Mohon tunggu...
Dainsyah Dain
Dainsyah Dain Mohon Tunggu... Wiraswasta - Chief Education Officer
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Chief Education Officer di Yayasan Pendidikan Nasional Swadaya, Bandung. Konsultan Komunikasi-sains: manfaat medis dan peluang bisnis Vernonia amygdalina alias daun afrika; DAIN Daun Afrika Inovasi Nusantara

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Akar Masalah Ketahanan Pangan Nasional Di Masa Depan

14 April 2015   10:05 Diperbarui: 4 April 2017   16:30 10524
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Estimasi lain tentang alih fungsi lahan selama sepuluh tahun terakhir telah mencapai 602,4 ribu hektare atau 60 ribu hektare per tahun (Data Badan Pertanahan Nasional, 2005). Walaupun konsistensi data dari berbagai sumber yang berbeda masih perlu diverifikasi kebenarannya, bukti kasat mata di lapangan telah banyak menunjukkan laju konversi lahan sawah produktif menjadi kegunaan lain yang cukup pesat, mulai dari perumahan dan pemukiman, industri dan kebutuhan perkotaan lain hingga lapangan golf, terutama di daerah penyangga kota-kota besar.

Ancaman nyata dari laju konversi lahan sawah produktif menjadi kegunaan lain adalah penurunan produksi pangan, terutama pangan pokok seperti beras. Produksi padi yang mencapai 69 juta ton GKG pada 2014 atau menurun 1,99 persen dibandingkan dengan produksi 2013 menjadi bukti kuat bahwa penurunan produksi pangan telah berada pada lampu merah.

Suka atau tidak suka, kinerja produksi beras sampai saat ini masih menjadi indikator ekonomi (dan politik) dalam mengevaluasi kinerja pemerintahan. Di tingkat akademik, para ahli telah sepakat bahwa kinerja ketahanan pangan nasional jauh lebih bermakna dan strategis dibandingkan dengan indikator produksi fisik semata.

Titik pangkal masalahnya bukan terletak pada ketiadaan perangkat hukum yang melindungi lahan sawah, melainkan lebih pada komitmen, keseriusan, dan kemampuan aparat negara dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan yang dimiliki Indonesia. Pada tingkat strategis, Indonesia memiliki UU Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pangan Berkelanjutan. UU tersebut sebenarnya merupakan amanat dari UU No. 26/2007 tentang Tata Ruang, yang sampai saat ini sulit dilaksanakan karena hanya belasan provinsi yang telah menyelesaikan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) seperti disyaratkan. Dari sekitar 500 daerah otonom yang ada di Indonesia, pasti tidak terlalu banyak kabupaten/kota yang telah menyelesaikan RTRW. Menariknya lagi, sampai saat ini, Pemerintah Pusat tidak mampu memberikan sanksi yang tegas terhadap provinsi dan kabupaten/kota yang tidak mematuhi UU No. 26/2007 yang sebenarnya dibuat untuk kepentingan bersama dan kemaslahatan seluruh warga Indonesia.

Dalam suatu proses transformasi ekonomi, konversi sawah produktif menjadi kegunaan lain lumrah terjadi dan tidak dapat dihindarkan, terutama apabila perangkat kelembagaan yang ada tidak mampu mencegah atau mengendalikannya secara baik. Sistem insentif dan kebijakan pertanahan di Indonesia nampaknya tidak terlalu mendukung untuk terciptanya pengawasan yang berlapis yang mampu mengendalikan laju konversi sawah produktif tersebut.

Perumusan dan kebijakan RTRW di tingkat provinsi dan kabupaten/kota seakan tidak mendukung upaya pengendalian alih fungsi sawah produktif menjadi kegunaan lain. Fenomena otonomi daerah (Otda) sampai saat ini masih belum dapat menjadi jawaban ampuh untuk mengendalikan laju konversi lahan.

Secara legal formal, Indonesia telah memiliki perangkat hukum berupa UU No. 41/2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang seharusnya mampu menanggulangi persoalan kepastian hukum di bidang alih fungsi lahan sawah. Karena laju konversi lahan sawah dan alih fungsi dan kepemilikan lahan pertanian terus terjadi, banyak yang berpendapat bahwa UU No. 41/2009 tersebut mandul akibat belum adanya peraturan pelaksanaan UU itu.

Indonesia telah memiliki Peraturan Pemerintah (PP) No. 1/2011 tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, PP No. 12/2012 tentang Insentif Perlindungan Lahan Pertanian Pangan, dan PP No. 25/2012 tentang Sistem Informasi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan PP No. 30/2012 tentang Pembiayaan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Aturan lebih teknis Peraturan Menteri Pertanian Nomor 07/Permentan/OT.140/2/2012 tentang Pedoman Teknis Kriteria dan Persyaratan Kawasan, Lahan, dan Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan juga telah diundangkan.

Setelah sekian Peraturan Pemerintah dikeluarkan, tetapi laju konversi lahan sawah subur masih juga berlangsung. Maka, pendekatan lain perlu ditempuh.

Pendekatan itu berupa insentif dari Pemerintah Pusat dan provinsi seperti pengembangan infrastruktur pertanian serta pembiayaan penelitian dan pengembangan benih dan varietas unggul. Dalam hal ini, Pemda perlu menambah insentif dengan keringanan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Peningkatan kepastian hukum berupa perlindungan lahan pertanian, terutama lahan pangan subur dan beririgasi teknis, jelas tidak memadai jika hanya dilakukan melalui pendekatan formal belaka. Pelaksanaan kebijakan teknis pertanian, penyaluran benih unggul, bimbinganpenyuluhan dan pendampingan petani, penjaminan harga jual, dan lain-lain akan lebih memadai. Aparat negara di pusat dan daerah wajib lebih ofensif dalam melaksanakan kebijakan teknis di atas. Tentu saja skema penalti dan struktur penegakan hukum dalam menerapkan sanksi juga perlu lebih tegas.

(SUMBER: Memperkuat Ketahanan Pangan Demi Masa Depan Indonesia 2015 - 2025, Badan Intelijen Negara, Muhammad AS Hikam, Editor, CV Rumah Buku, Jakarta, 2014)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun