Mohon tunggu...
Dail Maruf
Dail Maruf Mohon Tunggu... Guru - Ketua Yayasan Semesta Alam Madani Kota Serang

Guru pembelajar, motivator, dan penulis buku dan artikel

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Aku Mau Jalan Kaki!

15 Oktober 2022   11:55 Diperbarui: 15 Oktober 2022   12:33 391
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber : lifestyle.kompas.com

AKU MAU JALAN KAKI ... !!!

Mamat anak keenam dari 13 bersaudara yang lahir pada saat Indonesia merdeka. Saat ini usianya sama dengan usia Indonesia merdeka. Sudah 77 tahun menjadi manusia dan menikmati panjang usia. Banyak nikmat Tuhan yang diterimanya selama hidup sejak masa anak-anak, remaja, dewasa, hingga lansia. 

Nikmat menjadi manusia sempurna punya banyak saudara kandung ia terima dengan suka cita. Nikmat punya wajah ganteng bahkan paling ganteng diantara semua saudara prianya, membuatnya menjadi anak paling di sayang kedua orang tuanya.

Saat kecil, Mamat sering diajak Abahnya bersilaturahmi mengunjungi karib kerabatnya denan jalan kaki, mulai dari jarak dekat 1 Km hingga jauh 10 Km dijalani  Mamat. Alasan Abahnya membawa Mamat karena parasnya ganteng dan murah senyum sehingga tuan rumah menjadi senang padanya, dan seperti biasa di Indonesia, saat tamu pamit jika membawa balita atau anak-anak memberi hadiah uang jajan. Sekedar untuk belie s atau minum katanya.

Rupanya karena dalam sehari bisa 2 hingga 3 famili yang dikunjungi,  maka uang jajan yang diterima Mamat lumayan bisa untuk beli lauk makan malam keluarga saat pulang jelang magrib. Kadang  Mamat menolak dan bilang yang lain saja Abah yang diajak, aku cape, kakiku pegal. Ya sudah Abah pergi dengan adikmu saja kalau kamu lagi kecapean.

Pekan depannya sambil setengah membujuk kembali Abahnya mengajak Mamat untuk menemaninya berkunjung pada family lainnya. Karena tak tega dan takut bahnya marah Mamat biasanya menurut saja. Hal ini terjadi hingga Mamat tamat Sekolah Dasar. Nah jaman dulu masis Sekolah Rakyat dan dalam kelulusan, tidak semua murid dapat surat lulus, sebagian besar dapatnya tanda tamat belajar.

Bedanya yang dapat tanda tamat belajar belum dapat melanjutkan ke jenjang berikutnya, dan Mamat termasuk yang Lulus bisa melanjutkan. Hanya ada 2 murid  yang lulus di SD tempat sekolahnya Mamat, diriny dan satu teman lainnya. Cita-cita mamat ingin jadi Insinyur bisa bikin pesawat. Ia ingin masuk ST kalau sekarang STM atau SMK  rumpun teknik.

Abahnya tak mendukung, karena tetangga lainnya jika anak tamat SD memang jarang yang melanjutkan sekolah. Sebagian pergi ke Betawi atau Jakarta menjadi kondektur atau kuli panggul di Pelabuhan Tanjung Priuk. 

" Ngapain kamu sekolah Mat, mau jadi Kompeni, sudah besar mah mending kuli ke Tanjung Priok seperti aanaknya mang Nurdin".

Mendengar jawaban dari abahnya, Mamat kecewa. Ada rasa marah, sedih dan kesal yang tiada tara. Abahnya punya banyak tanah dan beberapa ternak hewan. Menurutnya bisa sedikit dijual untuk biaya dirinya sekolah.  Namun ia tak kehabisan akal, ia rayu Ibunya sambil tunjukan Ijazah dan tanda lulusnya.

Ibunya memeluk dan sambil meneteskan air mata, bilang pada Mamat :

" Insya Allah kamu akan Ibu dukung untuk sekolah, tapi Ibu hanya bisa kasih kamu beras untuk bekal kalau mau mondok sambil sekolah".

Dengan gembira Mamat memeluk erat Ibu kesayangannya dan mengucapkan terima kasih. Sambil mengatakan :

" Terima kasih Bu, Mamat akan menjadi anak yang Ibu banggakan, dan nanti ibu tidak perlu numbuk padi lagi, kita beli beras saja kalau Mamat sudah jadi orang"

Ibunya mengamini, dan meminta Mamat untuk mengemas bekal pakaian dan perlatan yang dibutuhkan jika akan berangkat mondok. Selanjutnya Mamat berpikir mondok kemana yang ada sekolahnya, dan ia boleh mondok dan sekolah tapi tak perlu bayar, boleh bayar dengan bantu kerjaan kiyai atau Nyai?.

