Mohon tunggu...
Dahlan Khatami
Dahlan Khatami Mohon Tunggu... Lainnya - blablablabla

Hanya menulis yang terlintas

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Selain Disuntik Jangan Lupa Mendapat Mulut yang Menyebalkan

23 April 2022   02:58 Diperbarui: 23 April 2022   03:07 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tiba-tiba ibu yang mengenakan baju berwarna cokelat memberikan sosialisasi. “Suntik ini aman karena akan memberikan lembaran yang diisi untuk memberi keterangan kesehatan selama 2 minggu terakhir. Yang dilakukan oleh bapak dan ibu sekalian. 

“Jika setelah disuntik bahunya mengalami kaku atau sakit sama kaya kita masih SMP bahu kita merasa kemeng. Jika merasa sakit berkelanjutan kami menyediakan nomor telepon dokter dan rujukan puskesmas dan rumah sakit. MekAnusme suntikasi dilakukan sesuai nomor yang diterima dan melakukan formulir keterangan kesehatan. Untuk mengetahui keamanan saat suntik. Jika tensi tinggi atau ada penyakit bawaan yang sedang kambuh suntikasinya akan ditolak”, ucap ibu berbaju cokelat. Satu kali panggilan ada tiga orang yang maju ke meja pengisian formulir keterangan kesehatan.

Semua diharapakan menyiapkan satu foto kopi kartu tanda penduduk. Serta sertifikat suntik dosis sebelumnya bisa secara digital atau fisik. “Nomor 38!”, seorang berkemeja cokelat memanggil nomor urut Anu. Dia beranjak dari kursinya menuju meja pengambilan formulir. Saat sedang mengisi formulir keterang kesehatan Anu diminta bukti keterangan suntiknya. 

“Ada sertifikat suntik sebelumnya?”, tanya perempuan berkerudung cokelat. “Bukan tidak ada saya tidak memiliki quota  untuk menunjukkannya karena tersimpan di ponsel”, ucap Anu. 

Terlihat wajah ibu berkerudung cokelat terkaget dan kebingungan. “Berapa nomor kartu tanda pendudukmu?” tanyanya dengan nada yang sedikit tinggi. Anu mengeluarkan foto kopi kartu tanda penduduk kepadanya, “Ini kartu tanda penduduk saya”. 

Kartu tersebut diserahkan kemeja sebelah oleh ibu kerudung cokelat itu untuk diperiksa. “Oh ini dia suntik dosis 2”, ucap bapak berkemeja putih dengan topi hitam. Anu merasa lega mendengarnya. Ia merasa tidak harus mengulang suntik dari dosis pertama.

“Bagian ini di isi oleh petugas kesehatan”, ujar ibu berkerudung cokelat. Anu mengambil formulir tersebut lalu masuk ke dalam gedung. 

Saat baru masuk ia disambut ceria oleh bapak kemeja putih tanpa topi, “Suntik ya?”. “Iya, suntik Auranekat dosis kedua”, Anu menjawabnya dengan senang. Ia pun diarahkan oleh bapak tersebut untuk menemui petugas kesehatan yang sudah duduk dengan rapih. 

Lengkap dengan alat pelindung diri yang menjaganya dari virus yang semerbak. Anu memberi keterangan bahwa dirinya tidak mengalami gejala sakit selama 2 minggu terakhir. Ia pun disuruh pindah tempat duduk untuk disuntik suntik Auranekat. “Bisa lihat surat keterangan suntik Auranekat dosis duanya? Ada di email bisa dilihat melalui ponsel”, ucap petugas kesehatan perempuan itu dengan sorot mata menuju Anu. 

Dengan jujur Anu menjawab, “Maaf, Mba saya quotanya habis belum diisi. Mungkin bisa teathering agar bisa menunjukkan surat tersebut”.  Sorot mata petugas kesehatan perempuan tersebut seketika tajam membelah pandangan Anu. 

“Biar dicek dengan teman sebelah saya, Di sana lengkap nanti bisa ketahuan suratnya”, ujar petugas kesehatan tersebut. “Tidak bisa”, ucap teman sebelahnya. Petugas yang melayani Anu pun memastikan temannya. Namun sudah pasti ucapan temannya terbukti bahwa tidak bisa memeriksa surat suntikasi Anu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun