C. JAWABAN DARI MASALAH
Kiblat kita selaku umat Muslim memang berada di Mekah yakni Ka'bah, tetapi apakah waktunya sholat kita sama dengan Mekah? Haji Arafah memang di Mekah yakni Padang Arafah, tetapi apakah waktu Arafah kita juga sama dengan Mekah? Haji Qurban yang di sebut dengan Idhul Adha memang juga berpusat di Mekah, tetapi apakah Idhul Adha kita sama dengan Mekah? jawabnya adalah TIDAK, karena pergantian siang dan malam serta peredaran matahari dan bulan menyebabkan perbedaan waktu. Mengenai waktu ibadah seperti puasa dan hari raya atau ibadah lain yang telah di tentukan waktunya, maka Allah perintahkan dengan melihat Hilal ataupun Bulan Sabit sebagaimana Firman Allah Swt berikut ini:
"Mereka bertanya kepadamu tentang Hilal. Katakanlah: 'Itu adalah penunjuk waktu bagi manusia dan haji..." (QS. al-Baqarah: 189)
Seluruh ulama tafsir sepakat mengatakan ayat ini menjelaskan kepada Rasulullah Saw untuk umat tentang bulan sabit atau hilal sebagai petunjuk waktu, baik untuk waktu puasa maupun bercocok tanam bagi orang arab dahulu maupun pelaksaan haji dan lain2nya. Dari sini juga timbul pertanyaan mengenai penetapan Hilal apakah berlaku untuk umum? Apakah hilal itu cukup Amir Mekah saja menetapkannya untuk seluruh umat muslim di seluruh dunia? Jawabnya TIDAK. Mana mungkin waktunya Sholat Dzuhur di Mekah sama dengan waktunya Dzuhur di seluruh dunia, mana mungkin waktu puasa Mekah sama dengan waktu puasa di seluruh dunia. Pendeknya tidak mungkin waktu ibadahnya Mekah sama dengan waktu Ibadah dunia dan hilal di Mekah juga tidak sama dengan hilal di seluruh dunia, sedangkan yang perlu kita ingat perintah untuk petunjuk waktu ibadah hari raya adalah hilal dan bukan berpatokan Mekah.
Sedangkan hadits dari Husain bin al-Harits al-Jadali dalam HR. Abu Dawud nomor 2340 dari Jadilah Qais mengenai khutbah Amir Mekah menceritakan Rasulullah Saw berpesan agar menjalankan manasik haji berdasarkan rukyat, kalau ia tidak melihat hilal tetapi ada 2 orang yang menyaksikan maka pelaksanaan haji dapat dilaksanakan berdasarkan kesaksian mereka merupakan hukum yang berlaku untuk daerah tersebut. Dalam artian hanya Amir Mekah yang boleh menetapkan kapan waktunya manasik haji dan tidak boleh ulama Mekah lainnya yang menetapkan, kecuali kalau Amir tersebut tidak melihat hilal maka Amir menetapkan manasik haji berdasarkan kesaksian 2 orang yang telah menyaksikan hilal. Sehingga riwayat ini juga memberikan penjelasan bahwa muslim yang di Mekah haruslah patuh dan taat kepada Amir Mekah/Pemerintah Mekah dalam penetapan haji, bukan mengikuti dari penetapan ulama individu maupun kabilah ataupun golongan selain Amir sebagaimana di indonesia yang terpecah karena mengiku ormas.
Maka dari itu saya Ustadz Muhammad Yusuf al-Minangkabawi membantah artikel yang mengambil hujjah ini untuk dalil agar seluruh umat muslim di dunia mengikuti penetapan Amir Mekah tentang waktu pelaksanaan Sholat Idhul Adha, hal ini di karenakan maksud dari dalil tidaklah demikian sehingga tidak tepat di jadikan hujjah agar seluruh umat muslim di dunia Idhul Adha sesuai dengan penetapan hilal di Mekah. Kecuali kalau umat muslim dari belahan dunia ataupun negeri manapun pergi Haji tentu mereka harus mengikuti penetapan hilal Amir Mekah/Pemerintah Mekah, sebab tidak mungkin jemaah haji misalnya dari Indonesia pergi haji tetapi pelaksanaan haji mereka itu berdasarkan penetapan hilal Indonesia karena mereka haji di Mekah tentu juga harus mengikuti penetapan Amir Mekah. Seandainya saya pergi ke Bangladesh tidak mungkin juga saya Idhul Adha sesuai dengan penetapan dari Indonesia meskipun umpamanya penetapan hilalnya sama, sebab perintah ibadah itu berdasarkan dari hilal setempat dan bukan berdasarkan tempat lain walaupun hasil penetapan hilalnya sama.
Kalau benar penetapan Idhul Adha harus sama di seluruh dunia ataupun mengikuti Amir Mekah, bagaimana mungkin zaman dahulu umat muslim seluruh dunia sama di dalam pelaksanaan Idhul Adha. Misalnya saja kita Indonesia apa mungkin muslim di zaman dahulu bisa mengetahui kapan pelaksanaan Haji Mekah seperti sekarang ini? Kita saja sekarang ini mengetahui jemaah Haji Wukuf tanggal sekian Haji Qurban/Idhul Adha tanggal sekian itu karena ada Internet maupun televisi, sementara itu jaringan internet maupun televisi ini masuknya ke Indonesia hanya baru beberapa tahun belakangan ini dan sebelum jaringan ini ada tentu saja muslim di Indonesia tidak mengetahui kapan Wukuf di Mekah dan kapan juga Penyembelihan Qurban/Idhul Adha di Mekah. Jangankan jaringan berkomunikasi bahkan jemaah dari Indonesia saja pergi berhaji berbulan2 pulang pergi naik kapal karena belum ada pesawat seperti sekarang ini, maka dari itu marilah berfikir dengan akal sehat dan bukan dengan ego dan mari berfikir karena Allah bukan karena kebencian maupun unsur2 lainnya.
Apakah mungkin Amir Mekah mengirim utusan ke seluruh penjuru dunia untuk memberi tahu umat muslim bahwa di Mekah Wukuf tanggal sekian dan Idhul Adha tanggal sekian supaya pelaksanaan seluruh dunia sama? Sekalipun itu ada setelah penetapan 1 Dzulhijjah oleh Amir Mekah kemudian mengirim utusannya ke seluruh dunia termasuk juga Indonesia, apakah mungkin utusannya itu bisa sampai di Indonesia memberitahukan sebelum tanggal 8 Dzulhijjah supaya Idhul Adha serentak? Sedangkan jemaah Haji dari Indonesia saja berbulan2 pulang pergi apalagi utusan Mekah ke Indonesia yang tentu mustahil sampai ke Indonesia dengan waktu 1 Minggu. Sekalipun utusan itu Wali Allah dan mampu datang hitungan detik ke indonesia tetapi tetap saja mustahil Muslim Indonesia zaman dahulu Idhul Adha serentak, sebab tidak mungkin juga utusan datang ke seluruh wilayah di Indonesia untuk memberitau dan pendeknya mustahil pelaksanaan Idhul Adha ini serentak karena mengikuti penetapan Amir Mekah.
Lebih lucunya lagi ada ungkapan bahwa "Haji itu Arafah dan ru'yatpun yang dipakai ru'yat Amir Mekah" maka bantahan saya sangat betul Haji itu di Arafah bukan di Indonesia tentulah ru'yat juga berpatokan kepada Amir Mekah, walaupun Haji Arafah itu di Mekah namun yang puasa Arafah bukan merujuk pada Mekah melainkan tergantung kapan masuknya tanggal 9 Dzulhijjah. Jika Korea misalnya 9 Dzulhijjah jatuh pada tanggal 28 Juni menurut hilal Amir Korea tentulah perintah Puasa Arafah di tanggal 28 juga untuk Muslim Korea, mana mungkin sekarang ini di Mekah orang Sholat Subuh lalu kita di Indonesia harus Sholat Subuh juga. Maka dari itu perintah Haji Arafah dengan perintah Puasa Sunah Arafah jauh berbeda dan jangan memaksakan pendapat dengan statmen lelucon, ketika jemaah haji Wukuf di Arafah kita belum puasa Arafah itu wajar saja karena di Indonesia belum masuk 9 Dzulhijjah tentu belum berlaku juga perintah Puasa Arafah. Sebab ketika jemaah Haji Wukuf di Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah di Mekah tetapi bagi kita di Indonesia baru tanggal 8 Dzulhijjah, tidak ada dalil perintah Puasa Sunah Arafah di tanggal 8 Dzulhijjah kalau puasa di tanggal 8 Dzulhijjah jatuhnya Sunah Tarwiyah dan bukan Puasa Sunah Arafah.
Banyak lagi ungkapan yang sangat miring saya lihat misalnya lagi "Haji itu di Arafah bukan di Nusantara", bantahan saya anak TK dan SD juga tau jadi jangan lihatkan IQ kepada orang banyak karena umat tidak seluruhnya yang awam jadi jangan terlalu memaksakan pendapat agar di akui benar. Masih banyak lagi lelucon yang ngakak dibaca kita dapatkan menjelang Idhul Adha ini seakan2 pendapat mereka benar, namun saya pribadi menganggap bahan komedi yang menghibur dan semoga bagi saudara lain yang mendapatkanya juga tidak menyikapinya dengan serius. Oleh karena itu hindari perdebatan tanpa merespon postingan tersebut serta utamakan persatuan dan kesatuan umat, jangan terbawa arus dengan orang2 seperti mereka karena ibadah kita untuk kita ibadah mereka untuk mereka dan hanya Allah lah yang membalas setiap amal perbuatan hamba-Nya. Sebagai penutup dari penjelasan ini perbedaan waktu Indonesia lebih cepat dari Mekah 4 jam karena letak geografis, tetapi untuk hilal Mekah lebih dahulu terlihat dari Indonesia karena semakin ke barat hilal semakin cepat terlihat sehingga Mekah lebih dahulu melihat hilal dari Indonesia.
D. KESIMPULAN