Setelah ia diskusi dengan Ibunya, maka ia setuju untuk mondok di KH. Halimi di Malanggah masih ada hubungan Famili jauh, namun pasti mengenal Ibunya.  Hari kebeangkatan tiba, dan Mamat pamit kepada Abahnya yang hanya terdiam melihat anaknya pergi. Tak memberikan bekal dan tak terucap kata-kata apapun.

Ibunya melepas kepergian Mamat dengan derai air mata dan membekali sedikit uang receh dari kutangnya ( zaman now BeHa) dan 10 liter beras yang ia tumbuk sendiri. Sampaikan salam Ibu kepada Pak Kiyai, dan ini ada pisang 2 sisir tolong berikan padanya.

Selama 3 tahun mamat mondok dan sekolah di Malanggah dengan Free, dan Pak Kiyai membolehkan santrinya bernama Mamat membayar biaya mondok dan makannya dengan mengerjakan kerjaannya dan Nyai. Mencari kayu bakar, menimba  air sumur / mengisi bak mandi serta cuci piring. Imbalannya Mamat bisa ikut makan malam, sehingga bekal berasnya hanya untuk makan siang atau sarapan.

Jika ingin uang jajan, Mamat ikut kuli manjat pohon kelapa mengambil kelapa kering untuk dibuat minyak keletik atau zaman now Coconut Oil. Dari keringatnya mengumpulkan ratusan buah kelapa ia dapat upah sekedar untuk beli garam atau  ikan asin.  Supaya ada lauk makan siang atau sarapan, karena  makan di dapur Pak kiyai  hanya malam saja.

Sebulan atau 2 bulan sekali jika beras sudah habis, Mamat pulang berjalan kaki yang jarak PP sekita 20 Km. Ia lakoni dengan  hati riang, karena ia yakin bahwa masa depannya akan bagus daripada teman-temannya yang kuli ke Betawi atau Tanjung Priuk.  Seperti biasa, saat berangkat kembali ke Pondok, hanya Ibunya yang membekali 10 Kg beras sambil memeluk dan mencium putranya yang semangat menuntut ilmu.

Waktu berlalu cepet, 3 tahu sudah mamat mondok di Malanggahdan dan Mamat ingin pindah melanjutkan sekolahnya ke SPG.  Namun sekolahnya bukan di Pondok tempat ia mengaji semula. Namun ke Kubang yang di sana ada PGA sawasta yang dikelola Ponpes Nur El Falah pimpinan KH Abdul  Kabier, Alumni Ponpes Tebu Ireng Jombang. Setelah menghadap Pak Kiyai dan menyampaikan maksudnya ingin melanjutkan mondok dan sekolah PGA namun tak punya biaya, bersedia bekerja bantu di Pondok, Pak Kiyai ternyata memperbolehkan.

Langsung Mamat sujud syukur dihadapan pak kiyai sambil meraih tangan pak Kiyai dan menciumi tangannya bolak balik.

"Terima kasih pak kiyai, saya berjanji tak akan mengecewakanmu, dan akan menjadi santri yang akan membanggakanmu"

Kiyai sambil manggut-manggut dn tersenyum berucap : "Aamiin, bah doakan semoga kamu jadi Kiyai kelak Mat, kamu cerdas, pekerja keras dan baik"

Laju waktu bagaikan kitana pedang dan 3 tahun pun berlalu, Mamat kini mennjadi asisten Pak Kiyai, jika beliau berhalangan kurang sehat atau ada undangan maka yang menggantikan mengajar santri adalah Mamat.

whatsapp-image-2022-10-15-at-11-52-22-634a3c9f4addee092d255b83.jpeg
whatsapp-image-2022-10-15-at-11-52-22-634a3c9f4addee092d255b83.jpeg

sumber : spiritnews.co.id

Setelah lulus PGA, Mamat diberikan hadiah SK PNS guru agama oleh pak Kiyai, zaman itu siapa saja bisa baca dan tulis serta mau mengajar bisa dengan mudah menjadi guru. Bahkan ditawarkan, memang ada sedikit biaya, katanya untuk menjemput SK dari menteri agama ke rumah yang bersangkutan. 

Murah hanya 25 rupiah tapi jarang yang mampu. Kedua jadi guru upahnya kecil hanya 5 rupiah, sedangkan kuli di Tanjung Priuk bisa 50 rupiah. Kurs saat ini bagaikan gaji 500 ribu dengan 5 juta, sehingga banyak yang tadinya guru banting stir jadi kuli ke Tanjung Priuk.

Mamat tidak demikian, ia berusaha bersyukur dan ingin membayar kebaikam gurunya yang telah memberikan SK PNS guru agama dengan Free, dengan mengabdi di PGA tempat ia menimba ilmu hingga jadi asisten kiyai. Selain jadi guru agama, ada tugas lain dari Kiyai kepadanya yaitu bendahara yayasan. Dari lelahnya mengurus keuangan ia dapat gaji 15 rupiah atau 3x lipat lebih besar dari gajinya sebagi guru.

Janji pada Ibunya ia tepati, ia selalu membelikan 1 karung besar beras 50 Kg untuk Ibunya karena ia tahu untuk memberi makan adiknya yang masig ada 6 di bawahnya butuh beras yang banyak. Ibunya sangat terharu, dan mendoakan agar Mamat hidupnya senang, bahagia dan kaya.

Melihat  Kakanya dan tetehnya yang merantau ke Jakarta jadi kuli kehidupannya hanya mengontrak rumah petak yang sempit dan sumpek, Mamat tak tega melihat 2 adiknnya nomor 12 dan nomor 13 yang yatim setelah Abahnya wafat.

Mamat menyekolahkan keduanya hingga lulus SPG dan keduanya menjadi guru PNS bahkan menikah pun dibiayai Mamat. Untung saja istri Mamat sangat soleha menurut saja apa keputusan suami, meski kadang dalam hatinya kesal uaang suaminya sebagian habis untuk Ibu dan adik-adiknya.  Namun tak berani menentang, karena ia kawatir diceraikan Mamat, seperti istri pertama Mamat yang selalu protes jika Mamat membeli beras untuk ibunya.

Kini Mamat di hari senjanya usia 77 tahun bahkan hanya ia satu-satunya yang masih hidup diantara 13 bersaudara (anak kedua orang tuanya),  ia tinggal di rumah besar serupa Villa di tengah kebun yang luasnya 2 hektar berdua istrinya. Semua anaknya telah berkeluarga, ada menantunya yang tinggal dekat darinya, yang rajin memasak untuknya dan istrinya di pagi hari.

Sejak usia 65 tahun, Mamat tak bisa pergi kemana-mana bahkan untuk berjalan di dalam rumah pin tak mampu. Kakinya mengalami luluh layu atau kata dokter stroke yang menyebabkan kelumpuhan. Jangankan jalan, berdiri saja tak bisa. Jalannya mengesok menggunakan tangan.

whatsapp-image-2022-10-15-at-11-54-51-634a3d2f4addee2e4e5c9f72.jpeg
whatsapp-image-2022-10-15-at-11-54-51-634a3d2f4addee2e4e5c9f72.jpeg

sumber : alodokter.com

Sepekan sekali,  jika anaknya ada yang  pulang ke rumah pak Mamat, ia berkisah masa lalunya, dan ia kadang bertanya :

" apa salah dirinya, apa doasanya, hingga ia tak bisa berdiri dan berjalan seperti sekarang?".

Anaknya hanya bisa menghibur dan menguatkan pak Mamat dengan mengatakan:

" bahwa abah yang lebih paham karena ilmu abah jauh dari kami semua, kata abah bahwa kita harus tetap bersyukur dengan takdir Allah,  yang baik maupun yang buruk."

"Karena kita orang Mukmin ada rukun iman keenam  beriman pada qodlo dan qodar atau takdir dari Allah SWT yang mengatur alam semesta sesuai kehendaknya".

Pak Mamat kadang berucap : " Abah ingin bisa jalan seperti masa kecil dibawa berkunjung oleh Abah almarhum bahkan hingga 20 Km lebih tanpa merasa lelah dan sakit".

Anaknya menghibur : " Abah tetap hebat, satu-satunya yang masih ada, dan meski tak bisa berdiri dan berjalan , tetap mampu ke kamar mandi dan bisa sholat 5 waktu".

Pesan untuk pembaca Komapasian : Berjalanlah dan pakai kaki pemberian Tuhan yang maha Rahman Rahim, karena banyak orang yang  tak punya kaki atau ada kaki tapi lumpuh  -- NGIN BERJALAN namun kakinya tak dapat digunakan. Jadikan berjalan sebagai bukti rasa syukur kita pada sang pemberi kaki dan kesehatan.

    --- Tamat---

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun