Mohon tunggu...
M. Alvin Nur Choironi (Zian)
M. Alvin Nur Choironi (Zian) Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

masih belajar dan ingin terus belajar

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Belajar dari "Sitok Srengenge"

14 Desember 2013   16:37 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:56 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika kita mau belajar dari kasus Sitok tersebut, selayaknya ada beberapa hal yang harus kita perhatikan, terutama bagi mahasiswa. Taruhlah contoh sebuah Badan Eksekutif Mahasiswa -baik jurusan, fakultas ataupun Universitas -yang memiliki sebuah program yang bernama MAKRAB (Malam Keakraban) atau program yang sejenisnya. Program-program seperti ini sebenarnya harus dievaluasi oleh para petinggi dekanat ataupun rektorat. Mungkin kegiatan ini bisa diminimalisir agar tidak sering-sering diadakan. Atau kalau perlu dimoratoriumkan sementara. Masak setiap kegiatan harus dilaksanakan dengan MAKRAB. Jika kita mau jujur, secara tidak langsung program tersebut mengarah kepada sebab-sebab yang terjadi pada kasus Sitok itu. Apalagi program tersebut dilaksanakan berhari-hari dan juga diadakan di tempat yang sangat memberi ruang. Seperti pantai, goa dan lain sebagainya. Sehingga ada kesempatan yang mendukung terjadinya perbuatan asusila antar lawan jenis.

Dalam program seperti itu, sebenarnya apa yang dicari? Kalau berdalih untuk sebuah ta'aruf agar lebih akrab serta pengenalan universitas, fakultas ataupun jurusan, bukankah ada beberapa program sebelumnya yang telah ada, seperti OPAK, SOSPEM dsb. Apalagi jika program MAKRAB tersebut dilaksanakan setiap tahun sekali dan semua mahasiswa tiap jurusan atau fakultas harus ikut, alangkah mubadzirnya dan yang digunakan untuk program tersebut. sama halnya dengan mahasiswa yang melakukan aksi menentang kondom karena merupakan sebuah tindakan yang memubadzirkan uang negara.

Penulis salut kepada dekanat fakultas Ushuluddin UIN-JKT yang berani mencekal dan menggagalkan program Makrab yang diselenggarakan oleh BEM fakultas tersebut. Yang pasti, karena misi-misi serta tujuan program tersebut telah diakomodir oleh program OPAK dan rangkaiannya. Serta mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.

Jika para aktifis mahasiswa menentang adanya praktek asusila dari suatu hal yang besar, bukankah lebih baik lagi suatu hal yang kecil juga diperhatikan? Bagaimana bisa ngurusi hal yang besar kalau hal yang kecil saja tidak diperhatikan?

Adanya kasus Sitok tersebut yang akhirnya menjerumus kepada suatu ide penulis seperti ini. Selayaknya tidak serta merta disanggah dan dibantah dengan argumen diplomatif yang sentimen terhadap ide penulis. Akan tetapi lebih baiknya, kalau ide ini direnungkan dan dipahami dengan sebaik-bainya dan dengan fikiran yang jernih. Sehingga akan juga menghasilkan sebuah retorika ide yang baik dan nonegois.[]

Ditulis dan selesai pada Sabtu, 14/12/2013. 14.03 di tengah kebocoran hujan Masjid Al-Mujahidin

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun