Aku hanya menurutinya saja dan pasrah terhadap segala kemungkinan yang terjadi kepadaku. Sepanjang perjalanan aku hanya terdiam sambil memikirkan suamiku bila mengetahui hal ini. Dan aku juga memikirkan bagaimana keadaan anakku sekarang. Semoga baik-baik saja.
      Perjalanan menuju rumahku ternyata lebih lama dibandingkan dengan perjalanan menuju puskesmas. Itu semua dikarenakan ranting-ranting pohon yang lumayan besar telah  tumbang sehingga memaksa kami untuk menyingkirkan ranting-ranting pohon itu. Dua jam setengah aku dan pak Sudarwan baru tiba di rumah.
      "Perlukah kau kutemani untuk masuk ke dalam rumah?" Kata pak Sudarwan.
      Pikirku tidaklah baik jika memasukan lelaki lain ke dalam rumah dalam keadaan tidak ada suami. Walau sebenarnya aku membutuhkan itu, namun demi kehormatanku sebagai wanita yang telah bersuami maka aku menolaknya.
      "Terimakasih, Bapak sudah cukup banyak membantu," kataku dengan nada ramah.
"Saya hanya tidak ingin merepotkan Bapak lebih dari ini," lanjutku.
      "Baiklah, tapi bila kau membutuhkan pertolonganku janganlah ragu untuk menemuiku," jawabnya seakan-akan mengerti apa yang aku hadapi sekarang ini.
      "Iya, terimakasih atas tawarannya," jawabku singkat. Pak sudarwan pun berlalu.
      Seturunnya aku dari mobil hujan telah berhenti. Langsung saja aku masuk ke dalam pekarangan rumahku. Kudapati pintu rumahku masih tertutup dan terkunci. Pikirku semoga tidak ada hal-hal yang buruk menimpa pada anakku. Dan semoga Mumu kucing kesayangan suamiku dapat menjaga Nabila dengan baik.
      Kubuka pintu ruang tamu dan kulihat Mumu yang berdiri dekat pintu ruang tamu. Mulut Mumu penuh dengan darah. Aku sangat takut terjadi suatu hal yang menimpa anakku.
      Langsung saja aku berlari menuju kamar dan aku berharap semoga tiada benar yang kupikirkan. Kudapati anakku sudah tidak kejang-kejang lagi, namun di tubuh anakku telah bersimbah darah dan anakku telah tiada. Pada saat itu pula aku menangis sebisa mungkin karena menurut dokter tiada bisa lagi aku mengandung.