Pengusir setan: Kisah Kejahatan dan Kebohongan
Mengungkap rahasia gelap di balik film paling menakutkan yang pernah dibuat.
William Peter Blatty, penulis dan terkadang sutradara, mungkin paling dikenal karena novel okultismenya, The Exorcist, yang menghabiskan waktu 60 minggu di daftar buku terlaris sebelum diadaptasi ke layar lebar oleh William Friedkin.Â
Meskipun mendapat sambutan hangat dari publikasi intelektual seperti Jesuit Quarterly, Civilta Cattolica, dan The Catholic News, karya Blatty ini telah disalahpahami dan disalahartikan selama bertahun-tahun.Â
Saat ini, banyak anak muda yang mengasosiasikan apa pun yang berhubungan dengan kata "Exorcist" sebagai film slasher, dan gagal mengenali tema novel yang kompleks dan penelitian yang mendalam.
Dalam The Exorcist, Blatty bermaksud mengungkapkan rasa terima kasih kepada para Yesuit atas pendidikannya, namun film ini menjadi sebuah perjalanan rollercoaster sinematik yang membuat para penonton berteriak, pingsan, muntah, dan bertepuk tangan.Â
Kisah novel tentang kerasukan setan dan pengusir setan ini langsung mengubah Blatty menjadi "penguasa kegelapan", pencipta salah satu kisah teror modern yang paling mengerikan. 17 tahun kemudian, Blatty mengadaptasi buku terlarisnya yang berbobot, Legion, menjadi film horor sederhana, The Exorcist III, yang mengandalkan "derit dan bayangan pikiran" daripada taktik kejutan yang mendalam seperti film aslinya.
Meskipun dicirikan sebagai film horor, Blatty tidak pernah bermaksud menakut-nakuti penontonnya, tetapi untuk meyakinkan mereka. Pernah mempertimbangkan untuk menjadi seorang pendeta, ia beralasan bahwa jika penonton percaya pada realitas setan, mereka mungkin juga akan mempertimbangkan keberadaan Tuhan. Namun, banyak anak muda saat ini hanya melihat "bagian kecil dari kejutan, vulgar, dan darah" dalam film The Exorcist, tidak termasuk semua aspek thriller psikologisnya.
The Exorcist karya William Peter Blatty telah menjadi kisah horor klasik yang telah disalahpahami dan disalahartikan selama bertahun-tahun. Blatty bermaksud untuk mengungkapkan rasa syukur dan menciptakan film thriller psikologis yang kompleks yang juga akan mendorong penonton untuk mempertimbangkan keberadaan Tuhan.Â
Terlepas dari kesuksesan awalnya, warisan The Exorcist telah diasosiasikan sebagai film slasher sederhana, yang gagal untuk mengenali tema-tema yang rumit dan penelitian yang mendalam.
Dorongan Ilahi Blatty dalam Novel dan Film
Novel dan film Blatty ditandai dengan keyakinannya yang kuat terhadap Tuhan, saat ia menjalin eksplorasi religius dengan narasi yang mendebarkan. Dari The Ninth Configuration hingga Legion, karya-karya non-komik Blatty memiliki elemen ilahi yang berusaha memecahkan pertanyaan teologis yang kompleks.Â
Dalam The Exorcist III, Blatty bertujuan untuk memberikan hiburan sambil memberikan sentuhan pada tema novelnya, karena ia tahu bahwa film berdurasi 90 menit tidak dapat sepenuhnya mengatasi masalah kejahatan.
Hubungan Blatty dengan para produser terkadang konfrontatif, namun hubungannya dengan mantan kolaboratornya William Friedkin bahkan lebih tegang, membuat Blatty menyutradarai sendiri The Exorcist III.Â
Terlepas dari sejarah mereka, Friedkin ingin mengubah cerita secara keseluruhan, termasuk proposal yang melibatkan Linda Blair yang merasuki anak kembar. Pada akhirnya, Blatty tetap setia pada visinya untuk mengeksplorasi sifat Tuhan dan kejahatan, bahkan di tengah tekanan industri hiburan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H