Cinta itu ya cinta, dan siapa pun berhak menafsirinya; saya, Anda, dia, dan mereka, masing-masing dari kita mempunyai pilihan sendiri untuk menentukan ke mana arah perjalanannya. Apakah ia akan berlabuh di tepian pantai, dan menjelma menjadi butiran pasir? Apakah ia akan berdiam di atas sehelai daun, dan menjelma menjadi tetesan embun? Apakah ia akan berhenti di atas tumpukan kayu, dan menjelma menjadi kumpulan rayap? Atau apakah ia akan bersemayam di dalam nyala api, dan menjelma menjadi kepulan asap?
Cinta tak perlu diperdebatkan, karena cinta bukan pertanyaan atau jawaban. Cinta tak perlu didialogkan, karena ia bukan wacana atau gagasan. Cinta tak perlu dirumuskan, karena ia bukan tesis (teori) atau sintesis (kesimpulan). Cinta tak perlu dicari, karena ia tidak pernah hilang atau bersembunyi. Cinta tak perlu dikejar, karena ia tak pernah lari atau menghindar.
Cinta itu ya cinta, di mana pun kita berada, di situlah cinta menampakkan cahayanya. Cinta itu ya cinta, ke mana pun kita melangkah, di situlah cinta hadir merekah. Cinta itu ya cinta, sesuatu rela berkorban untuknya, dan ia rela berkorban untuk sesuatu yang mencintainya. Cinta itu ya cinta, semakin sulit kita memahaminya, semakin dalam kita mencintainya.
Cinta itu ya cinta,
ia tampak dalam seribu warna.
Terkadang hadir membawa harapan,
lalu pergi meninggalkan kesedihan.
Tersenyum di balik duka,
menangis di tengah gelak tawa.
Cinta itu ya cinta,
sejak kapan kita mengenalnya?