Aktivitas ekonomi dapat dikatakan sama tuanya dengan sejarah manusia itu sendiri. Ia telah ada semenjak diturunkannya nenek moyang manusia, Adam dan Hawa ke permukaan bumi. Perkembangan ekonomi berjalan seiring dengan perkembangan manusia dan pengetahuan teknologi yang dimiliki. Pembagian kerja sebagai sebuah aktivitas ekonomi telah ditemui sejak generasi pertama keturunan Adam dan Hawa.Â
Pembangian kerja paling tua dalam sejarah umat manusia adalah antara melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan binatang (peternak) dan orang yang bekerja dengan pertanian (petani). Peternak diwakili oleh Habil dan petani diwakili oleh Qabil.
Kisah pergulatan nenek moyang manusia di atas berakhir dramatis dan menyedihkan. Petani dan peternak bersaing mempersembahkan hadiah kepada Sang Pecipta. Karena tidak puas dengan keputusan yang ada, akhirnya salah satu pesaing membunuh lawannya. Pembunuh ini tecatat sebagai peristiwa pembunuhan pertama dalam sejarah anak manusia.Â
Bila dicermati, ada beberapa perilaku yang bersifat ekonomi yang tergambar dari sejarah tersebut. Pertama, prinsip "Pengeluaran biaya serendah mungkin untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya" telah dipersonifikasikan oleh Qabil, memberikan dengan yang paling rendah untuk memperoleh yang terbaik. Kedua, " Pembunuhan pesaing" yang dilakukan pada masa sekarang baik oleh pesaing itu sendiri maupun oleh aktivitas ekonomi yang dilakukannya telah berakar pada sejarah generasi umat manusia pertama.
Seiring perkembangan dan perjalanan sejarah manusia, aspek ekonomi juga turut berkembang dan semakin komplit. Kebutuhan manusia yang semakin menjadi-jadi dan tidak dapat dipenuhi sendiri menyebabkan mereka melakukan kegiatan tukar-menukar dalam berbagai bentuk. Alam yang tadinya menyediakan banyak komoditas tidak lagi bisa diandalkan. Akhirnya muncullah aneka transaksi, mulai dari barter hingga yang paling modern, seperti yang dirasakan pada hari ini.
Secara umum, kegiatan ekonomi dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu produksi, distribusi, dan konsumsi. Dalam dunia modern, dikenal pula adanya intermediasi dan kebijakan pemerintah. Selain itu, semua ini bergantung pula kepada tenaga kerja, sumber daya alam, manajemen, dan lain sebagainya. Semuanya ini membentuk sebuah sistem yang rumit yang biasa disebut dengan kegiatan ekonomi. Sistem ini memiliki satu tujuan utama yaitu kesejahteraan manusia. Bila sistem ini kacau, maka dapat dipastikan kehidupan manusia akan kacau pula.
 Ekonomi islam merupakan ekonomi yang bebas, tetapi kebebasannya ditunjukkan lebih banyak dalam bentuk kerja sama daripada dalam bentuk kompetisi (persaingan). Ekonomi islam juga bisa diartikan ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang di ikuti oleh nilai-nilai islam.
Tokoh-tokoh Ekonomi Islam, antara lain :
- Zaid bin Ali (80-120 H/ 699-738 M) adalah putra dari Imam Syi'ah ke 4, dan cucu dari Husain bin ali. Beliau lahir pada tahun 80 H/ 699 M. beliau dikenal ahli fikih dimasanya. Dasar pemikiran ekonomi Imam Zaid bin Ali adalah menyatakan keabsahan jual beli secara tangguh dengan harga yang lebih daripada jual beli tunai. Pemikiran ini menjadi  satu pijakan pendapat tentang kebolehan menetapkan kelebihan harga yang lebih tinggi pada jual beli secara kredit maupun tangguh/tertunda.
- Abdurrahman Al-Awza'I (88-157 H). Beliau hidup pada masa pemerintahan Khalifah Bani Umayyah dan sebaya dengan Imam Abu Hanifah. Dasar pemikiran ekonomi Abdurrahman Al-Awza'I adalah beliau cenderung membebaskan orang melakukan kontrak dan untuk memfasilitasi orang dalam transaksi mereka, ia memberlakukan bagi hasil pertanian (muzaraah) sesuai dengan kebutuhannya sebagaimana ia membolehkan bagi hasil usaha.
- Imam Malik bin Anas (93-179 H). Beliau juga hidup dimasa pemerintahan Khalifah Bani Umayyah dan wafat di Madinah. Karyanya yang terkenal adalah Kitab Al-Muwatta, sebuah kitab hadist dan ini adalah kitab hadist tertua. Dasar pemikiran ekonomi Imam Malik adalah Malik regarded the ruler to be accountable for welfare to the people. Pemikiran Malik mengisyaratkan tentang perlunya suatu kebijakan ekonomi untuk keejahteraan masyarakat. Disamping itu pemikiran ini juga membahas tentang masalah yang besifat mashalah, misalnyatentang persoalan utility. Apakah untuk sosial atau individu, utility hanya berdampak pada kesejahteraan masyarakat. Imam Maliki membenarkan pemerintahan islam untuk memungut pajak lebih apabila di perlukan untuk kesejahteraan masyarakat.
Tujuan hidup manusia menurut ekonomi islam sama seperti konvensional yaitu kesejahteraan, hanya saja islam memaknainya dengan falah atau kesuksesan. Informasi mengenai kesejahteraan ini hanya dapat diperoleh dari Allah melalui ajaran yang di wahyukan dalam Al-Quran dan Sunnah.
Dalam pengertian literal, falah adalah kemuliaan dan kemenangan dalam hidup. Untuk kehidupan dunia, falah mencakup tiga pengertian yaitu kelangsungan hidup, kebebasan berkeinginan serta kekuatan dan kehormatan. Sedangkan untuk akhirat, falah mencakup pengertian kelangsungan hidup yang abadi, kesejahteraan dan kemuliaan abadi dan pengetahuan abadi pengetahuan abadi (bebas dari segala kebodohan). Manusia mampu mencapai falah sangat tergantung pada perilaku dan keadaan manusia di dunia.Â
Islam mengajarkan bahwa untuk mencapai falah, manusia harus menyadari hakikat keberadaannya di dunia. Falah juga dapat terwujud apabila terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan hidup manusia secara seimbang. Tercukupinya kebutuhan manusia akan memberikan dampak  yang disebut dengan mashlahah. Mashlahah adalah segala bentuk keadaan, baik material maupun nonmaterial yang mampu meningkatkan kedudukan manusia sebagai makhluk yang paling mulia.
Menurut Al-Ghazali, kesejahteraan (mashlahah) dasar bagi kehidupan manusia terdiri dari lima hal,yaitu (1) agama / al-dien, (2) jiwa / nafs, (3) keturunan / nasl, (4) harta / maal, dan (5) intelek atau akal / aql). Kelima hal tersebut merupakan maqashid syari'ah atau kebutuhan dasar manusia yang mutlak dan harus dipenuhi agar manusia dapat hidup bahagia di dunia dan di akhirat. Jika salah satunya dari kebutuhan diatas tidak terpenuhi atau terpenuhi tapi tidak seimbang maka kebahagiaan hidup juga tidak tercapai dengan sempurna.
Islam mengajarkan agar manusia menjalani kehidupannya secara benar, sebagaimana telah diatur oleh Allah. Ukuran baik buruk kehidupan sesungguhnya tidak diukur dari indikator lain, melainkan dari sejauh mana seorang manusia berpegang teguh kepada kebenaran.Untuk itu, manusia membutuhkan suatu pedoman tentang kebenaran dalam hidupnya, yaitu agama (al-dien) yang diperlukan oleh manusia kapanpun dan dimanapun ia berada.Â
Munzir Kahf menegaskan: ekonomi Islam tidak dapat dipandang diluar disiplin pokok ilmu ekonomi, yaitu perspektif yang mengabaikan tujuan utama dari sebuah paradigma ekonomi Islam itu sendiri dengan nilai-nilai, aturan dan lembaga yang berorientasi kepada pemahaman politis dan sistematis. paradigma ekonomi islam adalah bertujuan untuk menciptakan peradaban manusia sesungguhnya.
Referensi :
Mujahidin, Akhmad. Ekonomi Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007.
Winardi. Ilmu Ekonomi dan Aspek-aspek Metodologisnya. Jakarta: PT Rineka Cipta, 1990.
Adiwarman Azwarkarim. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004.
Chamid, Nur. Jejak Langkah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Yogyakarta, 2010.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H