Mohon tunggu...
Dainsyah Dain
Dainsyah Dain Mohon Tunggu... Wiraswasta - Chief Education Officer
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Chief Education Officer di Yayasan Pendidikan Nasional Swadaya, Bandung. Konsultan Komunikasi-sains: manfaat medis dan peluang bisnis Vernonia amygdalina alias daun afrika; DAIN Daun Afrika Inovasi Nusantara

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Kopi Lembang Kembali Berkembang

19 Mei 2015   23:40 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:48 473
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_418726" align="aligncenter" width="620" caption="Ilustrasi/Kompas.com (Admin)"][/caption]

Pagi-pagi kami sudah mendaki, jalan setapak tepi hutan, di tengah lautan pohon teh peninggalan Belanda, yang kini dimiliki perusahaan pemerintah. Sasaran kami adalah rimbunan hutan Perhutani, sekira 3 kilometer berjalan kaki dari jalan raya Cisarua Lembang. Tujuan, historical walk seperti yang dilakukan para ambtenaar mengawasi perkebunan kopi perdana penghasil gulden, sebelum Indonesia merdeka.

Sejuk, basah embun, dan segar aroma terapi dari beragam tumbuhan kaki gunung, menyambut lima manusia kota pencinta antioksidan hitam yang paling banyak diminum di seluruh dunia. Kaki gunung Tangkuban perahu ini mulus udaranya, bersih tanpa asap racun kendaraan dan industri. Ke bawah kami melihat Bandung Kota, berselimut smog, tempat kami semua berkeluarga dan bekerja. Jika boleh memilih, kami ingin menancapkan kaki di sini, bergumul dengan botani asri, dan tak ingin kembali, ke dunia ilusi dan polusi.

[caption id="attachment_418725" align="aligncenter" width="300" caption="Jalinan kopi masyarakat di sela pinus perhutani"]

1432070394713355808
1432070394713355808
[/caption]

Sayangnya hal ini pun hanya mimpi. Hari itu kenyataannya adalah napak tilas sekaligus olah raga hiking sekaligus survei untuk feasibility study agribisnis specialty coffee. Setelah mendaki dan turun lagi, menikmati racikan kopi dari petani sejati, berdiskusi dan negosiasi visi-misi, kami pasti harus kembali bangkit dari mimpi, dan menjajaki serta mendalami peluang dan tantangan berusaha tani. Selanjutnya hari-hari akan dipenuhi promosi dan kompromi dengan kawan-kawan yang berminat investasi. Niat kami adalah ingin kembali merajut kejayaan anak negeri dalam industri dan seni kopi.

Coffee tour pagi itu langsung dipandu oleh sang petani kopi penuh dedikasi, Yoseph Kusuniyanto. Dengan ransel di punggung dan kelewang tebas di tangan, Yoseph berjalan di depan sambil memberikan kuliah lapangan mountaineering. Sesekali berhenti sambil menunjukkan panorama indah untuk diabadikan dengan kamera pocket, hape, dan SLR, yang dimiliki masing-masing turis kaget, yaitu Harris, Dedem, Beben, dan saya sendiri Dainsyah. Dedem adalah teman se-almamater Yoseph dari PAAP Unpad; saya dan Harris adalah alumni Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati ITB, dan Beben adalah lulusan FPMIPA UPI.

[caption id="attachment_418678" align="aligncenter" width="300" caption="area kebun teh milik PTPN"]

14320468041244535655
14320468041244535655
[/caption]

Satu jam berlalu, sampailah kami ke tempat yang dituju; tegakan pinus milik Perhutani, yang disela-selanya ditanami kopi oleh masyarakat sekitar yang tergabung dalam kelompok tani. Kerjasama ini dilandasi oleh dokumen legalisasi yang antara lain mengatur larangan menebang Pinus merkusii dan silakan menanam kopi dengan skema bagi hasil. Tumpang sari pinus-kopi ini sungguh serasi.

Yoseph bercerita tentang jerih payah para petani peserta program dalam menyiangi belukar, menyingkirkan gulma, menanam kopi, dan merawat pohon kopi berupa pemupukan dan pemangkasan beberapa kali, hingga masa panen di usia 2 tahun. Kopi-kopi yang diurus Yoseph ini sedang belajar berbuah, usia sekira 1,5 tahun. Kami diijinkan panen hanya buah kopi yang benar-benar matang. Tidak banyak, tetapi cukup untuk memenuhi tantangan bahwa kopi Lembang jenis caturra yang dihasilkan di sini tidak kalah dengan sensasi dan sugesti kopi luwak.

[caption id="attachment_418684" align="aligncenter" width="300" caption="pohon kopi di saat belajar berbuah"]

14320496561860055801
14320496561860055801
[/caption]

Adalah Harris yang akan menjadi "juri" menjajal bukti sensasi kopi Lembang, nanti, di rumah Yoseph, sebagai akhir tur kopi ini. Harris, ahli embriologi bayi tabung ini, telah menikmati segala kopi di cafe-cafe di Bandung. Sepanjang perjalanan ini, Harris pun berbagi cerita ihwal kedai kopi dengan berbagai teknik penyajian unik di seantero kota kembang, mulai seduhan kopi dengan mesin espresso, hingga teknik seduh asal tradisi Vietnam, Prancis, Turki, Itali, Inggris, dll.

Kembali ke kebun kopi, selain jenis caturra, Yoseph juga menanam sedikit jenis ateng, yang sesungguhnya lebih populer di kalangan petani lain. Mengapa lebih suka caturra? Yoseph menjelaskan sejarah panjang riset yang telah ia lakukan dengan berbagai ragam varietas kopi. Dengan melibatkan barista dari dalam dan luar negeri, yoseph akhirnya menjatuhkan pilihan pada jenis caturra.

Kopi arabica caturra berperawakan lebih pendek dan kompas sehingga lebih mudah dalam pemanenan. Karena jarang dibudidayakan, diharapkan menguntungkan dalam supplay-demand. Arabica caturra juga unggul dalam aroma dan rasa sehingga sering menjuarai kontes di festival kopi di seluruh dunia. Arabica ateng memiliki sosok lebih tinggi dan lebih produktif. Sebagai komoditi untuk menyuplai industri kopi, menanam ateng jelas lebih menguntungkan, tetapi untuk kategori specialty coffee, arabica caturra lebih menjanjikan, kata Yoseph.

Memiliki usaha tani kopi di pinggir kota besar sekelas kota cerdas Bandung adalah advantage bagi petani kopi kategori specialty di Lembang. Apalagi Bandung, yang telah memiliki brand image yang kuat sebagai kota wisata kuliner, dengan jarak yang sangat dekat dengan Ibukota Jakarta, hanya perjalanan 3 jam via jalan tol, menjadikan Lembang dan petaninya akan kecipratan rejeki dari manisnya bisnis biji pahit di Ibukota Asia Afrika ini.

Satu-satunya kendala atas peluang usaha ini adalah masih rendahnya apresiasi masyarakat kita akan kopi kategori specialty. Diketahui Indonesia adalah negara terbesar ketiga sebagai produsen kopi di dunia, tetapi nomor 1 sebagai produsen kopi jenis  arabica. Di negara produsen kopi lainnya, seperti Brasil dan Vietnam, jenis robusta masih mendominasi.  Jenis kopi arabica dikenal memiliki harga jual yang lebih bagus ketimbang robusta, yang menang dalam volume. Keunggulan Indonesia sebagai produsen kopi terbesar di dunia, sayangnya  tidak didukung oleh jumlah penikmat. Selain kuantitasnya yang rendah, apresiasi terhadap specialty coffee pun masih rendah. Justru orang eropa menjadi penikmat kopi sejati.

Indonesia yang berada di ring of fire, dengan rangkaian gunung apinya, dari ujung Sumatera hingga Papua, memiliki potensi menjadi kekaisaran kopi di dunia. Dengan jenis dan varietas kopi yang sama, gunung yang berbeda dapat menghasilkan citarasa dan aroma kopi yang berbeda dan unik. Sebelum mencapai volume produksi yang memadai untuk syarat ekspor, seyogyanya apresiasi masyarakat dapat menjadi faktor penentu dalam memajukan agribisnis kopi spesial yang diulas di atas.

Faktor penentu lainnya untuk mendukung kejayaan para petani kopi specialty, adalah keberadaan para barista. Relasi yang baik antara Yoseph dan para barista yang sering berkunjung ke rumahnya dan melakukan cupping, adalah kiat sukses Yoseph dalam meningkatkan harga dan nilai kopinya. Salah satu barista yang bekerja sama dalam budi daya kopi khusus ini adalah Natanael Charis, pemilik kafe Morning Glory.

[caption id="attachment_418692" align="aligncenter" width="300" caption="Sahabat Yoseph: Dedem, Natan, dan barista dari Jakarta"]

1432052829454095516
1432052829454095516
[/caption]

Natan, begitu panggilan akrab pendiri Morning Glory Academy ini, menyediakan bibit kopi unggul, untuk dibudidayakan oleh Yoseph di Lembang. Melihat prestasi Natan yang telah berhasil mencetak kopi yang ditanam di Garut menjadi kopi juara kelas dunia, bukan mustahil akan mengharumkan nama kopi Lembang juga, nantinya.

Yoseph juga menjelaskan bahwa denyut gejolak bangkitnya kopi di tempat yang merupakan lahan asal-usul  pertanian kopi nusantara pada jaman Belanda, juga ditandai oleh berdirinya usaha wisata dan edukasi kopi dan luwak di Cikole, Lembang. Ada banyak kelompok tani selain Yoseph dkk yang sudah bergerak sejak beberapa tahun terakhir. Diramalkan, dalam beberapa waktu ke depan, kopi Lembang akan cetar membahana.

Setelah lebih dari 3 jam berjalan dan bercerita tentang nostalgia dan masa depan kopi nusantara, kami kembali ke rumah Yoseph, tempat benih dan bibit disiapkan sebelum naik gunung untuk ditanam.

[caption id="attachment_418693" align="aligncenter" width="300" caption="bibit kopi arabica caturra"]

1432052920474539918
1432052920474539918
[/caption]

Yoseph kemudian menyangrai (roasting) biji kopi yang telah dijemur (green bean). Dengan kompor gas dan alat sangrai tradisional dari tanah liat, proses sangrai merebakkan aroma kuat yang khas. Sekira 20 menit, proses pemanggangan selesai, biji kopi coklat kehitaman didinginkan, lalu digiling. Yoseph membuat kopi tubruk, sedangkan Harris membuat kopi dengan teknik french press dan moka pot. Selain kopi yang diproduksi Yoseph, kami juga membawa kopi luwak asal Bandung selatan untuk "diadu". Hasilnya, kopi Yoseph menang kesegaran, aroma, kemanisan dan karamel. Inilah tanda-tanda kopi Lembang kembali berkembang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun