen itu masih ada.

Persoalannya saat ini bukan sekadar ada tidaknya dokumen hasil kerja TPF kasus kematian Munir dan cara menemukannya. Berdasaran keputusan Komisi Informasi Publik, pemerintah berkewajiban mengumumkan dokumen itu ke publik. Ini merupakan keputusan sidang atas sengketa informasi yang diajukan KontraS terhadap Kementerian Sekretariat Negara RI.

Inilah masalah pokoknya. Untuk melaksanakan keputusan Komisi Informasi Publik itu, Kementerian Sekretaris Negara yang berkewajiban mengumumkannya. Sementara institusi penting simbol rapinya manajemen data sebuah negara, justru merasa tidak pernah menerima atau menyimpan dokumen itu. Apakah dengan jawaban itu serta merta kewajiban itu gugur? Tentu saja tidak. 

Cara mudah yang bisa ditempuh, sebagaimana disarankan Yusril Ihza Mahendra, adalah menghubungi TPF dan meminta dokumen arsipnya. Bisa saja ini dengan cepat bisa dilakukan. Tetapi, sebuah institusi penting semacam Kemensesneg tentu harus mencari tahu dulu ke kalangan internal, termasuk menghubungi mensesneg sebelumnya, mengapa dokumen sepenting itu bisa lewat begitu saja dari Kemensesneg.

Rasanya memang tidak masuk akal, jika dokumen hasil kerja Tim Pencari Fakta Kasus Kematian Munir bisa raib begitu saja. Sama tidak masuk akalnya dengan jika SBY yang membentuk tim itu namun tidak tahu menahu hasil kerja tim itu yang membuat kasusnya tak terselesaikan hingga kini.

Sedikit sarkastik, ini bisa digolongkan kasus aneh tapi nyata yang melibatkan institusi negara paling penting, Kementerian Sekretaris Negara sebuah representasi Istana. Aneh karena muskil terjadi tujuh bundel dokumen dan salinannya bisa raib begitu saja; aneh jika Kemensesneg tak tahu menahu soal dokumen itu. Nyata karena hingga saat ini dokumen itu belum diketahui di mana rimbanya walau petunjuk sudah jelas dan telah ada perintah presiden untuk mencarinya.

Aneh karena kasus kematian Munir adalah kasus besar yang disebut-sebut melibatkan institusi negara sehingga presiden harus membentuk tim pencari fakta, tetapi hasil kerja tim ini tak ada tindak lanjutnya. Nyata karena selaku presiden dua periode, SBY tidak menyelesaikan kasus ini walau tim yang dia bentuk disebut sudah menyerahkan laporannya. Jadi memang aneh tapi nyata.

Aneh karena Jaksa Agung Prasetyo menyatakan kasus ini sudah tamat padahal hingga kini otak di balik operasi peracunan Munir di Bandara Changi Singapura itu belum pernah diungkap dan disidang di pengadilan. Nyata karena Kejaksaan Agung, institusi negara yang diberi tanggung jawab atas kelanjutan kasus ini menyatakan kasusnya sudah tamat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun