Apakah kamu termasuk orang miskin tetapi berani bermimpi untuk menjadi cerdas dan miliarder? Memasuki tahun baru 2016, seorang pengusaha kaya yang tandem dengan penulis profesional terkenal akan menerbitkan novel unik dan langka. Judulnya "180", baca deh.
Lha orang miskin kok disuruh baca novel, duitnya dari mana untuk membeli sebuah novel? Tentu saja kamu diasumsikan seperti tokoh dalam novel ini. Novel inspiratif “180” mengisahkan tentang perjalanan hidup Tora, seorang pemuda petani miskin yang sangat disiplin, fokus, dan pekerja keras, yang bertekad untuk meraih cita-citanya: menjadi manusia cerdas dan sekaligus menjadi milioner pada usia 30 tahun!
Iya, kamu haruslah seorang yang sangat termotivasi untuk sukses dan berkenan membaca novel ini untuk menggali inspirasi. Soal duit, kamu bisa asal "do it" saja, kamu bisa mendapatkan novel ini secara gratis. Iya, asalkan kamu mau mencari informasi waktu dan tempat peluncuran novel ini di berbagai kota, berusaha keras untuk hadir, maka kamu akan mendapatkan novel setebal 300 halaman lebih ini secara GRATIS.
[caption caption="novel "180" ditulis secara tandem"][/caption]
Merupakan hal yang langka, novel setebal 318 halaman yang diterbitkan divisi penerbitan sastra, seni dan budaya: Penerbit Kakilangit Kencana (Prenadamedia Group), Jakarta, itu juga akan dibagikan secara gratis sebanyak 10 ribu eksemplar. Cetakan pertama sebanyak 2.000 eksemplar diberikan langsung kepada undangan yang hadir pada acara launching. Selebihnya novel akan dibagikan pada setiap road show ke sejumlah kota besar di Indonesia, yang diagendakan sepanjang 2016. Khusus untuk acara launching, novel 180 dicetak dalam tiga versi warna yang berbeda: hitam, merah, dan putih.
Nah, gimana, mau mengejar novel ini pada kesempatan perdana peluncurannya? Rencananya peluncuran resmi dilaksanakan di Studio I, Botani XXI, Botani Square Mall, Bogor, pada Selasa, 22 Desember. Peluncuran dilanjutkan bedah buku dengan pembicara utama Raphael Udik Yunianto, lulusan Executive Program at Sloan School of Management, MIT, Boston, AS. Wuih, hebat bener ye?
Lantas siapakah duo pengarang aneh ini?
TENTANG PENGARANG
Mohammed Cevy Abdullah, lahir di Cipanas, Cianjur, Jawa Barat, pada 22 Juni 1979. Dokter hewan lulusan Institut Pertanian Bogor (IPB Bogor) ini memulai kariernya sebagai Sales Representative di perusahaan distributor obat dan vaksin hewan (2004). Setahun kemudian ia mendirikan badan usaha bersama dua mitranya, dan fokus berjualan telur dan ayam. Pada 2007 perusahaan kecil dan menengah itu berkembang menjadi agen sembilan bahan kebutuhan pokok (sembako). Setahun kemudian, ia melakukan kemitraan dengan para petani lokal di bidang peternakan dengan kapasitas produksi 600 ribu ekor/bulan, dan kemitraan ayam petelur dengan kapasitas produksi telur 8 ton/hari. Dan, pada 2010 ia melakukan joint-venture dengan sebuah perusahaan agro-industri dari Malaysia.
Pecinta film, teater, olahraga, petualangan, dan penulis ini juga telah meraih sejumlah gelar dalam bidang bisnis dan gelar S1 dan S2 bidang hukum dari Universitas Surya Kancana, Cianjur. Semasa kuliah, ia sempat menghidupkan kembali kegiatan teater kampus yang sudah lama tidak aktif, dan memimpin serta menyutradarai sejumlah pementasan. Ia juga sempat membuat film pendek berjudul Sahabat dan Cinta, dan film laga Red Code, serta bertindak sebagai penulis naskah sekaligus sutradara. Buku 180 ini adalah novelnya yang pertama dan ditulis bersama pengarang dan pewarta, Noorca M. Massardi.
***
Noorca M. Massardi, lahir di Subang (Jawa Barat), pada 28 Februari 1954. Pewarta, penulis fiksi, drama (Bhagawad Gita, Kertanegara, Kuda-Kuda, Perjalanan Kehilangan, Terbit Bulan Tenggelam Bulan, Growong, dll), dan skenario film (Sekuntum Duri), ini pernah menjadi aktor/sutradara Teater Lisendra. Ia juga dikenal sebagai pembawa sejumlah program film, hukum, politik dan kebudayaan di stasiun televisi RCTI, TVRI, dan JakTV. Pernah menjadi pengurus organisasi Karyawan Film dan Televisi (KFT) dan Gabungan Perusahaan Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI), ia juga sempat menjadi Ketua Dewan Kesenian Jakarta (DKJ).
Pemimpin redaksi sejumlah majalah, antara lain Jakarta-Jakarta, Vista FMTV, Forum Keadilan, Hongshui, AND, wakil Pemimpin Umum Tabloid Prioritas, dan Kultur, ini pernah menjadi koresponden Tempo di Paris, dan pewarta di Harian Kompas. Lulusan Ecole Superieur de Journalism (ESJ) Paris, Perancis, ini sudah menerbitkan novel Sekuntum Duri (1978), Mereka Berdua (1982), September (2006), d.I.a. cinta dan Presiden (2008), dan Straw (2015). Kini ia menjabat Redaktur Eksekutif Majalah Kebudayaan terbitan Dirjen Kemendikbud.
Ihwal motivasinya menulis novel, padahal sebagai pengusaha muda dengan aset triliunan rupiah ia pasti sangat sibuk, Mohammed Cevy Abdullah menyatakan, “Dengan novel 180 ini saya hanya ingin berbagi. Terutama bagi generasi muda, khususnya dari kalangan keluarga sederhana. Kita harus selalu bersemangat untuk menimba ilmu, tekun dan tabah menjalani hidup, dan harus senantiasa memelihara dan memiliki impian setinggi mungkin. Bila kita tetap fokus, bersikap terbuka, dan disiplin berjuang, insha Allah cita-cita kita akan terkabul. Dan, jangan lupa, Tuhan sudah punya skenario. Kitalah yang harus merebut dan mengisi peran itu. Kitalah yang harus memilih ingin menjadi apa. Bukan orang lain!” katanya.
Selain itu, menurut Mohammed Cevy Abdullah, ia sengaja menulis novel itu karena kepeduliannya terhadap perkembangan sosial dan psikologis masyarakat saat ini. Khususnya “Y Generations” Indonesia. Ia ingin menyampaikan pesan sosialnya melalui media novel, yang sarat akan nilai-nilai filosofi kehidupan yang penuh dengan fake, freak dan false. Novel itu juga merupakan sumbangsihnya, tidak hanya untuk memperkaya khasanah penulisan fiksi, tapi juga untuk menularkan spirit dan filosofi “Tora” kepada generasi muda Indonesia.
Sedang Noorca M. Massardi, yang mengaku baru pertama kali menulis novel bersama ini, menyatakan sangat menikmati proses penulisan, merancang plot, dan mengedit naskah novel 180. “Walau saya baru mengenal Mohammed Cevy Abdullah 14 bulan lalu, ternyata kami memiliki kesamaan dalam visi, misi, karakterisasi, dan konsep penulisannya. Alhamdulillah, semua lancar. Terutama karena niat kami memang sejalan. Ingin berbagi inspirasi tentang pergulatan hidup yang berakhir happy-ending, dengan generasi muda negeri ini, yang menyimpan energi luar biasa.”
Sementara itu, Syafruddin Azhar, selaku Senior Editor dari penerbit Kakilangit Kencana, mengatakan, ia memilih untuk menerbitkan novel 180 ini karena, “Karya novel ini merupakan genre yang langka dan unik yang ditulis secara tandem. Saya membayangkan suatu kerja sama yang rumit di dalam menyatukan pokok pikiran, dua gaya bahasa, dan plot cerita yang tidak mudah. Selain itu, novel 180 ini membawa pesan moral yang luar biasa dahsyatnya bagi pembaca, terutama generasi muda yang sedang dan hendak menapaki masa depannya. Hal ini sejalan dengan visi dan misi penerbitan kami, yang tidak hanya business oriented tapi juga membawa misi edukasi. Sebagai editor yang membaca draft awalnya, saya menilai tokoh Tora dalam novel ini bisa menjadi inspirasi hidup bagi pembaca, dengan meresapi hal-hal yang baik (aura positif) dan memilah hal-hal yang dirasakan tidak sesuai (aura negatif) dengan gaya hidup masing-masing pembaca. Dengan menyelami kisah jalan hidup Tora yang penuh riak dan warna tersebut, saya merekomendasikan novel 180 ini sebagai “ramuan ajaib” bagi mereka yang berpikir, memasuki tahun baru 2016...”
Novel inspiratif “180” mengisahkan tentang perjalanan hidup Tora, seorang pemuda petani miskin yang sangat disiplin, fokus, dan pekerja keras, yang bertekad untuk meraih cita-citanya: menjadi manusia cerdas dan sekaligus menjadi milioner pada usia 30 tahun!
Tora adalah anak dari keluarga petani miskin, namun sejak kecil punya cita-cita besar. Ia percaya semua mimpinya bisa diwujudkan melalui kerja keras, ilmu pengetahuan, percaya diri, dan tidak pernah mengasihani diri sendiri. Segala cara ditempuhnya untuk mencapai tujuan, hingga akhirnya ia dipercaya seorang pemodal asing untuk mengelola perusahaan agro-industri terbesar di Asia.
Tora adalah kisah sukses yang diraih melalui petualangan hidup yang hitam dan putih, namun semua dilakukannya dengan sepenuh kesadaran. Tetapi ia juga percaya bahwa semua yang diterima dan dijalaninya semata merupakan bagian dari skenario Tuhan untuknya. Termasuk bagaimana ia harus membagi dan mengelola cinta dan kasih sayang untuk ibunya, anaknya, dan sejumlah perempuan yang ikut mewarnai hidupnya baik dalam duka, dan keberhasilan, maupun dalam kemiskinan dan kelimpahmewahan.
“180” adalah sebuah novel inspiratif untuk generasi muda kreatif, penuh impian, dan siap berpetualang dalam meraih cita-cita dan masa depan. Novel yang ditulis berdua dan belum pernah ada dalam sejarah literatur Indonesia modern itu, akan diedarkan di semua jaringan toko buku di seluruh Indonesia mulai akhir Januari 2016.
Sebelum acara peluncuran buku, di Studio XXI itu juga ditayangkan film pendek Red Code yang ditulis-disutradarai, dan diproduksi oleh Mohammed Cevy Abdullah. Usai penayangan trailer film genre laga itu, tokoh teater Bandung, Iman Soleh mempersembahkan pentas “Perjalanan Sunyi” yang merupakan penafsiran bebas atas esensi dan misi utama yang disampaikan kedua pengarang dalam novel “180.” “Saya menafsirkan teks novel dan kandungan maknanya secara bebas, melalui pembacaan, iringan musik dan lagu, serta tari dan multimedia,” kata Iman Soleh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H