Mohon tunggu...
mohammad mustain
mohammad mustain Mohon Tunggu... penulis bebas -

Memotret dan menulis itu panggilan hati. Kalau tak ada panggilan, ya melihat dan membaca saja.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menunggu Pilgub Cerdas dari Orang-orang Cerdas

27 September 2016   23:44 Diperbarui: 27 September 2016   23:56 535
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto: antaranews.com, liputan6.com, antara, blog.ruangguru.com, twitter.com, rmol.com, m.harianindo.com, akarnews.com.

Pilgub DKI Jakarta dipastikan telah diikuti tiga pasang cagub dan cawagub yang cerdas. Kecerdasan intelektual mereka mungkin telah teruji. Yang belum teruji adalah, apakah kecerdasan itu juga terwujud dalam kecerdasan emosional dan tingkah laku spiritual. Karena itulah, masih perlu ditunggu apakah mereka mampu menampilkan pilgub yang cerdas.

Sebelum membahas pilgub yang cerdas itu seperti apa, kita lihat dulu makna kata cerdas dalam kamus (biar kita juga ikut golongan cerdas). Menurut kbbi.web.id, kata 'cerdas' bermakna 1) 'sempurna perkembangan akal budinya (untuk berpikir, mengerti, dan sebagainya); tajam pikiran; 2) sempurna pertumbuhan tubuhnya (sehat dan kuat).

Dari kata dasar  'cerdas' terbentuk kata 'kecerdasan'. Maknanya, dibedakan dalam tiga hal mendasar, yaitu 1) kecerdasan emosional, yaitu kecerdasan yang berkenaan dengan hati dan kepedulian antarsesama manusia, mahluk lain, dan alam sekitar.

2) kecerdasan intelektual, yaitu kecerdasan yang menuntut pemberdayaan otak, hati, jasmani, dan pengaktifan manusia untuk berinteraksi secara fungsional dengan yang lain; 3) kecerdasan spiritual, yaitu kecerdasan yang berkenaan dengan hati dan kepedulian antarsesama manusia, mahluk lain, dan alam sekitarnya berdasarkan keyakinan akan adanya Tuhan Yang Maha Esa.

Kalau mengacu pada makna kata cerdas itu, jelas tiga pasang cagub dan cawagub DKI Jakarta tergolong cerdas. Mereka telah sempurna akal budinya, tajam pikirannya, dan sempurna pertumbuhan tubuhnya karena sehat dan kuat. Siapa yang menyangsikan Ahok, Djarot, Anies, Sandiaga, Agus, Sylviana tidak cerdas?

Mereka jelas tergolong manusia yang cerdas, tak hanya akal budinya tapi juga tubuhnya. Mereka ganteng-ganteng dan yang satu itu juga cantik. Ah, maaf, kecerdasan dan pilgub ini tak ada syarat ganteng atau cantik. Itu tak relevan, meski katanya ada juga yang menggunakannya untuk mendekati pemilih ibu-ibu dan pemilih pemula (entah ini cara cerdas atau terlalu cerdas).

Kembali soal cerdas. Soal kekuatan sebagai wujud tubuh yang sehat dan kuat, tak perlu pula diragukan. Ahok atau Basuki Tjahaja Purnama yang tinggi besar, Djarot Saiful Hidayat yang berkumis seperti Gatotkaca, menunjukkan mereka sehat dan kuat.

Anies Baswedan yang selalu senyum itu menunjukkan psikomotorik bibirnya sangat terkendali. Sandiaga Uno yang suka pakai training jelas menunjukkan kebugaran tubuhnya. Agus yang mantan TNI itu jelas juga kuat dan sehat. Sylviana? Jelas juga sehat dan kuat karena dia kan mantan kasat Pol-PP, guru besar di beberapa PT; itu butuh kesehatan dan kekuatan lebih.

Jadi, meski masih harus menunggu hasil pemeriksaan kesehatan secara resmi, disepakati dulu mereka sudah bisa disebut cagub dan cawagub berkategori cerdas. Tapi itu cerdas secara umum lho. Mereka masih harus membuktikan dulu bahwa cerdasnya mereka itu bisa melahirkan kecerdasan baik secara intelektual, emosional, dan spiritual. Ajang pilgub inilah pembuktiannya.

PILGUB YANG CERDAS

Pemilihan gubernur sebagaimana pemilihan presiden, pemilihan bupati atau walikota, atau juga pemilihan kepala desa adalah pesta demokrasi. Sebuah ajang bagi rakyat untuk memilih pemimpinnya secara langsung. Karena ini pesta demokrasi, maka jalannya pemilihan seharusnya membuat gembira rakyat, berlangsung, demokratis, jujur, adil, dan aman tanpa kekacauan.

Itu prinsip pokok dalam pelaksanaan pemilihan gubernur. Prinsip itu selaras dengan pilgub yang cerdas, yang mengusung kecerdasan intekektual, emosional, dan sipiritual. Inilah keselarasan prinsip demokratis, jujur, adil, aman, dengan tiga prinsip itu.

Pertama, pilgub harus berlangsung demokratis; artinya, rakyat diberi keleluasaan penuh untuk memilih tanpa ada paksaan dan ancaman. Ini selaras dengan kecerdasan emosional yang berkenaan dengan hati dan kepedulian antarsesama manusia, dengan segala HAM-nya.

Kedua, pilgub harus berlangsung jujur; artinya proses pemilihan gubernur itu dilakukan dengan cara yang jujur, tidak "tipu-tipu", politik uang, kampanye hitam, saling caci, atau bahkan adu domba. Ini selaras dengan kecerdasan spiritual yaitu kecerdasan yang berkenaan dengan hati dan kepedulian antarsesama manusia, berdasarkan keyakinan adanya Tuhan yang selalu mengawasi.

Ketiga, pilgub harus berlangsung adil; artinya proses pemilihan gubernur harus diselenggarakan dengan cara yang adil, baik oleh KPU maupun Panwaslu atau lembaga lain yang terkait. Perlakuan terhadap semua peserta pilgub, harus adi, tidak memihak. Demikian juga, perlakuan terhadap rakyat pemilih baik saat proses pendaftaran ataupun saat memilih di TPS. Ini selaras dengan kecerdasan emosional dan spiritual.

Keempat, pilgub harus berlangsung aman; artinya proses pilgub berjalan dengan tertib, tidak emosional, memancing kemarahan rakyat pemilih yang bisa berakibat amuk massa. Tiga faktor sebelumnya, yaitu demokratis, jujur, dan adil sangat menentukan aman tidaknya sebuah pilgub dan ini sangat berkaitan dengan kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual para cagub, cawagub, dan para pendukungnya. 

Terkait pilgub ini, Kapolri Tito Karnavian juga sudah mengingatkan agar peserta pilgub, baik cagub-cawagub, timses, maupun pendukungnya tidak menghalalkan segala cara untuk menang. Mereka harus bersaing secara sehat, melaksanakan demokrasi sesuai aturan, tetap menjaga kamtibmas, dan tidak menggunakan cara-cara kekerasan.

Penyelenggara pemilu, baik KPU maupun Panwaslu juga dimintanya netral, demikian juga polisi jajarannya. Media massa juga tidak memprovokasi dalam pemberitaan, tetapi sebaliknya menimbulkan kesejukan.

Mendagri Tjahjo Kumolo  pun juga sudah mengeluarkan peringatan hampir senada terkait netralitas aparatur negara, juga kewaspadaan akan adanya politik uang dan penyalahgunaan kekuasaan dalam pemilihan kepala daerah. Perlu ada ketegasan baik dari Panwaslu maupun aparat untuk hal semacam itu.

Apa yang diutarakan Kapolri Tito Karnavian maupun Mendagri Tjahjo Kumolo adalah penegasan tentang bentuk pilgub yang cerdas. Disebut cerdas, karena pilgub itu mengacu pada prinsip demokratis, jujur, adil, dan aman. Disebut cerdas karena pilgub itu mengedepankan prinsip kebaikan relasi antarmanusia, mengacu pada ketetapan hukum dan aturan, dilandasi kesadaran bahwa manusia itu tak pernah lepas dari pengawasan Tuhan.

TANTANGAN UNTUK ORANG-ORANG CERDAS

Setelah mengetahui tentang pigub yang cerdas dan prinsip-prinsip yang jadi dasarnya, kita kembali lagi ke orang-orang cerdas yang terlibat di dalamnya. Pertama kali tentunya ke tiga pasang cagub-cawagub yaitu Ahok-Djarot, Anies-Sandiaga, Agus-Sylviana. Bisa disepakati ketiga pasang cagub-cawagub ini termasuk manusia cerdas.

