Mohon tunggu...
mohammad mustain
mohammad mustain Mohon Tunggu... penulis bebas -

Memotret dan menulis itu panggilan hati. Kalau tak ada panggilan, ya melihat dan membaca saja.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Fokus Pajak, Reshuffle 2019 Saja

10 April 2016   08:10 Diperbarui: 10 April 2016   10:31 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

-Seskab Pramono Anung menyatakan pemerintah punya data lebih lengkap. Tax amnesty diperlukan untuk menarik dana itu kembali. “Data itu sudah ada sejak 2 tahun lalu. Itu kenapa Menkeu secara terbuka menyampaikan tax amnesty diperlukan.”

Reaksi beragam itu menunjukkan satu hal pokok, Indonesia mengalami masalah serius terkait persoalan dana yang diparkir di luar negeri untuk menghindari pajak. Sekedar diketahui, di Singapura saja diperkirakan Rp 4.000 triliun aset orang Indonesia mengendap. Data itu sudah ada jauh sebelum Panama Papers beredar. Inilah penyebab bergulirnya rencana tax amnesty yang pembahasan RUU-nya tak kunjung selesai di DPR. 

Banyak negara lain mengalami persoalan serupa, sehingga kini ada kerja sama global memeranginya, di antaranya dengan pertukaran data dan pemberlakuan automatic exchange of information (AEOI). Dengan AEOI, aparat pajak bisa leluasa mengakses data para nasabah perbankan di luar negeri. Dengan begitu, para wajib pajak yang memarkir uangnya di luar negeri untuk menghindari pajak bisa dengan mudah diketahui.   

Masalahnya, setelah mengetahui adanya wajib pajak nakal, tidak serta merta pemerintah bisa mengambil tindakan sanksi adminisratif atau pidana. Bergulirnya rencana tax amnesty menyuratkan hal itu. Imbauan agar orang kaya kita menarik dananya dari luar negeri mengokohkan ketidakberdayaan itu. Sepertinya, tak ada jerat hukum untuk mereka, karena praktek seperti itu dinilai wajar dalam dunia bisnis dan penyimpanan uang.

Selain persoalan kegemaran orang kaya kita memarkir dana di luar negeri untuk menghindari pajak, di dalam negeri sendiri ada persoalan pengemplangan pajak yang cukup serius. Ribuan PMA ditemukan tak bayar pajak selama puluhan tahun. Kalau pada 23 Oktober 2015 lalu disebut ada 4.000 an PMA, terakhir 21 Maret 2016 Menkeu menyebut ada 2000-an PMA di Indonesia selama sepuluh tahun terakhir tidak membayar pajak. 

Para PMA ini beralasan selalu rugi, namun ini bertolak belakang dengan hasil perhitungan dan pemeriksaan Direktorat Jenderal Pajak. Menurut perhitungan dan pemeriksaan Direktorat Jenderal Pajak, PMA itu harusnya membayar per tahunnya rata-rata Rp 25 miliar. Kalau dikalikan 2000, tinggal dihitung berapa triliun potensi pajak yang hilang selama ini. Ini bisa berjalan puluhan tahun tanpa ada tindakan.

Selain itu, dari 30,044 juta wajib pajak yang terdaftar pada 2016 (wajib pajak badan 2,4 juta, wajib pajak perorangan 27,5 juta) hanya 18,1 juta yang sudah mengisi SPT. Rinciannya 1,1 juta wajib pajak badan dan 16,9 juta wajib pajak perseorangan. Angka-angka itu meningkat sangat pesat dibanding tahun lalu. Pada 2015, dari 27 juta wajib pajak, yang mengisi SPT perorangan hanya 9,92 juta wajib pajak perorangan dan 164.359 wajib pajak badan. 

Akar dari persoalan pajak ini --puluhan tahun PMA tak bayar pajak, wajib pajak yang belum tergarap dengan baik sehingga jumlahnya relatif kecil dibanding jumlah penduduk secara keseluruhan-- terletak pada kemampuan aparat pajak kita. Anggota Komisi XI Misbachun menyebut kualitas petugas pemeriksa pajak masih rendah. Salah satu indikatornya, dalam kasus sengketa pajak yang sudah sampai tahap banding atau PK, 90 persen DJP kalah.

Fokus Pajak, Reshuffle 2019 Saja

 

Saat ini, pajak telah menduduki pendapatan negara yang paling penting. Dari belanja negara yang ditetapkan Rp 2,095,7 triliun, pajak harus menyumbang Rp 1.360,1 triliun atau 74,6 persen, cukai dan kepabeanan menyumbang Rp 186,5 trilun. Total pemasukan dari perpajakan mencapai Rp 1.546,7 triliun atau 84,8 persen. Sementara penerimaan dari luar perpajakan hanya mencapai Rp 273,8 triliun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun