Mohon tunggu...
Dainsyah Dain
Dainsyah Dain Mohon Tunggu... Wiraswasta - Chief Education Officer
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Chief Education Officer di Yayasan Pendidikan Nasional Swadaya, Bandung. Konsultan Komunikasi-sains: manfaat medis dan peluang bisnis Vernonia amygdalina alias daun afrika; DAIN Daun Afrika Inovasi Nusantara

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Ajakan Save Rancaekek dari HMRH SITH ITB

11 April 2015   05:33 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:16 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Save Rancaekek! Begitulah jargon penyelamatan lingkungan impian dari putra-putri terbaik Indonesia di Bandung. Tahun lalu mereka memenangi kompetisi karya tulis, juara 3. Kini mereka ingin mengaplikasikan konsep dalam paper itu untuk karya nyata bagi warga Rancaekek, yang tercemari limbah pabrik tekstil.

Kelompok mahasiswa Program Studi Rekayasa Hayati dan Rekayasa Pertanian, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, memenangi juara 3 pada lomba kategori paper competition of Technology Challenge “Bio Tech” yang diselenggarakan oleh Jurusan Bioprocess Universitas Indonesia, September 2014. Mereka adalah Syaripudin (Bioengineering ITB 2011), Sisca Dewi Ayudya (Bioengineering ITB 2010), Lisna Wahyuni (Agriculture Engineering 2012), dan Fadya Syifa Hani (Bioengineering ITB 2011), dengan karya tulis berjudul, “Collaboration Techniques Using Microbes and Plant on Constructed Wetland System for Textile Wastewater Treatment in Rancaekek, Bandung, West Java”.

Selama ini bioremediasi ekosistem perairan seperti sungai dan laut umum menggunakan mikroba, karena efektif dan ramah lingkungan. Namun dalam kasus ini, kelompok mahasiswa ini berpikir untuk mengombinasikan bioremediasi dengan mikroba dan fitoremediasi dengan tanaman. Mikroba yang digunakan dalam penelitian ini adalah Desulfovibrio vulgaris, yang merupakan bakteri terkenal dalam mendegradasi senyawa sulfat, suatu bahan kimia pengolahan bahan tekstil, yang berbahaya apabila terdapat dalam jumlah banyak dalam suatu perairan.

Sedangkan tanaman yang digunakan adalah Phragmites australis, tanaman ini dipilih karena terbukti dapat mendegradasi limbah tekstil azo orange color hingga 60%. Selain itu, tumbuhan ini juga merupakan tumbuhan yang secara alami terdapat di Indonesia sehingga relatif mudah diperoleh. Kombinasi ini diharapkan dapat mempercepat proses remediasi air sungai sehingga aman digunakan untuk irigasi maupun keperluan warga sehari-hari.

Dengan pulihnya air sungai ini pula ekosistem sekitar akan mulai terobati dan pulih walaupun dalam kurun waktu yang tidak singkat.

Kemenangan pada kompetisi itu, bagi Himpunan Mahasiswa Rekayasa Hayati (HMRH)-SITH ITB, menjadi kiasan “permohonan maaf” sivitas akademika ITB khususnya yang tidak cukup punya perhatian pada permasalahan pencemaran di kecamatan di timur Bandung itu, yang telah berlangsung 20 tahun lebih.

“Ini barulah karya tulis. Namun kami percaya itu, sehingga kami berteguh tidak akan menyerah untuk mewujudkan cita-cita kami ini, untuk benar-benar meminta maaf pada teman-teman kami di Rancaekek,” tulis Sekar Trisnaning, mahasiswa yang juga Staf Intrakampus HMRH) pada laman facebook Institut Teknologi Bandung, yang memiliki like sebanyak 178 ribu lebih.

Himpunan mahasiswa ini tampaknya mengharapkan kerjasama dari pihak lain, baik dari dalam maupun luar kampus untuk memberikan bukti bukan hanya teori di atas kertas. “Kami menyambut baik uluran tangan dari pihak manapun karena sampai kapanpun manusia tidak bisa tumbuh sendiri, begitu juga kami tidak bisa tumbuh sendiri. Kami membutuhkan bantuan dari banyak pihak, baik dari pemerintah, teman mahasiswa, bapak/ibu dosen, pemerhati lingkungan, warga sekitar, dan pihak-pihak lain,” tulis Sekar. “Nenek moyang telah mengajarkan kita bahwa, berat sama dipikul, ringan sama dijinjing, pekerjaan akan lebih mudah dilakukan bersama-sama. Maka, marilah kita bersama-sama lakukan dan tularkan SAVE RANCAEKEK! Inilah cara kami meminta maaf.”

(Berikut ini uraian dari tulisan Sekar, yang diedit dan disesuaikan, demi keterbacaan)

Rancaekek, kecamatan seluas 4 ribu hektar lebih, di kabupaten Bandung, 160 kilometer dari Ibu Kota Indonesia, Jakarta. Dicapai melalui jalan tol Padaleunyi, keluar di pintu Cileunyi. Sejak 1980, sungai di Rancaekek berubah warna menjadi hitam pekat. Awalnya warga tidak merasa keberatan dengan dampak 3 perusahaan tekstil, yang membuang limbah ke sungai-sungai di daerah itu tanpa IPAL (Instalasi Pengolah Air Limbah). Setelah beberapa tahun, warga mulai resah. Mengapa?

Pencemaran sungai dengan limbah azo dyes oleh perusahaan tekstil tersebut mengurangi akses warga untuk menggunakan air sungai untuk kebutuhan rumah tangga, mengganggu lahan pertanian dan sumur-sumur warga. Produksi pertanian warga menurun dari 7 ton/ha menjadi hanya 1-2 ton/ha. Selama 20 tahun, kondisi sungai dan lahan pertanian warga tidak terselamatkan walaupun pemerintah telah turun tangan. http://hmrh.sith.itb.ac.id/save-rancaekek/

Semua orang berpikir tentang menghukum oknum, menindak tegas pelaku, dan membayar ganti rugi kepada warga. Tapi tidak ada yang memikirkan bagaimana kita harus menyembuhkan sungai, lahan, tumbuhan, dan semua komponen ekosistem yang tercemar. Tidak ada yang memikirkan bagaimana membayar ganti rugi kepada habitat. Para petinggi pabrik berkoar-koar meminta maaf kepada warga, tapi siapa yang pernah meminta maaf pada rumput, belalang, ular sawah, katak, ikan, dan capung yang kehilangan rumah mereka?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun