Mohon tunggu...
Daffi Alvieto
Daffi Alvieto Mohon Tunggu... Lainnya - Untag

Mahasiswa Untag

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Maskulinitas dalam Politik: Pengaruh, Tantangan, dan Perubahan

7 November 2024   19:03 Diperbarui: 7 November 2024   19:06 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pendahuluan

Maskulinitas dalam konteks politik merujuk pada cara-cara penggambaran, perilaku, dan nilai-nilai maskulin seperti kekuatan, dominasi, dan kontrol yang sering kali dikaitkan dengan posisi kekuasaan di banyak negara dan sistem pemerintahan. Dalam banyak kasus, politik masih dianggap sebagai domain pria, dengan stereotip dan norma sosial yang mengarah pada penguatan peran maskulin dalam arena politik.

Maskulinitas dan Struktur Kekuasaan Politik

Sejarah politik di banyak negara menunjukkan dominasi laki-laki dalam posisi-posisi penting, baik sebagai kepala negara, anggota legislatif, maupun pejabat tinggi lainnya. Dalam konteks ini, maskulinitas sering dianggap sebagai ciri yang diperlukan untuk memegang kekuasaan, dengan asosiasi antara "keberanian", "ketegasan", dan "pengendalian" yang dianggap esensial dalam politik. Stereotip maskulin juga berperan dalam pembentukan kebijakan yang cenderung menguntungkan kelompok-kelompok yang dominan (sering kali laki-laki), mengabaikan perspektif perempuan dan kelompok minoritas.

Maskulinitas Beracun dan Dampaknya dalam Politik

Maskulinitas beracun adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan jenis maskulinitas yang mendorong perilaku agresif, kekerasan, dan dominasi, serta membatasi ekspresi emosi yang lebih sehat. Dalam politik, maskulinitas beracun bisa terwujud dalam pengambilan keputusan yang lebih mementingkan kekuasaan dan kontrol daripada kerjasama atau kesejahteraan bersama. Pria yang mengadopsi karakteristik maskulin beracun sering kali lebih cenderung untuk mengutamakan ambisi pribadi, mengabaikan empati, atau juga bahkan merendahkan lawan politik dengan cara yang kasar.

Politik Maskulinitas dan Representasi Gender

Maskulinitas juga mempengaruhi representasi gender dalam politik. Kebijakan yang dihasilkan oleh pemerintahan yang lebih dominan laki-laki sering kali mengabaikan perspektif perempuan, atau bahkan merugikan kelompok perempuan. Di sisi lain, juga kecenderungan untuk menilai perempuan yang terlibat dalam politik sebagai "kurang feminin" jika mereka menunjukkan ciri-ciri yang lebih maskulin, seperti ketegasan atau ambisi. Fenomena ini sering menyebabkan hambatan dalam karier politik perempuan dan memperkuat kesenjangan gender dalam politik.

Perubahan dalam Representasi Politik dan Maskulinitas

Namun, dalam beberapa dekade terakhir, kita mulai melihat perubahan dalam representasi maskulinitas dalam politik. Perempuan juga semakin mendapat tempat dalam pemerintahan, dan politik yang lebih inklusif mulai berkembang, menantang definisi maskulinitas yang sempit. Di banyak negara, adapun peningkatan kesadaran tentang pentingnya perspektif gender yang lebih luas dalam kebijakan politik, serta dengan pentingnya menciptakan ruang bagi politik yang lebih empatik dan kooperatif.

Selain itu, banyak politisi laki-laki mulai menunjukkan gaya kepemimpinan yang lebih emosional dan kolaboratif, mengurangi ketergantungan pada stereotip maskulin yang keras. Ini dapat menunjukkan bahwa maskulinitas dalam politik tidak harus terikat pada dominasi atau kekuatan semata, tetapi ini bisa lebih fleksibel dan inklusif.

Kesimpulannya

Maskulinitas dalam politik memiliki dampak yang besar dalam pembentukan struktur kekuasaan dan kebijakan, dan sering kali memperkuat ketidaksetaraan gender. Namun, juga dengan adanya perubahan sosial yang lebih luas dan peningkatan kesadaran akan pentingnya representasi yang lebih beragam, ada potensi untuk membangun politik yang lebih inklusif dan berkeadilan. Maskulinitas yang lebih sehat dan beragam dapat membuka jalan bagi kebijakan yang lebih adil dan pemerintahan yang lebih responsif terhadap kebutuhan seluruh masyarakat, tanpa terkecuali.

Maskulinitas dalam politik merupakan konstruksi sosial yang terus berkembang, dengan pengaruh yang signifikan terhadap dinamika kekuasaan, kebijakan, dan partisipasi publik. Dalam banyak konteks, politik sering kali dipahami melalui lensa maskulinitas tradisional yang menekankan kekuatan, dominasi, dan pengendalian. Namun, seiring dengan perubahan sosial, tantangan terhadap norma-norma maskulin dalam politik semakin mengemuka, baik dari segi gender maupun persepsi publik.

Dengan memanfaatkan pendekatan teoritis dari gender studies, analisis ini menyoroti bagaimana maskulinitas tidak hanya berfungsi sebagai alat penguatan kekuasaan, tetapi juga sebagai hambatan bagi kemajuan politik yang lebih egaliter. Sebagai kesimpulan, perubahan dalam cara masyarakat dan politikus memandang maskulinitas memiliki potensi untuk membuka jalan bagi transformasi politik yang lebih adil dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat yang lebih beragam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun