Diantara negara anggota G20, negara kita termasuk paling luas hutan nya. Apapun katanya, memang itu lah nyata nya. Yah, hutan yang tersisa.Â
Mudah saja saya jumpai kawasan hijau, hutan dan semak belukar sebab saya tinggal di desa. Mudah juga bagi saya melihat lahan hutan, dan semak, jurang, lembah sudah beralih fungsi jadi perumahan, kebun sawit meskipun saya di desa yang jaraknya 2 jam dari kota.Â
Indonesia Presidensi G20
Sebagai Presidensi G20, Â dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi dan penduduk besar, jelas Indonesia diperhitungkan. Sebagai tuan rumah G20 dengan dengan Kepemilikan warisan sumber daya alam yang jumbo dan beraneka ragam Indonesia punya, turut menjadikan ekonomi Indonesia berkembang atau sebentar lagi maju. Pertanyaannya, jika sudah mulai berkurang, habis, dari mana kita menyeimbangkan kemajuan ekonomi kita, hingga tetap diperhitungkan sebagai negara besar dengan ekonomi besar.Â
Investasi Hijau
Tapi pernahkah kita menjajaki jejak hijau kita? Sebagai negara, sebagai bangsa, sebagai penduduk dalam provinsi, sebagai penduduk Kabupaten kota, sebagai penduduk Kecamatan, sebagai warga desa sebagai keluarga dan paling kecil darinya adalah individu.Â
Berapa gas yang kita pakai, ketika pagi menghidupkan kompor saat memasak air, berapa watt listrik menerangi jalan, kulkas AC dan menerangi tidur kita, berapa air yang tumpah ruah untuk mandi, minum, dan berapa konsumsi pabrikan kita, berapa kemasan plastik yang kita bawa, buang, itu semua dalam 24 jam, 365 hari dalam setahun dengan jeda sedikit.Â
Untuk semua hal diatas, ada konsekwensinya. Jelas. Investasi Tambang  gas yang kita pakai, minyak bumi untuk tenaga kendaraan kita berpindah tempat, hutan lebat yang jadi lahan sawit sebagai bahan biosolar, minyak goreng. Dan lainya. Serta lainya. Hal yang tidak bisa di tiadakan, bahkan untuk mencari keseimbangannya pun akan terasa mustahil.Â
Jejak hijau kita ini adalah sebuah solusi, sebahagian sudah berjalan dan banyak diwujudkan kelompok. Ia menjadi Investasi hijau seperti pengurangan emosi karbon, pengurangan konsumsi plastik, penanaman pohon terus menerus, pertanian organik tanpa pestisida kimia, teknologi ramah lingkungan dalam kontruksi.Â
Kita perlu investasi hijau secara individu, dalam bagian skala kecil, dimana kesadaran keberlanjutan masa depan dalam hal konsumsi keseharian kita bisa ditekan. Kesadaran mengkonsumsi apa yang akan berdampak apa. Ilustrasi Sederhananya saat belanja pasar pakai kantong plastik akan menghasilkan sampah yang akan terurai 100 tahun lagi. Orang yang mengkonsumsi dan membuang sampah agustus tahun 1922 akan terurai sempurna di tahun ini tahun 2022. Selama 99 tahun lampau, plastik itu akan singgah di Tempat pembuangan sampah, atau terbawa luapan hujan ke sungai dan terbawa ke laut, dimakan ikan dan penyu yang berlabuh di Brazillia. Ikanya kita konsumsi dalam bentuk fillet kaleng.Â
Maka akumulasi konsumsi 8 milliar manusia akan merusak dengan cepat Bumi yang kita tinggali. Atau 273.879.750 jiwa (data april 2022) Â akan menimbun pulau-pulau kecil sebagai tempat sampah konsumsi dan mempercepat bencana-bencana buatan manusia yang akhirnya di cap bencana kemanusian. Jika begini nantinya, akankah kita mencari planet lain untuk hidup senyaman di bumi? Jawaban-nya tidak. Kita akan menyamankan hidup di bumi, hidup di rumah yang kita tempati sekarang dengan atau tanpa pekarangan luas. Rumah milik sendiri atau ngontrak. Di kampung atau di metropolitan megah. Dimanapun kesadaran hijau kita harus tumbuh.Â
Jelas kesadaran hijau kita harus juga ditanamkan sejak kecil dalam skala keluarga dan sekolah. Kesediaan orang tua meluangkan waktu menjelaskan dengan ceria kepada anak-anak kita tentang konsumsi keseharian mereka dan konsekwensinya akan sangat berdampak pada skala yang lebih luas. Mengilustrasikan dampak dari setiap hal yang bisa menyebabkan kerusakan cepat pada kehidupan kita dari dalam rumah.Â
Pada jenjang sekolah, Play group, PAUD, TK, SD , jelas harus ada keberpihakan negara dalam hal ini Kementrian pendidikan Riset dan teknologi untuk memasukan dalam kurikulum maupun ekstra kulikuler atau bahan ajar buku tentang investasi hijau dan dampak konsumsi keseharian kita. Ini adalah investasi hijau pada Sumber Daya Manusia nya, investasi yang melekat dan berkelanjutan. Bukan investasi hijau yang hanya di tempelkan pada "kewajiban -kewajiban" perusahaan untuk peduli lingkungan, sebagai syarat formal ketentuan peraturan tanpa memiliki ruh keberlanjutan kehidupan yang akan datang pada bumi ini.Â
Kalkulasi nya, anak-anak yang berada pada umur bawah 10 tahun akan berumur 35 sampai 45 tahun ke atas di tahun 2057. Mereka akan akan tumbuh menjadi pegawai negeri, karyawan swasta, politisi, anggota DPR dan Bankir Bank Indonesia, Gubernur, Â Bupati/walikota, kepala desa dan "Sultan-sultan" Baru, petani, pengusaha, CEO pada masa mereka. Mungkin mereka akan memiliki banyak uang untuk berinvestasi dan atas kesadaran konsumsi berkelanjutan yang sudah melekat sejak kecil, mereka akan memilih investasi hijau dalam usahanya, pertanian nya, tambangnya, pabriknya.Â
Sebahagian dari anak-anak kita ini akan juga menjadi peserta dan penggagas G20 di masa akan datang. Keyakinan akan kebijakan dan kesepakatan yang  berpihak demi keberlangsungan kehidupan yang nyaman di Bumi ini akan mereka ambil di masa akan datang sebab jejak hijau mereka akan membawa kesana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H