Bioterorisme: Ancaman terhadap Keamanan dan Kesehatan Global
Bagaimana senjata biologis digunakan, apa saja risikonya, dan apa yang dapat dilakukan untuk mencegah dan menanggapinya.
Bioterorisme adalah penggunaan sengaja kekerasan yang didorong oleh tujuan politik yang terselubung atau terang-terangan. Dalam bioterorisme, tindakan tersebut dilakukan dengan senjata biologi, atau bioweapon, yang merupakan agen penyebab penyakit atau penyakit yang sengaja dilepaskan untuk membuat manusia atau hewan dan tanaman pertanian sakit. Juga disebut sebagai senjata kuman, agen ini termasuk virus, bakteri, jamur, dan racun. Karena potensi teoretis bioweapon untuk menyebabkan pandemi dan kematian pada skala luas, mereka dianggap sebagai senjata pemusnah massal (WMD), bersama dengan senjata kimia dan nuklir.
Perang biologi adalah penggunaan sengaja senjata seperti itu untuk membunuh atau melumpuhkan musuh.
Hukum internasional melarang negara-negara untuk mengembangkan, menimbun, atau mentransfer senjata biologi, dan melarang penggunaannya dalam perang konvensional. Namun, beberapa negara diduga masih memiliki stokpile, dan hukum internasional yang berlaku untuk negara-negara mungkin tidak diikuti oleh individu atau kelompok teroris yang menemukan cara untuk mencuri, membeli, atau membuatnya. Pakar keamanan menganggap bioterrorism sebagai ancaman yang signifikan bagian karena beberapa senjata biologi relatif mudah dibuat dan biaya lebih murah untuk diproduksi daripada banyak senjata konvensional.
Beberapa karakteristik membedakan senjata biologi dari senjata lainnya. Sementara sebagian besar konvensional senjata seperti senjata dan bahan peledak memiliki efek seketika, senjata biologi sering memiliki waktu inkubasi yang panjang. Faktor ini, dikombinasikan dengan fakta bahwa bioweapon bisa tidak terlihat dan bebas dari bau atau rasa, membuat deteksinya sulit. Beberapa juga memiliki potensi kapasitas untuk bereproduksi dan menyebar dari orang ke orang, memungkinkan dispersal kecil untuk berpotensi menyebabkan penyakit luas. Pemerintah AS telah membuat rencana untuk memastikan berbagai sistem siap untuk berkoordinasi dan merespons dengan tepat dan efektif dalam peristiwa seperti itu.
Di Indonesia, ancaman bioterrorism juga perlu diwaspadai karena beberapa kasus terkait penggunaan agen biologis oleh kelompok teroris telah terjadi atau direncanakan di masa lalu. Misalnya, pada 2005 dan 2012, ada upaya mengirim serbuk putih yang diduga antraks melalui amplop ke Kedutaan Indonesia di Canberra Australia dan Kedutaan Perancis di Jakarta. Pada 2019, polisi menangkap sel Jamaah Ansharud Daulah (JAD) Â jaringan pro-Islamic State (IS) terbesar di Indonesia yang merencanakan serangan bunuh diri menggunakan bom yang mengandung racun abrin di Cirebon, Jawa Barat. Abrin adalah toksin biologis yang berasal dari biji rosary pea dan sangat mematikan. Ini adalah bom pertama di Indonesia yang menggunakan zat biologis sebagai salah satu bahan utamanya.
Meskipun saat ini kelompok teroris Indonesia tampaknya tidak memiliki niat atau kemampuan untuk menggunakan agen biologis kategori A seperti antraks untuk melancarkan serangan, potensi serangan bioterrorism tetap ada di depan mata. Analis keamanan pernah menyarankan pemerintah segera membuat peraturan untuk mencegah ancaman bioterrorism seperti antraks, tetapi sampai sekarang aturan tersebut belum ada. Padahal, penggunaan senjata biologi sebagai bioterrorism sulit dibedakan dari wabah biasa yang bersifat alami seperti flu burung, rabies, leptospirosis dan brucellosis yang menjadi potensi wabah bersumber dari hewan. Oleh karena itu, diperlukan kesiapsiagaan kesehatan masyarakat yang luas dan koordinasi antara berbagai lembaga terkait untuk mengantisipasi dan menangani ancaman bioterrorism di Indonesia.
Senjata biologi dapat diklasifikasikan dengan beberapa cara berbeda: berdasarkan jenis organisme yang digunakan, berdasarkan metode pengiriman, dan berdasarkan efek paparan. Jenis organisme yang digunakan dalam senjata kuman meliputi bakteri, virus, jamur, dan toksin. Hampir semua jenis agen biologis yang menyebabkan penyakit dapat menjadi senjata potensial; namun, karakteristik tertentu membuat agen tertentu lebih layak. Karakteristik ini meliputi kemudahan pembuatan, kemampuan untuk disimpan dengan aman, dan kemampuan untuk bertahan metode dispersal seperti penyemprotan aerosol atau ledakan bom. Korban dapat terinfeksi dengan agen biologis melalui kontak dengan kulit, pencernaan, atau pernapasan. Efeknya bervariasi dari sakit dan membunuh dengan racun atau penyakit, hingga menghancurkan tanaman atau ternak, hingga melumpuhkan masyarakat.
Bakteri adalah organisme mikroskopis bersel tunggal yang dapat berkembang biak dengan cepat. Bakteri yang digunakan untuk menghasilkan senjata biologi meliputi pes, Francisella tularensis, rickettsiae, dan antraks. Antraks menimbulkan kekhawatiran ekstrem di Amerika Serikat pada Oktober 2001 ketika negara itu masih terguncang dari serangan teroris 11 September 2001. Selama beberapa minggu, sejumlah surat yang mengandung antraks dalam
bentuk bubuk putih dikirimkan ke tokoh politik dan media, termasuk anggota Kongres.