Mohon tunggu...
Supri Yanto
Supri Yanto Mohon Tunggu... lainnya -

dan musim sertakan gugur silih berganti

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Di Antara Belantara Beton

4 Oktober 2012   17:34 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:15 456
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam hutan kita, tidak kutemui telaga
untuk minum menghilangkan dahaga
untuk mandi membersihkan raga
untuk berwudhu membersihkan jiwa

Aku berlari mencari tempat sembunyi
agar tidak mati suri
kakiku sakit menapak tanah berbatu
namun tak nampak darah di situ

Kini badanku lesu, wajahku lusuh,
otakku kisruh, hatiku kumuh
pakaianku camping, koyak terkait ranting
aku letih dan tertidur dalam pelukan malam dalam mimpi

Ingin ku menyebut Kita, yaitu aku dan Dia
serta mereka muslimin semua
tapi, tidak dapat aku melakukannya
karena cinta sudah ditelan benda.

Kalau ada cinta di sana, pasti bisa saling berbagi rasa dan asa
tetapi di mana itu?
mereka berfoya-foya di saat ada kemiskinan.
mereka berpesta ria,
padahal mereka lihat anak-anak balita dilepas di jalanan
dengan kerecekan meminta uang untuk makan.
di mana kitabmu? di mana ajaran rasulmu?

Kaum perempuan telanjang bebas,
pemalsuan beragam cerdas,
penipuan menjerat mangsa di mana-mana.
yang lain berteriak fi sabilillah.

Tetapi yang diperangi saudara seagama
yang dimusuhi hamba Allah yang tiada berdosa.
yang bershalawat nabi,
tidak sayang kepada umat nabi.
petasan banyak dibakar, meskipun banyak saudara yang lapar

kapan kita mau sadar? Allahu akbar

kini telah jauh ku berjalan dari barat ke timur, dari timur ke barat
selalu yang kutemui hanya jalan buntu
karena aku fokus pada arah yang satu
yaitu jalan lurus

Tuhanku, tolonglah!
aku tertancap di jalan buntu
kemudian aku sadar
aku membutuhkan pemandu

Tanpa merubah arah perjalananku
kusebut asma Allah dengan bismillahirahmanirrahim
seraya bershalawat kepada Rasulullah dan keluarganya
Aku bangkit tidak putus asa

ya Allah, bukakan mata hatiku
lapangkan pikiranku, perasaanku
dan jalan lurus di hadapanku
agar aku tidak menyimpang ke jalan sesat

Dengan kaki telanjang, kuterus melangkah
menyusuri desa dan kota
tidak peduli teriakan siapapun.
lalu kumenengadah ke atas,
nampak senyum langit biru

ku tundukkan kepalaku
nampak bumi yang kering membatu
kumenoleh ke kanan dan ke kiri
aku tak berani
karena sudah berubah

kini, yang kiri telah menjadi kanan
yang kanan menjadi kiri
ku teruskan melangkah lurus (mustaqiem)
apapun katanya, kuterus melangkah menuju ke pangkuan Pemilik yang amat menyayangi diriku

Ù‹adh-dhuhaa wal-laili idzaa sajaa
habis gelap terbitlah terang
sinar mentari yang hangat membangunkan
tiba-tiba telaga indah nan jernih di hadapan

aku minum, lepaslah dahaga
aku mandi, bersihlah raga
aku berwudhu membersihkan hati
aku menyembah Illahi
aku tetap bersama Rabbi

aku pasrah kepada Illahi Rabbi
aku tenang, aku senang, aku berserah diri
aku terus melangkah sampai tiba AJAL menjemput pulang ke sana
Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa ali Muhammad.

oleh.  Ali Hasan Bahar

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun