Mohon tunggu...
Daiyah Sanggili
Daiyah Sanggili Mohon Tunggu... -

saya bukanlah pemangku adat, pengamat atau peneliti akan tetapi anak muda yang mencoba belajar mengaktualisasikan diri ditengah-tengah peradaban sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

UMKM dan Perbankan “Benci Tapi Rindu”

28 Juni 2013   21:33 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:16 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

UMKM DAN PERBANKAN “BENCI TAPI RINDU”

Para pelaku Usaha Mikro kecil dan Menengah (UMKM) merasa bahwa kontribusi perbankan dalam pengembangan usahanya masih jauh dari harapan. Pelaku UMKM selalu terbentur oleh berbagai persyaratan yang diterapkan perbankan dengan dalih prudential banking. Disisi lain, perbankan berupaya membela diri dengan menuding pelaku UMKM tidak memiliki kesungguhan dan daya juang untuk memenuhi apa yang disyaratkan, padahal sesungguhnya tujuan dari perbankan itu adalah “Menunjang pelaksanaan pembangunan nasionaldalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasionalke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak”.

sementara bank memiliki persepsi dalam memberikan pinjaman kredit harus bersdasarkan 5 C, yakni character, capacity, capital, condition of ecconomic, and collateral, tanpa berpikir membuat sebuah mekanisme sesuai dengan keragaman kondisi yang dihadapi UMKM berkaitan dengan akses finansial dan Ironisnya semua penomena tersebut didefinisikan oleh perbankan sebagai situasi yang beresiko tinggi.

Sebagai imbangannya perbankan lantas memposisikan aspek agunan (collateral) sebagai pertimbangan utama dalam memutuskan kreditnya. Tidak jarang UMKM harus mengagunkan aset yang nilainya jauh melebihi ketentuan normal, dibandingkan dengan nilai pinjaman yang diperolehnya.

Tidak heran kalau ada yang menggambarkan hubungan UMKM dan perbankan dengan istilah “benci tapi rindu”. Benci, karena UMKM harus menghadapi berbagai aturan dan rindu karena UMKM tetap membutuhkan peran perbankan untuk pengembangan usahanya.

Kadang kala persoalan ini menimbulkan persepsi dikalangan kelompok UMKM bahwa perbankan tidak pernah berpihak serta melahirkan tanda tanya “Apakah usaha kecil harus berbadan hukum untuk dapat menerima kredit”. Toh kalupun itu adalah salah satu syarat mutlak, tentu pelaku UMKM yang notabenennya adalah masyarakat yng memiliki keterbatasan Modal, kemampuan secara SDM dan teknologi harus bersabar karena menghadapi sebuah tantangan yang bernama “aturan” yang tidak menguntungkan.

Disisi lain UMKM merupakan salah satu mata pencaharian alternative yang memberikan sumbangan cukup besar terhadap pendapatan masyarakat yang bermuara pada kesejahteraan, sementara banyak muncul pesaing baru UMKM yang menamakan diri pasar modern dan industri modern yang posisi kekuatan secara capital yang tidak diragukan lagi serta memiliki dukungan kuat dari lembaga perbankan dan pemerintah. Dalam kondisi ini UMKM tidak mampu bersaing dalam mengembangkan usaha karena kurangnya dukungan dana.

Pada kenyataan Usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) memiliki berkontribusi besar terhadap menciptakan lapangan kerja dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Di sinilah pentingnya pemerintah dan lembaga pemberi modal memainkan peranannya, sekaligus melalukan pendampingan agar cita-cita bersama untuk mencapai kesejahteraan bangsa dapat terwujud.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun