Mohon tunggu...
Dahnial Ilmi
Dahnial Ilmi Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

hanya ingin menulis

Selanjutnya

Tutup

Politik

Golput: Kegalauan Rakyat Menatap Pemilu 2014

18 Februari 2014   19:38 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:42 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hiruk-pikuk politik menjelang pemilu telah membawa dampak negatif bagi kepercayaan masyarakat pada partai politik. Berbagai aksi yang dilakukan oleh parpol dan oknum-oknumnya untuk memikat hati rakyat justru malah memperburuk citra partai tersebut di mata masyarakat. Ditambah kekecewaan atas sikap partai politik yang sudah-sudah cendrung mengabaikan aspirasi pemilihnya serta sikap dan tingkah laku para politisi yang mengecewakan rakyat. Akumulasi kekecewaan ini akhirnya mengakibatkan terdegradasinya kepercayaan masyarakat pada partai politik. Kondisi ini makin diperparah akhir-akhir ini dengan ulah calon-calon wakil rakyat yang tertangkap basah tengah berbuat hal-hal yang tidak pantas.

Tingkat kepercayaan masyarakat yang rendah pada partai politik jika terus dibiarkan akan berdampak pada rendahnya tingkat partisipasi dalam pemilu. Kelompok masyarakat yang tidak memeberikan hak suaranya dalam pemilu atau yang lebih dikenal dengan golongan putih (Golput) berpotensi akan mengalami peningkatan dari pemilu-pemilu sebelumnya.

Kekhawatiran pemerintah akan meningkatnya jumlah pemilih golput pada pemilu 2014 ini akhirnya membuat KPU mengeluarkan ancaman 2 tahun penjara dan denda sebesar Rp 24 juta bagi siapa saja yang mengampanyekan golput. Adapun pijakan pasal ini yaitu Pasal 292 dan Pasal 308 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2012. Dalam pasal itu dijelaskan, setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp 24 juta.

Ancaman ini lebih terlihat menggambarkankan sikap frustasi KPU yang telah gagal dalam menekan angka golput. Alih-alih meminimalisir jumlah golput, ancaman ini malah ditanggapi negatif oleh kalangan apatis. Bukannya takut, justru mereka malah mengolok-olok dan merasa semakin anti memilih dan tertantang untuk golput.

Menurut kalangan awam, demokrasi diartikan sebagai kebebasan. Jadi, perihal mereka memilih atau tidak, pemerintah tidak berhak untuk memaksa mereka untuk memilih. Begitu juga dengan ancaman penjara bagi yang mengampanyekan golput. Di mata mereka justru terlihat seperti pemaksaan kehendak. Pemerintahan gagal, memaksa untuk memilih pemimpin dan wakil rakyat yang sama sekali tidak tampak meyakinkan bagi mereka.

Melihat kinerja para wakil rakyat yang memang jauh dari harapan, menyuguhkan berbagai gambaran negatif para legislatif dan menjelaskan bagaimana komitmen mereka untuk mengabdi kepada rakyat. Gaji besar dengan berbagai insentif dan fasilitas sama sekali tidak digunakan dengan baik dan benar. Apa yang mereka hasilkan sama sekali tidak begitu terasa dan terlihat menunjukkan keberpihakan kepada rakyat. Ditambah dengan semakin banyaknya para pejabat pemerintahan yang kini secara berurutan menjadi tersangka dan ditahan KPK tentunya terlibat dalam kasus korupsi. Rasa pesimistis terhadap pemilu 2014 menguat, ditambah lagi dengan kenyataan jumlah angka golput semakin meningkat dari masa ke masadiberlangsungkannya pemilu.

Golput, bukan pilihan bijak

Bagaimanapun keadaan dan kenyataan saat ini golput bukanlah pilihan terbaik. Terlihat sebagai tindakan putus asa dan menyerah dengan keadaan. Hal itu bukanlah sebuah solusi yang dapat memperbaiki keadaan. Justru dapat memperparah. Sesungguhnya yang akan dirugikan dan yang menjadi korban atas rendahnya partisipasi politik itu adalah rakyat itu sendiri. Bak memakan buah simalakama. Memang jika memilih ditakutkan nantinya akan salah pilih dan berujung kecewa, namun jika tidak memilih juga bukan berarti kita bisa mengagalkan legislator/senator terpilih untuk menduduki kursi wakil rakyat. Seandainya yang terpilih bukanlah orang yang tepat, sama saja kita membiarkan mereka untuk berbuat zalim dan semakin memperparah keadaan bangsa dan negara. Hingga pada akhirnya masyarakat jualah yang akan dirugikan dengan ulah mereka.

Meskipun aksi golput dijadikan sebagai sebuah simbol gerakan pelampiasan kekecewaan terhadap pemerintah namun hal itu tak kan berdampak apa-apa. Pemilu harus terjadi dan tetap akan terjadi. Mau tidak mau kita juga harus menghadapinya dengan ikut serta berpartisipasi. Indonesia harus memiliki pemimpin baru, wakil rakyat baru, untuk Indonesia yang baru. Seberapa pun kecilnya, harapan itu masih ada. Dan sudah tugas kita, hak kitalah untuk menjadi bagian dari perubahan itu. Adapun baik dan buruknya perubahan ke depan, adalah tanggungjawab kita bersama sebagai bangsa dari sebuah negara yang menganut sistem demokrasi dalam menjalankan pemerintahannya.

Bagaimanapun juga golput bukanlah pilihan yang bijak bagi setiap warga negara Indonesia. Inilah demokrasi, mahal, jahat, dan kejam. Dengan keberadaan kita di dalam sistem ini alangkah lucunya jika kita mengumpat keadaan dan menikmati hidup di dalam sistem yang kita umpat. Perubahan yang kita harapkan itu hendaklah disalurkan dengan keikutsertaan kita dalam berdemokrasi, mengikuti sistem yang berlaku, memilih dan dipilih.

Perihal memilih pemimpin dan wakil rakyat, sebagai warga negara yang menganut sistem demokrasi kita dituntut harus cerdas dan politis dalam memilih. Jangan asal pilih, dengan semakin dekatnya hari pemilihan itu sudah saatnya kita tentukan tema Indonesia ke depan. Kitalah yang merumuskan akan seperti apa Indonesia nantinya. Tentukan kriteria dan tema pemimpin dan wakil rakyat idaman. Lalu cocokkan dengan kandidat yang ada. Jejak rekam, prestasi, dan latar belakang sang kandidat juga turut dijadikan pertimbangan. Seringkali selama ini kita menginginkan pemimpin yang baik namun kita sendiri tidak tahu pemimpin baik itu seperti apa.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun