Jauh dari hingar-bingar dan apresiasi seperti layar kaca, namun seni peran yang dibingkai panggung ini mampu memikat hati para penikmatnya.Awal mula seni teater mendarat di tanah Nusantara dimulai pada Zaman Hindu. Dikutip dari Kumparan, pertunjukkan teater mulanya terlihat dari ritual keagamaan. Seiring berkembangnya zaman, unsur-unsur teater tidak lagi identik dengan ritual keagamaan karena adanya pertunjukkan dengan unsur-unsur tetaer diluar dari upacara agama. Hingga saat ini, seni pertunjukkan yang erat kaitannya dengan spontanitas masih bisa hidup meski dengan setengah napas.
Virus Sars-Cov-2 yang mulai terdeteksi pada akhir 2019 dan menyebar dengan cepat, serta berdampak pada seluruh negara di dunia. Bahkan banyak sektor yang terseok-seok, tak terkecuali dari sektor hiburan. Seni teater yang terbiasa untuk memiliki penonton di sekitaran panggung nampaknya menjadi kikuk ketika pemerintah mengeluarkan aturan untuk mengurangi kegiatan berkerumun mulai diterapkan. Dampaknya, kegiatan Latihan teater jadi terbatas begitu pula pementasannya.
Teater sangat bergantung pada animo dari audiensnya. Ketika pementasan berlangsung, feedback berupa reaksi dari audiens akan memengaruhi sesuatu dari para pemainnya yang sifatnya transcendental. Sejatinya tiap pertunjukkan teater memberikan kepuasan batin bagi pemain dan penonton. Pun melirik dari awal keberadaan pertunjukkan teater di Nusantara adalah sebagai ritual keagaaman. Maka yang demikian ini akan sulit didapatkan ketika pertunjukkan tidak dapat dilakukan pada awal merebaknya virus Covid-19.
Bila ditinjau dari segi kebahasaan, bahasa yang digunakan dalam pertunjukkan teater mungkin tak selalu berbahsa yang sopan dan lemah lembut. Mengapa demikian? Karena di dalam kehidupan sehari-hari banyak penggunaan kata yang tidak enak mauoun etis yang terlontar dari mulut orang-orang. Senit eater hanya membingkai kehidupan yang terjadi dengan gaya yang lebih sederhana di atas panggung. Sebab akan terlalu rumit dan makan waktu ketika semua orang harus merasakan semua fase hidup agar memahami kehidupan. Pertunjukkan teater merupakan salah satu alternatif untuk memberikan pengalaman tak langsung tersebut untuk dimaknai.
Dalam kacamata Islam, terdapat aspek komunikasi yang perlu diperhatikan dan menjadi salah satu elemen yang membuat pementasan jadi memiliki makna. Qaulan Baligha, merupakan perkataan yang efektif dan membekas pada jiwa. Tujuan dari pengguanaan kata-kata yang mudah dipahami dan Bahasa sehari-hari adalah agar tiap diksi dan situasi yang difabrikasi memberi makna dan pemahaman tertentu tentang hidup.
Pemberian makna ini mungkin memang bisa dilakukan dengan kata dan situasi yang tepat tanpa harus dipentaskan langsung di panggung. Ketika awal pandemi, banyak teater yang beralih menggunakan teknologi untuk dapat tetap menunaikan pementasan baik untuk eksistensi atau mencari keuntungan untuk sebuah teater dapat tetap berdiri. Pertunjukkan berupa livestreaming arsip pementasan teater yang telah berlangsung dalam jangka waktu atau pementasan baru melalui youtube dengan konsep baru yang sesuai dengan format video.
Tentu adaptasi yang tiba-tiba akan melahirkan pro dan kontra. Pada sastu sisi, teater memerlukan pemasukan untuk tetap hidup, tetapi di lain sisi elemen “magis” ketika melakukan pertunjukkan terasa hilang dan tidak terasa special seperti di atas panggung. Ironisnya, tidak hanya teater besar yang terdampak melainkan teater kecil dan juga teater sekolah. Kegamangan selama dua tahun ini membuat mereka mati suri berkali-kali. Peminjaman temnpat latihan atau untuk pementasan sulit karena harus ada perijinan dan protocol kesehatan yang ketat dijalani. Pada akhirnya, teater sekolah dan teater kecil ini harus vakum dan tidak melakukan kegiatan yang ada hubungannya dengan teater.
Teknologi dapat dimanfaatkan untuk sekadar memberi tahu kepada khalayak bahwa “Kami masih ada ameskipun tak melakukan banyak hal!”. Bagi teater kecil, kelonggaran pandemi yang jauh dari level siaga sehingga masih bisa berkerumun dan berkekspresi meski dengan menerapkan protocol kesehatan. Bagi teater sekolah, mereka tetap ada dan kemungkinan eksistensi mereka terhapus sangatlah kecil namun bukan tidak mungkin sekolah akan meniadakan ekstra kurikuler ini dari jajaran eksstra kurikuler yang ada. Minimnya pengalaman dan tidak adanya kegiatan latihan membuat beberapa problem terjadi, seperti
- Perputaran kekuasaan dalam organisasi tidak berjalan dengan semestinya.
- Kebijakan sekolah yang mengharuskan siswa melakukan kegiatan di rumah dan melarang adanya kegiatan di dalam sekolah.
- Kurangnya pertemuan dari anggota yang baru tergabung dengan organisasi ini sehingga ketika mereka berada pada posisi senior, mereka tak punya cukup bekal untuk meng-handle segala sesuatu yang berhubungan dengan organisasi.
Penggunaan teknologi hanya memberi pemahaman secara tidak langsung dan sifatnya informasi umum yang dapat dicari. Namun pengalaman berorganisasi baiknya bisa dibahas lansung layaknya sisi “magis” dalam pertunjukkan teater.
Belakangan pengangkatan level siaga menjadi angin segar sehingga tidak menelurkan kebijakan yang terlalu ketat untuk masyarakat bersosialisasi. Kewajiban vaksin juga dirasa efektif ketika angka penyebaran covid menurun jauh. Lamanya kebijakan wfh dan beraktifitas di rumah menjadikan kelonggaran ini sebagai pelepasan simpul yang menjerat kebebasan bersosialisasi. Meskipun kita tau itu demi keselamatan bersama, tapi tak bisa dipungkiri bahwa kebebasan ini juga diperlukan bagi masyarakat tak terkecuali kalangan seniman.
Selama pandemipun tidak melulu sedih dan kesendirian yang terjadi, melainkan perkawninan antara teknologi dan seni yang lebih intens dan terfokus akibat dari paksaan keadaan. Jalur teknologi yang ditempuh merupakan kesadaran penuh agar keinginan berseni. Teater dan teknologipun secara sepsifik melahirkan sebuah pertunjukkan dengan basis livestream dan menjadi sebuah pengalaman normal baru yang unik.