PERTAMA :
Para pemain sepakbola di lapangan. Bermain dengan cantik, menggocek bola dengan teknik yang piawai, fokus menyarangkan si kulit bundar ke gawang lawan, soal masuk atau tidak itu urusan belakang. Perjuangan, usaha keras itu yang dilakukan demi prestasi yang akan diraih.
Diluaran sana : penonton riuh rendah berteriak, gemuruh sorak, para holigan rusuh, merusak berbagai fasilitas yang tak ada hubungannya dengan persepakbolaan, para komentator berbusa-busa membahas berbagai teknik dan strategi menggolkan bola, para penjudi makin menjadi bersama taruhannya yang sampai hitungan milyar.
KEDUA :
Jokowi-Ahok. Dua orang sederhana yang sekarang ditugasi mengelola Jakarta. Mereka blusukan, melihat dan mempelajari permasalahan, bicara dengan rakyat, mendengarkan keluhan, lalu melakukan apa yang seharusnya dilakukan sebagai pemimpin, menghidupkan suasana pembangunan yang sudah lama dirindukan, "melanjutkan" apa yang tidak dan belum dilakukan oleh para pendahulunya yang lebih pandai dan lebih hebat dari keduanya.
Setahun sudah fokus dengan pekerjaannya, dan terlihat hasilnya (tentu belum boleh dibandingkan dengan puluhan tahun pendahulunya yang "tidak melakukan apa-apa?").
Di media sana : para komentator, para politisi, para rival dan pengkritik serta semua ahli-ahli segala bidang berbicara berbusa-busa. Ada yang memuji, ada yang  memaki, tentu mencela juga, setuju dan tidak setuju, mendukung, meremehkan, menuduh hanya untuk mencari citra dan segala macam yang bisa anda lihat di media, koran, televisi, internet.
PERSAMAANNYA :
Pemain sepakbola, Jokowi-Ahok, sama-sama fokus melakukan pekerjaannya untuk menuju goal yang mereka rencanakan. Tidak peduli sorak-sorai, riuh rendah para komentor yang memanfaatkan moment kegiatan mereka. Tujuannya sama, yang satu memasukkan bola kegawang lawan dan yang lainnya membangun Jakarta yang lebih baik. Itu saja.
Para penonton, para holigan, para komentator yang umumnya bego dalam soal memainkan bola, boro-boro bisa mendribel dan menggocek, nendang aja kalau dikasih bola pasti meleset melulu. Tapi jangan tanya soal teori memasukkan bola ke gawang, soal strategi penempatan pemain, dalam hal ini seolah paling hebat dibanding pemain yang melakukannya di lapangan.
Para  komentator, para politisi, para rival dan pengkritik. Mungkin umumnya juga bego dalam hal implementasi pembangunan, tapi hebat di omongan, pandai memanfaatkan moment tadi untuk kepentingan politiknya. Boro-boro blusukan, mencoba naek kendaraan umumpun belum pernah, tapi piawai bicara soal kemacetan. Menengok sampah di sungai belum pernah, tapi selalu mempermasalahkan penanganan banjir yang sedang dikerjakan, bahkan menuduh kebakaran yang terjadi karena kelalaian masyarakat sendiripun seolah disebabkan oleh Gubernur yang sekarang menjabat.