Menerobos Makam Jemput Pawang Ular
Kisah ini terjadi 30 tahun silam saat  usia Damar  masih 1 2  tahun ketika masih kelas VI SD. Pristiwa yang heroik ini terjadi jelang subuh. Alkisah di sebuah Kampung namanya Caringin Lebak yang ada di Desa Tunjung Teja Kabupaten Serang Jawa Barat.Â
Sekarang masuk Banten setelah pada tahun 2000 bersama Bangka Belitung dan Gorontalo menjadi Provinsi baru sesuai UU Otonomi Daerah.
Damar yang punya abah (sapaan Ayah) bernama  Pak M. Nur,  di luar tugas utama abahnya sebagai seorang guru agama Kemenag di MTs swasta di Kecamatan Petir, abahnya juga guru mengaji di Kampungnya. Abah mengajar ngaji awalnya hanya di rumah dan waktunya ba'da magrib dan isya. Mulai dari mengeja atau mengenalkan huruf hijaiyah hingga tahsin atau memperbaiki bacaan.
Metode jadul yang digunakan abah masih pakai Bagdadiyah, elum ada metode Iqro, Tilawari, Ummi dan lainnya. Sulit dan berat memang pakai metode bagdadiyah namun kelebihannya jika sudah bisa maka yang telah selesai mengaji pakai metoda bagdadiyah, bisa lancar mengaji Al Qur'an dari al fatihan hingga surat Annas.Â
Beda dengan metoda baru yang meski sudah beres misalnya Tilawati 6, saat lanjut di Qur'an masih perlu bimbingan atau belum lancar, namun mudah dan menyenangkan.
Karena jumlah anak tetangga sekampung yang mengaji makin banyak sekitar 50 orang, ada yang masih usia SD dan ada yang sudah di SMP/ MTs. Abahnya Damar mengumumkan bahwa yang Kelas VI SD dan SMP/MTs ada tambahan ngaji  Amil (ilmu Nahwu) bada subuh. Anak-anak bisa menginap di Mushalla dan nanti mengaji di sana.
Suatu pagi menjjelang Subuh, seperti biasa Abah Nur sudah  berangkat menuju Mushalla yang jaraknya 500 meteran dari rumahnya. Kami kadang dibangunkan pukul 04.00 supaya ada waktu untuk mandi dan berwudu serta sholat  tahajjud atau qobliyah subuh.
Yang ketuk-ketuk pintu bukannya Abah Nur, malah isrinya (Ibu Damar) yang histeris panic, bilang : " abah dicongcong oray taneuh" Â ( abah dipatuk ulat tanah), tolong susulin pawing ular Mang Narman di Caringin Pasir. Â Itu tetangga kampung yang jaraknya sekitar 1,5 KM. Damar kecil kaget bukan kepalang.
Damar membanyangkan jika Abahnya meninggal karena dipatok ular tanah yang bisa (racunnya) ganas. Sehingga ia langsung ke luar pintu Mushalla dan lupa pakai sandal langsung saja lari menerobos pagi yang masih gulita karena memang masih pukul 4.00 sedangkan subuhnya pukul 04.40 WIB.
Damar  berlari dan terus berlari hampir 30 menit dan tibalah di depan rumah Mang Narman Sang Pawang Ular. Ia tahu rumah tersebut karena punya teman Sekolah yang rumahnya berdekatan dengan pawang ular. Tanpa pikir panjang, Ia ketuk pintu itu sambil ucap salam dan manggil nama yang punya rumah.