Mohon tunggu...
mohammad mustain
mohammad mustain Mohon Tunggu... penulis bebas -

Memotret dan menulis itu panggilan hati. Kalau tak ada panggilan, ya melihat dan membaca saja.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tragedi Mei '98 Belum Clear, Lho...

23 Mei 2016   14:45 Diperbarui: 23 Mei 2016   15:10 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Penanganan tragedi ’98 yang tak kunjung tuntas dan diambangkan itu, memberi kesan adanya keengganan untuk mengusik kembali kejadian itu dan menyelesaikannya secara hukum. Seiring berjalannya waktu, penanganan yang mengambang ini, memang membuahkan hasil. Mungkin tahun demi tahun masyarakat akan lupa, sehingga tuntutan penyelesaian perkara ini secara hukum akan semakin menurun.

Sementara itu, para keluarga korban yang terus menuntut keadilan, dari tahun ke tahun energinya semakin habis. Dan, generasi muda saat ini pun sebagian juga berhasil dibelokkan pemahamannya dan mempercayai bahwa kejadian itu adalah kerusuhan antaretnis. Sungguh manajemen isu yang andal, jika memang ada yang merancangnya demikian.

Dibanding tragedi 1998, peristiwa 1965 secara emosional memiliki pengaruh yang tak terlampau dalam bagi generasi masa kini. Mereka adalah generasi yang lebih leluasa mengakses informasi, khususnya melalui dunia digital. Apa yang yang mereka serap, itulah kebenaran yang akan mereka anut. Hantu-hanti PKI yang kini dibangkitkan, justru memperkuat pendapat mereka bahwa sejarah resmi peristiwa 1965 sejarah “setingan”.

(Ini jelas mengkhawatirkan, karena mereka tak mengenal sepak terjang PKI menjelang dan selama pemberontakan mereka pada 1948, juga kiprah mereka setelah tahun-tahun Bung Hatta merehabilitasi nama mereka. Tahun-tahun pertengahan tahun limapuluhan, awal tahun 60-an hingga 1965, adalah rentetan pemicu tragedi 1965, selain faktor peran CIA dan militer binaannya.)

Namun, Tragedi Mei ‘98 yang lebih dekat, secara emosional tentu masih memberikan pengaruh ke masyarakat, termasuk generasi mudanya. Pemahaman peristiwa itu relatif lebih fresh dan mengikat secara emosional. Terlebih lagi, jika para pelaku dan penanggung jawab peristiwa itu masih hidup aman-aman saja, tak tersentuh hukum.

Dengan pemikiran ini, Tragedi Mei ‘98 lebih memberikan dampak politik dan hukum jika diungkap dan pelakunya diadili di pengadilan dengan tuduhan pelanggaran HAM berat. Jadi, hantu PKI yang dibangkitkan di bulan Mei itu, memang berhubungan dan memberi dampak pada upaya “pemahaman” kesejarahan pada peristiwa 1965. Namun, dampak yang lebih besar adalah pengalihan perhatian dari tuntutan penanganan Tragedi Mei ‘98.

Semakin tidak jelasnya penganganan Tragedi Mei ‘98 ini, terbukti hingga saat ini belum ada ketegasan pemerintah terkait penanganan perkara ini. Peradilan HAM yang dituntut para pegiat hak asasi manusia, termasuk keluarga korban juga tak kunjung ditanggapi dengan aksi nyata.

Sementara itu, mereka yang disebut terlibat dan bertanggung jawab pada Tragedi Mei ‘98, justru makin mapan di dunia politik dan kekuasaan. Pertanyaannya adalah, apakah Presiden Jokowi juga akan meneruskan ‘’kegagalan’’ presiden sebelumnya untuk menangani kasus ini secara hukum?

Jika semua kejahatan kemanusiaan penanganannya terus didasarkan pada keseimbangan dan harmoni politik, maka negara ini memang sudah meletakkan hukum dalam posisi yang buruk. Jika tak ada ketegasan negara pada pelanggaran hukum semacam itu, selain menimbulkan beban sejarah, tak tertutup kemungkinan kejadian serupa bisa berulang di masa mendatang.

Dan sebagaimana peristiwa 1965, pemahaman sejarah Tragedi Mei ‘98 juga akan semakin kabur, seiring kaburnya ingatan manusia. Dan selama itu semakin tidak jelas siapa yang harus disalahkan. Jika sudah demikian, Tragedi Mei ‘98 hanya akan jadi mimpi buruk pada keluarga korban sepanjang usianya. Mungkinkah ini yang dikehendaki?

Tulisan ini hanyalah pengingat. Mudah-mudahan tak semua pelanggaran ham berat harus berakhir pada kompromi politik dan pengabaian keadilan bagi korban dan keluarganya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun