Mohon tunggu...
Dailymonthly
Dailymonthly Mohon Tunggu... Freelancer - Just Another Blog

Budayakan Membaca Dailymonthly | Prima H. I have been writing for over 10 years. I have written on various topics such as politics, technology, and entertainment. However, my true passion lies in writing about comprehensive analysis and from various points of view. I believe that writing from multiple perspectives allows me to explore my subjects, settings, and moral gray areas from a wider variety of perspectives, which sustains complexity and keeps the reader interested. I have written several articles on this topic and am considered an expert in the field.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Kota Hijau di Indonesia: Sebuah Strategi untuk Pembangunan Kota Berkelanjutan

27 Mei 2023   09:18 Diperbarui: 27 Mei 2023   09:26 1614
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Bing Image Creator)

Kota Hijau di Indonesia: Sebuah Strategi untuk Pembangunan Kota Berkelanjutan

Kota hijau adalah wilayah perkotaan yang menerapkan program dan langkah-langkah yang dirancang untuk mempromosikan konservasi sumber daya alam, pelestarian lingkungan, dan pembangunan berkelanjutan. Konsep kota hijau berkaitan erat dengan konsep kota berkelanjutan dan kota ramah lingkungan. Kota berkelanjutan mengejar model pembangunan perkotaan berwawasan ke depan yang mempertimbangkan kebutuhan generasi mendatang. 

Tujuan keberlanjutan meliputi keadilan sosial, kemajuan teknologi, dan kemakmuran ekonomi serta pelestarian lingkungan. Kota-kota ramah lingkungan mengupayakan keseimbangan ekologi dan keberlanjutan dalam keputusan yang berkaitan dengan penggunaan lahan, perumahan, transportasi, energi, pembangunan ekonomi, kesehatan masyarakat, dan kesejahteraan sosial.

Ilustrasi: Kota Hijau (Bing Image Creator)
Ilustrasi: Kota Hijau (Bing Image Creator)

Gerakan untuk menciptakan kota hijau didorong oleh tantangan lingkungan dan sosial ekonomi yang terkait dengan pertumbuhan populasi dan urbanisasi. Populasi dunia mencapai 7,9 miliar pada tahun 2020, dengan 56 persen tinggal di perkotaan dan 1 miliar tinggal di daerah kumuh perkotaan. Meskipun kota hanya menempati 3 persen dari luas daratan dunia, kota mengkonsumsi 75 persen sumber daya alam dunia dan menyumbang 70 persen emisi gas rumah kaca yang berkontribusi terhadap perubahan iklim. 

Pertumbuhan kota yang cepat juga dapat menimbulkan masalah terkait penggunaan air, konsumsi energi, pembuangan limbah, kemacetan lalu lintas, dan kesehatan masyarakat. Dengan populasi global yang diproyeksikan tumbuh menjadi 10,9 miliar pada tahun 2100, dan 68 persen dari jumlah tersebut diperkirakan akan tinggal di kota, para pendukung kota hijau berpendapat bahwa model urbanisasi yang ada saat ini tidak berkelanjutan.

Gerakan untuk menciptakan kota hijau mencakup berbagai kebijakan publik dan inisiatif perencanaan kota yang dirancang untuk membantu membuat kota menjadi lebih berkelanjutan, termasuk membangun sistem transportasi umum yang efisien dan mudah diakses; menyediakan ruang hijau, jalur pejalan kaki, dan jalur sepeda; mempromosikan penggunaan sumber energi terbarukan; membangun gedung-gedung hemat energi; memulihkan lahan basah dan garis pantai yang rusak; mendukung pertanian lokal dan kebun masyarakat; melembagakan program daur ulang dan pengurangan limbah; dan meningkatkan kesadaran masyarakat akan isu-isu ekologi.

Indonesia merupakan salah satu negara dengan populasi terpadat dan urbanisasi terbesar di dunia, dengan perkiraan populasi 273 juta jiwa pada tahun 2020, 56 persen di antaranya tinggal di daerah perkotaan. Indonesia menghadapi banyak tantangan terkait urbanisasi, seperti pertumbuhan penduduk yang cepat, degradasi lingkungan, kesenjangan sosial, kemiskinan, dan risiko bencana. Untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut, Indonesia telah mengadopsi strategi nasional untuk pembangunan kota hijau yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan penduduk kota sambil meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan. Strategi ini melibatkan empat pilar utama: perencanaan dan desain hijau, ekonomi dan tata kelola hijau, pemberdayaan masyarakat hijau, serta infrastruktur dan layanan hijau. 