Untuk membuktikannya, lihat saja kurikulum vitae-nya, bergelar, berjabatan, berprestasi, dan ber yang lainnya. Tapi ya itu tadi, hal itu masih harus diuji dalam proses pilgub ini. Apakah cerdasnya mereka hanya untuk mereka sendiri, atau bisa "diturunkan" ke pendukungnya, mesin politiknya, dan masa di akar rumput.

Kalau kecerdasan itu hanya sampai di pribadi mereka masing-masing, tanpa bisa melakukan perubahan sikap, tingkah laku, dan cara-cara pilgub cerdas, di jajaran tim suksesnya, pendukungnya, sampai masa di akar rumput, ya percuma saja. Artinya, ketiga pasang itu menyatakan akan bersikap demokratis, jujur, adil, dan menjaga kamtibmas, namun jajarannya bisa berlaku sebaliknya.

Karena itu tantangan buat orang-orang cerdas ini adalah bagaimana mereka bisa mengalirkan kecerdasannya ke jajaran tim sukses, pendukung, dan masa akar rumput untuk melaksanakan pilgub yang cerdas. Kalau tak mampu berarti mereka belum bisa disebut sebagai orang-orang cerdas, meski kurikulum vitae-nya begitu cemerlang dan menyilaukan mata.

Setelah ketiga pasang cagub cawagub yang cerdas itu, kita beralih ke promotor cerdas di belakang mereka. Nama Megawati, Susilo Bambang Yudhoyono, Prabowo Subianto  yang berada di belakang para cagub-cawagub itu jelas tidak perlu diragukan kecerdasannya. Kalau ada yang meragukan mereka, berarti ada sesuatu yang salah di memori mereka. 

Saya pribadi yakin mereka pasti juga menghendaki pemilihan gubernur yang cerdas, yang demokratis, jujur, adil, dan aman. Yang jadi masalah adalah apakah sudah ada jaringan yang menjamin penyaluran kecerdasan mereka ke jajaran partainya, bahkan sampai ke tingkat akar rumput.

Masih ada lagi orang-orang cerdas di jajaran mesin politik para cagub-cawagub itu. Merekalah tim sukses dan jajaran elit partai pengusung. Jelas kecerdasan mereka juga tak perlu diragukan. Di sini ada banyak nama mulai dari Setya Novanto, Surya Paloh, Wiranto, Hasto Kristiyanto, Fadli Zon, Shohibul Iman, Syarief Hasan, Muhaimin Iskandar, zulkifli Hasan, Romahurmuziy.

Di bawah mereka masih banyak nama lagi yang langsung bersentuhan dengan mesin pemenangan cagub cawagub. Dan, yang pasti mereka juga termasuk orang-orang cerdas. Namun, lagi-lagi pertanyaannya adalah apakah kecerdasan mereka itu hanya untuk mereka pribadi atau bisa "diturunkan" ke bawah untuk melaksanakan pilgub yang cerdas. 

Inilah tantangan bagi orang-orang cerdas itu. Bisakah mereka melaksanakan pilgub yang cerdas, atau sebaliknya malah sama sekali mengabaikan kecerdasan yang mereka miliki, dan menghalalkan segala cara untuk memenangkan cagub-cawagubnya. Jika pilihan terakhir yang mereka ambil, mungkin saja mereka memang bukan golongan orang cerdas karena memilih cara yang tak cerdas.

Namun, terlalu dini untuk bersikap pesimis. Mungkin langkah tiga pasang cagub-cawagub berselfie ria, beberapa hari lalu merupakan isyarat awal akan berlangsungnya pilgub yang cerdas, yang bersahabat, jauh dari caci maki apalagi menjual isu SARA. Bisa saja, mungkin besok mereka akan kampanye bersama, menjual program dan bukannya ganteng-gantengan atau ayu-ayuan.

Akhirnya memang masih banyak waktu untuk membuktikan kecerdasan orang-orang cerdas ini, untuk menampilkan pilgub yang cerdas. Kalau tidak mampu apalagi tidak mau, mungkin perlu dibentuk Dewan Orang Cerdas untuk membahas status dan gelar  "kecerdasan" mereka.

Salam, damai Indonesiaku.

Bacaan pendukung

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun