Pandemi Covid yang hampir dua tahun melanda Indonesia membawa perubahan besar pada sektor pendidikan. Situasi covid yang belum terkendali serta kebijakan PPKM membuat pembelajaran jarak jauh (PJJ) menjadi pilihan utama bagi sebagian besar lembaga pendidikan. Berdasarkan Hasil Assesmen Kemendikbudristek per 16 Agustus 2021, terdapat 204 ribu lebih sekolah di 194 kabupaten kota yang berada pada zona level 4. Kondisi tersebut membuat pembelajaran masih dijalankan dari rumah dan tidak memungkinkan untuk dapat bertatap muka.
Setidaknya ada dua pekerjaan rumah yang harus diselesaikan selama pembelajaran jarak jauh berlangsung. Pertama, menghadirkan proses pembelajaran jarak jauh (PJJ) berkualitas dan kedua, mengatasi ancaman anak putus sekolah (APS).
Dalam upaya menghadirkan pembelajaran jarak jauh yang berkualitas, Pemerintah melalui Kemendikbud telah menyelenggarakan berbagai macam pelatihan untuk guru tentang penggunaan metode dan media pembelajaran yang menunjang PJJ. Selain itu, Pemerintah mendorong pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi baik secara mandiri maupun yang difasilitasi oleh pemerintah.
Dalam hal ini, pemerintah mengembangkan portal belajar secara online yang dapat diakses oleh guru dan peserta didik, antara lain Rumah Belajar, Google for Education dan aplikasi Setara Daring untuk pendidikan kesetaraan. Pemerintah juga meluncurkan program Gerakan Guru Belajar dan Berbagi. Gerakan ini memungkinkan setiap guru bisa berbagi ide dan praktik, baik melalui Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), artikel, video pembelajaran, dan webinar agar  mereka dapat memberikan pembelajaran terbaik bagi peserta didik meskipun masih dalam situasi pandemi Covid-19.
Dengan berbagai upaya yang telah ditempuh, nyatanya masih terjadi banyak kendala dalam pelaksanaan PJJ. Hal ini menimbulkan masalah baru, salah satunya adalah meningkatnya jumlah anak putus sekolah (APS) di Indoensia. Menurut data dari Kemenristek Dikti, jumlah anak putus sekolah di masa pandemi  terus meningkat.Â
Ancaman APS saat pandemi ini sangat nyata. Berawal dari kesulitan orang tua mendukung PJJ, kemudian fasilitas pembelajaran jarak jauh yang terbatas, dan  ketidaksiapan orang tua dalam menemani siswa mengakibatkan anak tidak dapat mengikuti pembelajaran dengan baik. Kesulitan ekonomi keluarga akibat pandemi juga mempercepat peningkatan jumlah anak yang memutuskan untuk meninggalkan sekolah. Mereka memilih untuk bekerja di sektor informal sebagi upaya membantu perekonomian keluarga, menjadi anak jalanan, atau memilih di rumah saja. Kebijakan sekolah gratis dan bantuan pulsa bagi peserta didik belum sepenuhnya membantu anak dari keluarga miskin untuk bertahan di sekolah.
Untuk menjawab permasalah APS ini, salah satu hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah adalah mendorong anak putus sekolah untuk melanjutkan pendidikan mereka melalui jalur pendidikan kesetaraan atau dikenal dengan istilah kejar paket. Pendidikan kesetaraan merupakan salah satu jenis pendidikan nonformal yang memberikan pelayanan pendidikan dasar 12 tahun. Layanan pendidikan kesetaraan meliputi program kejar paket A setara SD, kejar paket B setara SMP, dan kejar paket C setara SMA.
Pendidikan kesetaraan dapat dilaksanakan oleh pihak swasta dan pemerintah. Pihak swasta, pribagi maupun lembaga non pemerintah mendirikan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) yang tersebar di berbagai wilayah baik di kota maupun di pelosok desa. Pendidikan kesetaraan juga dilaksanakan oleh pemerintah melalui lembaga bernama Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) sebagai lembaga pendidikan nonformal negeri. merupakan binaan dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan yang ada di setiap kabupaten atau kota.
Pada umumnya PKBM dan SKB hadir dalam upaya menjembatani kebutuhan anak tidak sekolah (ATS) dan anak putus sekolah (APS) agar mendapatkan kesetaraan pendidikan dan mendapatkan ijazah yang diakui. Ijazah ini nantinya bisa digunakan untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi atau menlamar pekerjaan di sektor formal.
Pendidikan kesetaraan dirasa mampu menjadi jawaban atas permasalahan APS akibat pandemi ini karena memiliki beberapa keunggulan. Pertama, model pembelajaran yang dilakukan terdiri dari tiga bentuk, yaitu pembelajaran tatap muka, pembelajaran mandiri dan pembelajaran tutorial. Hal ini disesuaikan dengan kondisi peserta didik karena kebanyakan dari mereka tidak bisa sepenuhnya mengikuti pembelajaran tatap muka seperti di sekolah formal.Â
Peserta didik dapat mempelajari modul pembelajaran secara mandiri dengan pendampingan tutor secara daring dan atau luring. Kedua, waktu belajar lebih fleksibel. Terdapat kelas pagi dan malam sehingga siswa bisa mengikuti pembelajaran sepulang bekerja. Selain itu, desain kurikulum yang diaplikasikan merupakan jenis kurikulum fungsional yang dikembangkan sesuai dengan tujuan pembelajaran pendidikan kesetaraan yaitu mendukung kehidupan sehari-hari. Peserta didik dibekali dengan kemampuan kecakapan hidup dan kewirausahaan yang dimaksudkan agar lulusan pendidikan kesetaraan mempunyai bekal hidup dan bekal berwirausaha sesuai dengan potensi diri dan potensi daerah masing-masing.