Indonesia juga telah meluncurkan beberapa inisiatif untuk mendukung pembangunan kota hijau di tingkat lokal, seperti program Rencana Aksi Kota Hijau (Green City Action Plan/GCAP) yang memberikan bantuan teknis dan pendanaan bagi kota-kota terpilih untuk mengimplementasikan proyek-proyek hijau. Beberapa contoh proyek kota hijau yang berhasil di Indonesia termasuk pengembangan sistem Bus Rapid Transit (BRT) di Jakarta dan Bandung, restorasi hutan kota dan taman di Bogor dan Surabaya, promosi pertanian organik dan pengelolaan limbah di Malang dan Yogyakarta, serta pemasangan panel surya dan digester biogas di Denpasar dan Palembang.

Ilustrasi ( Bing Image Creator)
Ilustrasi ( Bing Image Creator)

Kota hijau bukan hanya sebuah visi untuk masa depan, tetapi juga sebuah kenyataan bagi banyak daerah perkotaan di Indonesia. Dengan mengadopsi prinsip dan praktik kota hijau, Indonesia dapat mencapai tujuan pembangunan kota yang berkelanjutan sekaligus meningkatkan ketangguhannya dalam menghadapi tantangan lingkungan dan sosial.

Tantangan dan Peluang Urbanisasi dan Kota Hijau di Indonesia

Indonesia telah mengalami peningkatan urbanisasi yang luar biasa sejak tahun 1970-an, yang didorong oleh migrasi dari desa ke kota dan pembangunan ekonomi. Pada tahun 1950, hanya 15% penduduk Indonesia yang tinggal di daerah perkotaan. Pada tahun 1990, jumlah ini meningkat dua kali lipat menjadi 30%. Pada tahun 2021, lebih dari separuh penduduk Indonesia tinggal di kota besar dan kecil. Pada tahun 2045, pada ulang tahun keseratus kemerdekaan Indonesia, proporsi ini diperkirakan akan meningkat menjadi lebih dari 70%. 

Urbanisasi telah membawa banyak manfaat bagi Indonesia, seperti pendapatan yang lebih tinggi, pendidikan yang lebih baik, dan lebih banyak peluang untuk industri dan jasa. Namun, urbanisasi juga telah menciptakan banyak tantangan, seperti kemacetan, polusi, ketidaksetaraan, pemukiman kumuh, dan degradasi lingkungan. Untuk mengatasi tantangan-tantangan ini dan mewujudkan potensi penuh dari urbanisasi, Indonesia perlu mengadopsi pendekatan kota hijau yang bertujuan untuk meningkatkan keberlanjutan, inklusivitas, dan kelayakan huni di daerah perkotaan.

Gerakan kota hijau muncul pada tahun 1970-an di Berkeley, California, dengan tujuan untuk mengurangi perluasan wilayah di San Francisco Bay Area dan mendorong perencanaan dan desain kota berdasarkan prinsip-prinsip ekologi. Sejak saat itu, banyak kota di seluruh dunia telah mengadopsi kebijakan dan praktik kota hijau untuk mengurangi dampak lingkungan dan meningkatkan kualitas hidup mereka. Konsep kota hijau sangat relevan untuk Indonesia, yang memiliki salah satu tingkat kehilangan keanekaragaman hayati dan deforestasi tertinggi di dunia. Pendekatan kota hijau berupaya menyeimbangkan pembangunan perkotaan dengan pelestarian lingkungan dengan mendorong pembangunan yang kompak, serba guna, dan berorientasi pada angkutan umum; meningkatkan ruang hijau perkotaan dan habitat alami; meningkatkan pengelolaan limbah dan daur ulang; meningkatkan efisiensi energi dan sumber energi terbarukan; serta mendorong partisipasi masyarakat dan kohesi sosial.

Untuk mengimplementasikan pendekatan kota hijau secara efektif, Indonesia perlu melakukan beberapa hal: Meningkatkan cakupan dan kualitas layanan dasar dan infrastruktur perkotaan; Menghubungkan wilayah perkotaan dengan ukuran yang berbeda satu sama lain, dengan wilayah pedesaan di sekitarnya, dan dengan pasar internasional; dan Menyasar tempat-tempat dan orang-orang yang mungkin tertinggal akibat proses urbanisasi. 

Aksi-aksi ini membutuhkan reformasi kelembagaan yang berani dan kebijakan yang tegas di semua tingkat pemerintahan, serta kolaborasi di antara berbagai pemangku kepentingan, seperti sektor swasta, masyarakat sipil, akademisi, dan mitra internasional. Dengan bertindak sekarang, Indonesia dapat memastikan bahwa proses urbanisasi yang terjadi mengarah pada peningkatan kesejahteraan, inklusivitas, dan kelayakan huni yang berkelanjutan bagi seluruh warganya.

Di Indonesia, beberapa kota telah menerapkan inisiatif kota hijau untuk mengatasi masalah-masalah urbanisasi, seperti hilangnya ruang terbuka hijau, polusi udara dan air, kemacetan lalu lintas, pengelolaan sampah, dan perubahan iklim. Namun, keberhasilan dari inisiatif-inisiatif tersebut bergantung pada komitmen pemerintah dan partisipasi masyarakat. 

Energi. 

Energi merupakan salah satu faktor kunci yang menentukan kinerja lingkungan sebuah kota. Menurut Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia, konsumsi energi di Indonesia meningkat sebesar 6,4% per tahun dari tahun 2010 hingga 2019, terutama didorong oleh sektor industri dan transportasi. Mayoritas pasokan energi di Indonesia berasal dari bahan bakar fosil, seperti batu bara, minyak, dan gas, yang berkontribusi terhadap emisi gas rumah kaca dan pemanasan global. 

Oleh karena itu, ada kebutuhan bagi kota-kota untuk beralih ke sumber energi terbarukan, seperti tenaga air, tenaga surya, angin, biomassa, dan panas bumi. Beberapa kota di Indonesia telah mengambil langkah untuk mempromosikan pengembangan dan pemanfaatan energi terbarukan. 

Sebagai contoh, Kota Parepare di Sulawesi Selatan telah memasang panel surya pada bangunan publik dan lampu jalan. Kota Semarang di Jawa Tengah telah mengimplementasikan proyek limbah menjadi energi yang mengubah sampah kota menjadi listrik. Upaya-upaya ini tidak hanya mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, tetapi juga menciptakan peluang ekonomi dan manfaat sosial bagi masyarakat setempat.

Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan adalah aspek penting lainnya yang mempengaruhi keberlanjutan sebuah kota. Urban sprawl, yang merupakan perluasan wilayah perkotaan ke wilayah pedesaan atau lahan alami, dapat menyebabkan berbagai dampak negatif, seperti hilangnya keanekaragaman hayati, erosi tanah, kontaminasi air, peningkatan biaya infrastruktur, dan berkurangnya kohesi sosial. Untuk mencegah perluasan wilayah perkotaan dan melestarikan ruang terbuka hijau, beberapa kota di Indonesia telah mengadopsi strategi pertumbuhan yang cerdas yang mendorong pembangunan yang kompak dan beragam di dalam batas-batas wilayah perkotaan. 

Sebagai contoh, Kota Kediri di Jawa Timur telah menerapkan peraturan zonasi yang membatasi ketinggian dan kepadatan bangunan di area tertentu. Kota Padang di Sumatera Barat telah membangun jalur hijau di sepanjang garis pantai untuk melindungi ekosistem bakau dan menyediakan ruang rekreasi bagi warga. Selain itu, ruang terbuka hijau juga dapat meningkatkan kelayakan huni dan daya tarik kota dengan menyediakan berbagai fungsi seperti efek pendinginan, pemurnian udara, retensi air, pengurangan kebisingan, nilai estetika, dan peningkatan kesehatan mental.

Transportasi

Transportasi adalah aspek penting lainnya yang mempengaruhi keberlanjutan sebuah kota. Pesatnya pertumbuhan kendaraan bermotor di Indonesia mengakibatkan tingginya tingkat polusi udara, emisi gas rumah kaca, kemacetan lalu lintas, kecelakaan lalu lintas, dan gangguan kebisingan. Untuk mengurangi masalah-masalah tersebut dan meningkatkan mobilitas dan aksesibilitas bagi penduduk perkotaan, beberapa kota di Indonesia telah mengembangkan moda transportasi alternatif yang lebih efisien dan ramah lingkungan. 

Sebagai contoh, Kota Jakarta telah mengembangkan sistem mass rapid transit (MRT) yang menghubungkan berbagai bagian kota dengan kereta listrik. Kota Bandung di Jawa Barat telah memperkenalkan program bike-sharing yang memungkinkan masyarakat untuk menyewa sepeda dari stasiun yang telah ditentukan. Kota Surabaya di Jawa Timur telah menerapkan hari bebas kendaraan bermotor setiap hari Minggu yang mendorong masyarakat untuk berjalan kaki atau bersepeda di jalan-jalan tertentu. Inisiatif-inisiatif ini tidak hanya meningkatkan kualitas hidup penduduk kota, namun juga meningkatkan kesadaran dan dukungan terhadap transportasi yang berkelanjutan.

 Bangunan dan Perumahan

Bangunan dan perumahan juga merupakan aspek penting yang menentukan keberlanjutan sebuah kota. Bangunan mengkonsumsi sejumlah besar energi dan sumber daya selama fase konstruksi, operasi, dan pemeliharaan, dan menghasilkan sejumlah besar limbah dan emisi. Oleh karena itu, praktik bangunan hijau yang bertujuan untuk meminimalkan dampak lingkungan dari bangunan melalui efisiensi energi dan sumber daya, penggunaan bahan terbarukan atau tidak beracun, pengurangan limbah, peningkatan kualitas udara dalam ruangan, dan langkah-langkah keberlanjutan lainnya diperlukan
untuk menciptakan ruang yang lebih bertanggung jawab secara sosial. 

US Green Building Council (USGBC) membentuk Kepemimpinan dalam standar Desain Energi dan Lingkungan (LEED) untuk membantu para pembangun menciptakan bangunan yang lebih berkelanjutan. Di Indonesia, beberapa kota telah mengadopsi standar LEED atau mengembangkan pedoman bangunan hijau mereka sendiri untuk mendorong pembangunan bangunan hijau. 

Sebagai contoh, Provinsi Bali telah mengeluarkan peraturan gubernur yang mewajibkan semua bangunan baru untuk mematuhi prinsip-prinsip bangunan hijau. Kota Madiun di Jawa Timur telah menerapkan program yang memberikan insentif bagi pemilik rumah yang memasang panel surya di atap rumah atau sistem penampungan air hujan. Upaya ini tidak hanya mengurangi biaya operasional bagi pemilik bangunan, namun juga berkontribusi terhadap mitigasi perubahan iklim.

Perencanaan dan Tata Kelola

Perencanaan dan tata kelola juga merupakan aspek penting yang mempengaruhi keberlanjutan sebuah kota. Pejabat kota mengendalikan keputusan tentang pengeluaran publik untuk transportasi, misalnya, dan mereka juga menetapkan kebijakan yang memandu pembangunan dan investasi swasta. Dalam beberapa hal, kepemimpinan kota dapat mempengaruhi perubahan dan menentukan arah ketika pemerintah nasional gagal memimpin. Pada bulan Juni 2017, misalnya, Presiden Donald Trump mengumumkan bahwa ia akan menarik Amerika Serikat dari komitmennya di bawah Perjanjian Paris, sebuah perjanjian tahun 2015 di bawah Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perubahan Iklim untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan mempertahankan tingkat suhu global.

Dalam waktu satu bulan setelah pengumuman Trump, pemerintah daerah pemerintah daerah dan pejabat bisnis di seluruh Amerika Serikat mengeluarkan deklarasi We Are Still In, yang menegaskan komitmen berkelanjutan dari komunitas dan organisasi masing-masing untuk memerangi perubahan iklim. Hingga Februari 2019, deklarasi tersebut telah menerima lebih dari 3.500 tanda tangan dari para walikota, gubernur, pejabat suku, pemimpin agama, pemilik bisnis, dan lainnya yang mewakili masyarakat di lima puluh negara bagian, Di Indonesia, beberapa kota telah menunjukkan kepemimpinan dan inisiatif dalam mengejar tujuan kota hijau. 

Sebagai contoh, Kota Semarang di Jawa Tengah telah membentuk Forum Kota Hijau yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan dari lembaga pemerintah, akademisi, sektor swasta, organisasi masyarakat sipil dan media untuk mengkoordinasikan dan memantau program-program kota hijau. Kota Kediri di Jawa Timur telah membuat Visi Kota Hijau yang menguraikan tujuan jangka panjang dan strategi untuk mencapai keberlanjutan. Contoh-contoh ini menunjukkan bagaimana perencanaan dan tata kelola dapat memainkan peran kunci dalam menciptakan kota hijau.

Kesimpulan. Kota hijau adalah wilayah perkotaan yang berusaha mencapai keberlanjutan dalam berbagai aspek seperti energi, tata guna lahan, transportasi, bangunan dan perumahan, serta perencanaan dan tata kelola, serta perencanaan dan tata kelola. Dengan mengadopsi konsep kota hijau, kota dapat mengurangi dampak lingkungan, meningkatkan kesejahteraan sosial dan ekonomi, serta meningkatkan ketahanan kota terhadap berbagai tantangan. 

Di Indonesia, beberapa kota telah menerapkan inisiatif kota hijau untuk mengatasi masalah-masalah urbanisasi seperti hilangnya ruang terbuka hijau polusi udara dan air, kemacetan lalu lintas, pengelolaan sampah, dan perubahan iklim, Namun, keberhasilan inisiatif ini tergantung pada komitmen pemerintah dan partisipasi masyarakat.

Oleh karena itu, diperlukan lebih banyak kolaborasi dan koordinasi di antara para pelaku yang berbeda untuk mendukung implementasi konsep kota hijau di Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun