Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) satu-satunya Ketua Umum Partai Politik yang berkomentar keras terhadap kenaikan iuran BPJS di tengah wabah corona. Melalui media sosial, AHY menyayangkan kenaikan tarif BPJS tersebut. Padahal sekarang ini masyarakat sedang dihadapi dengan dua tantangan besar, yaitu wabah corona dan kemerosotan ekonomi.
Argumentasi AHY tepat. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) per Agustus 2019 ada sekitar 7,05 juta pengangguran di Indonesia atau setara 5,28 persen dari jumlah penduduk. Seiring dengan potensi perlambatan ekonomi tahun 2020 akibat wabah corona.
Perlambatan ekonomi akibat wabah corona diperkirakan menambah sebanyak 5 juta pengangguran. Angka tersebut didapat melalui kajian dan skenario Badan Kebijakan Fiskal (BKF). Jadi, jika ditambahkan jumlah pengangguran di tahun 2019 dengan potensi di tahun 2020 maka jumlah pengangguran akan meningkat menjadi 12,05 juta orang.
Angka ini berbahaya bagi negara. Sementara, di antara wabah corona dengan jumlah pengangguran dan kemiskinan terjadi kenaikan biaya kesehatan. Pemerintah seharusnya mengikuti argumentasi AHY terkait penyelesaian jaminan kesehatan masyarakat ini
 AHY benar, karena selama ini proyek sudah terlalu banyak dan proyek infrastruktur bisa ditalangi lebih dahulu. Kedepannya, negara pastinya bisa lebih memprioritaskan kesehatan rakyat seperti kondisi saat ini.
AHY juga meyakini pemerintah bisa realokasikan anggaran pembangunan infrastruktur yang belum terlalu mendesak. Upaya tersebut bertujuan untuk menutupi kebutuhan Rp.20 T bagi BPJS Kesehatan. Sekiranya pemerintah mau mengikuti argumentasi AHY, tentunya beban masyarakat akan berkurang di tengah wabah corona yang sangat mengkhawatirkan ini.
Kemudian dari segi regulasi program BPJS, pemerintah juga perlu melakukan pengkajian yang lebih modern dan mutakhir. Dari segi data misalnya, pemerintah dan instansi terkait bisa mencari tahu di mana akar persoalan peserta yang menunggak iuran, lalu menagih tunggakan tersebut di setiap kelas BPJS kesehatan.
Selain itu, antara BPJS dengan Rumah Sakit (RS). Sebaiknya pemerintah selalu hadir jika terjadi kesalah pahaman antara BPJS dengan RS, karena sampai hari ini masih terdapat RS yang menolak pasien peserta BPJS.
Hal ini senada dengan apa yang di tuliskan AHY, kenaikan iuran hanya salah satu cara mengurangi defisit keuangan BPJS. Kemudian AHY memberikan solusi yang lebih baik dengan cara memperbaiki tata kelola BPJS Kesehatan.
Hal ini adalah kunci permasalahan yang sedang dihadapi BPJS. Audit dan evaluasi peserta BPJS bertujuan agar tidak terjadi tumpang-tindih pada masyarakat yang lebih diprioritaskan.
Tidak lupa di pengujung argumentasi, AHY mengingatkan kembali pemerintah bahwa BPJS Kesehatan dibuat agar negara hadir dalam menjaga kualitas kesehatan rakyat. Terutama di tengah krisis kesehatan dan tekanan ekonomi saat ini. kita harus prioritaskan jaminan kesehatan untuk masyarakat.