Permasalahan kewarganegaraan Archandra Tahar sudah selesai. Dia telah telah resmi menjadi warga negara Indonesia kembali. Yang belum jelas hingga kini, apa peran selanjutnya yang harus dijalaninya. Mungkin, Presiden Jokowi sebaiknya segera melantik dia kembali untuk membenahi carut marut sektor energi dan permasalahan di Kementerian ESDM.
Pemikiran dan harapan ini mengacu pada kondisi real yang dihadapi Indonesia saat ini, terkait kemandirian energi dan pembenahan carut marut persoalan di sektor ini. Duet Luhut Binsar Pandjaitan selaku menko maritim dan Archandra Tahar sebagai menteri ESDM dipastikan akan membawa perubahan yang lebih baik dalam mewujudkan kemandirian energi nasional.
Kemistri dua tokoh ini akan membawa hal yang positif. Luhut punya keberanian, ketegasan dan ketegaran hati singa, serta bersifat terbuka untuk menerima sesuatu yang baru, yang positif untuk bangsa ini. Archandra Tahar punya kemampuan intelektual dan keterampilan yang mumpuni di bidang migas, orang yang tak terkait dengan kelompok kepentingan yang sudah mapan di Kementerian ESDM, orang yang berani melakukan perubahan.
Kemistri dua orang ini, dengan dukungan penuh Sri Mulyani selaku menteri keuangan, tentu bisa melahirkan kebijakan dan aturan yang lebih sehat baik bagi keuangan negara maupun iklim investasi di bidang ESDM. Contohnya, pembenahan peraturan perundangan soal investasi di hulu migas, aturan pembelian migas dalam negeri, soal kewajiban membangun smelter, moratorium ekspor mineral mentah, dsb.
Harus diakui, Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan saat ini memang telah melakukan serangkaian perbaikan aturan, merevisi PP No 79 Tahun 2010 tentang cost recovery, juga penghapusan pajak selama eksplorasi bagi investor migas, dll. Sri Mulyani juga telah mengimbanginya dengan koordinasi yang baik dan seirama. Namun, jika menteri ESDM (dalam hal ini Archandra Tahar) ada di antara mereka, upaya itu akan berjalan lebih cepat lagi.
Pekerjaan besar dalam mewujudkan kemandirian energi nasional, memerlukan tenaga yang ahli dan berkompeten, tak terkait kelompok kepentingan di ESDM, baik mafia migas maupun mafia anggaran. Potensi energi migas dan tambang kita masih sangat besar, hanya saja memerlukan pendekatan dan wawasan teknologi baru. Zaman mudah menambang sudah hampir usai, kini potensi tambang memerlukan pendekatan yang jauh lebih canggih.
Saya kira, inilah tujuan awal memanggil pulang Archndra Tahar putra Minang yang telah bermukim di Amerika. Setelah permasalahan kewarganegaraan selesai, sudah seyogyanya tujuan awal pemanggilan Archandra ini mengemuka lagi. Presiden Jokowi tentumya tahu persis jika Archandra memang orang yang bisa dipercayainya untuk melakukan perbaikan di Kementerian ESDM dan mewujudkan kemandirian energi.
TANTANGAN DI BIDANG ESDM
Ada beberapa tantangan yang kini dihadapi untuk mencapai kemandirian energi dan membentuk Kementerian ESDM yang lebih tangguh; di antaranya reformasi birokrasi, reformasi tata kelola ESDM, dan reformasi wawasan keahlian serta penguasaan dan penerapan teknologi penambangan dan pemanfaatan energi masa depan.
I. Reformasi birokrasi; ini adalah permasalahan yang tak kunjung selesai, yang berjalan maju dan mundur bergantung semangat yang berhembus. Reformasi seharusnya dilakukan sesuai tuntutan kebutuhan dan perkembangan yang terjadi. Sikap birokrasi sebagai penguasa yang kaku jelas bukan zamannya, Sebaliknya sikap birokrasi yang abai kepentingn negara, jelas merugikan.
Contoh tentang hal ini, terlihat saat perdebatan pilihan offshore dan onshore pada Blok Masela beberapa waktu lalu. Alih-alih memberikan pertimbangan yang netral dan menguntungkan negara, pejabat yang betwenang justru menyuarakan kepentingan investor. Bahkan dia terkesan berani mendesak dan menekan  Presiden Jokowi.