Ekspor lobster sekarang pun menjadi persoalan, lantaran ada Peraturan Menteri (Permen) KKP 56 Tahun 2016 tentang Larangan Penangkapan dan Pengeluaran Lobster (Panulirus Spp.), Kepiting (Scylla Spp.), dan Rajungan (Portunus Spp.) yang disahkan Susi Pudjiastuti dan di tetang oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.
"Ada lobster tidak boleh diekspor, dibudidayakan pun tidak boleh, terus bagaimana? Di Permen itu tidak boleh, lho. Cuma taruh di alam. Padahal, kalua dia hidup di alam, tidak lebih satu persen hidupnya," ujar Edhy.
Sedangkan menurut Susi, kebijakan itu seharusnya tak diubah demi melindungi bibit lobster.
"Lobster yang bernilai ekonomi tinggi tidak boleh punah, hanya karena ketamakan kita untuk menjual bibitnya," tulis Susi dalam akun Twitternya.
Dari pandangan di atas, antara Edhy Prabowo dan Susi Pujiastuti terdapat perbedaan yang mendasar. Tetapi, dari kedua pandangan ini ternyata budidaya bibit lobster lebih menguntungan nelayan.
Perihal tersebut tergambar pada data Badan Pusat Statistik, ekspor lobster dewasa dalam keadaan hidup sejak 2014 hingga kuartal III-2019 memang menunjukkan tren kenaikan. Sepanjang 2014 volumenya hanya 792 ribu kilogram. Pada kuartal III-2019 angkanya sudah di 714 ribu kilogram.
Jika pertumbuhan setiap kuartal konstan, ekspor lobster sepanjang tahun ini bisa melebihi 950 kilogram. Diantara rentang waktu tersebut (sepanjang 2014 samapai kuartal III-2019), eskpor tertinggi terjadi pada 2017 sebanyak 1,28 juta kilogram atau senilai US$ 15 juta.
Data BPS diatas jelas tergambarkan, bahwa hasil ekspor tertinggi terjadi pada tahun 2017 tepatnya pada masa Menteri Kelautan dan Perikanan dijabat oleh Susi Pujiastuti.
Sementara itu, maraknya penyelundupan perlu menjadi perhatian pemerintah. Pemerintah seperti tidak tegas dengan praktek penyelundupan. Terang saja, lobster yang bernilai ekonomi tinggi tidak boleh punah hanya karena ketamakan manusia untuk menuai bibitnya. 1 backpack bibit lobster minimal 8 ribu ekor, rupiahnya sama dengan 2 Motor Harley = 60 Brompton. Tentunya hal ini harus menjadi perhatian khusus bagi pemerintah.
Lalu, dilihat dari kondisi kehidupan petani atau nelayan lobster sangat memprihatinkan. Seperti di Desa Bagolo yang merupakan salah satu wilayah penghasil lobster di Kabupaten Pangandaran Jawa Barat. Terdapat 157 nelayan yang setiap hari menghasilkan ratusan kilogram lobster ukuran konsumsi.
Sejak beberapa tahun terakhir, para nelayan ini merasakan betul semakin menurunya tangkapan lobster akibat aktifitas penangkapan yang membabi-buta. Tidak hanya lobster kosumsi hingga baby lobster pun dibabat habis.
Saat ini seorang nelayang hanya bisa membawa pulang puluhan kilogram lobster ukuran besar, hanya tinggal cerita. Kalau pun ada, sangat jarang sekali.
Dajon Gunawan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H