4. Kompleksitas Regulasi dan Standar ESG
Keberagaman standar dan regulasi ESG di berbagai negara menciptakan tantangan bagi perusahaan untuk memilih dan mematuhi standar yang paling sesuai dengan operasional mereka. Selain itu, perusahaan harus mematuhi regulasi lokal yang dapat berbeda-beda di setiap negara.
5. Keterbatasan Keahlian Internal
Banyak perusahaan tidak memiliki keahlian internal yang diperlukan untuk mengelola inisiatif ESG secara efektif. Hal ini mencakup kebutuhan akan pengetahuan di bidang lingkungan, manajemen risiko, dan hukum.
6. Ketergantungan pada Rantai Pasok
Perusahaan sering kali bergantung pada pemasok untuk memenuhi standar ESG mereka. Jika rantai pasok tidak memenuhi kriteria tersebut, perusahaan dapat menghadapi risiko reputasi yang signifikan.
7. Tantangan dalam Mengukur Dampak
Mengukur dampak dari inisiatif ESG dapat menjadi sulit karena banyak aspek keberlanjutan tidak mudah diukur dengan metrik tradisional. Perusahaan perlu mengembangkan indikator kinerja yang akurat untuk mencerminkan kontribusi mereka terhadap keberlanjutan.
8. Risiko Greenwashing
Perusahaan harus berhati-hati agar tidak terjebak dalam praktik greenwashing, yaitu memberikan kesan palsu tentang komitmen mereka terhadap keberlanjutan. Ini dapat merusak reputasi jika klaim tersebut tidak didukung oleh tindakan nyata.
Tantangan-tantangan ini menunjukkan bahwa penerapan ESG dalam sektor perikanan di Indonesia memerlukan pendekatan yang komprehensif dan kolaboratif antara berbagai pemangku kepentingan. Upaya untuk meningkatkan kesadaran, menyediakan sumber daya yang cukup, serta membangun infrastruktur yang mendukung sangat penting untuk mencapai keberlanjutan dalam pengelolaan sumber daya perikanan.
Implementasi prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG) dalam industri ekstraktif kelautan di Indonesia menjadi fokus penting untuk mencapai pembangunan berkelanjutan. Artikel yang dibahas menyoroti beberapa poin kunci dalam penerapan ESG dan tantangan yang dihadapi.Pentingnya Penerapan ESG Penerapan prinsip ESG sangat penting untuk memastikan bahwa kegiatan industri tidak hanya menguntungkan secara ekonomi tetapi juga bertanggung jawab terhadap lingkungan dan masyarakat. Aryanto Nugroho dari Publish What You Pay (PWYP) Indonesia menekankan bahwa transisi menuju energi bersih harus diiringi dengan pengurangan penggunaan bahan bakar fosil seperti batu bara. Hal ini menunjukkan bahwa keberlanjutan harus menjadi prioritas dalam setiap keputusan investasi dan operasional.Tantangan yang Dihadapi Indonesia masih menghadapi banyak tantangan dalam menerapkan prinsip ESG, termasuk ketertinggalan dalam pengadopsian standar ESG dalam izin dan investasi. Peneliti dari Celios mencatat bahwa penerapan ESG sering kali hanya bersifat formalitas tanpa implementasi yang nyata, sehingga perlu ada desentralisasi fungsi pengawasan untuk meningkatkan akuntabilitas. Konflik sosial dan kerusakan lingkungan akibat kegiatan industri ekstraktif juga meningkat, yang menunjukkan perlunya partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan.Manfaat Jangka Panjang Implementasi prinsip ESG diharapkan memberikan manfaat jangka panjang, tidak hanya bagi perusahaan tetapi juga bagi masyarakat dan lingkungan. Dengan mengadopsi pendekatan yang komprehensif, sektor perikanan dan industri ekstraktif dapat berkontribusi pada ketahanan pangan, peningkatan kesejahteraan masyarakat, dan perlindungan lingkungan. Rekomendasi untuk memperkuat regulasi, meningkatkan kapasitas masyarakat, serta mendorong kolaborasi antara berbagai pemangku kepentingan sangat penting untuk mencapai tujuan ini.Secara keseluruhan, penerapan prinsip ESG dalam industri ekstraktif kelautan di Indonesia merupakan langkah krusial menuju keberlanjutan, namun memerlukan komitmen dan tindakan nyata dari semua pihak terkait untuk mengatasi tantangan yang ada. Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H