Budi Darma adalah sastrawan yang telah melahirkan berbagai karya. Mulai dari cerita pendek, novel, esai, dan karya tulis lainnya. Beliau adalah salah satu sastrawan yang berpengaruh dalam perkembangan sastra di Indonesia.
Beliau juga merupakan guru besar Universitas Negeri Surabaya dan pernah menjabat sebagai rektor disana pada tahun 1984 hingga 1988.
Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Surabaya menjadi tuan rumah simposium nasional "Menuju Teori Sastra Dunia Jungkir Balik Budi Darma" untuk memperingati dan menghormati prestasi Prof. Budi Darma.
Banyak orang penting yang diundang untuk berdiskusi, mengulas, dan menjelaskan karya-karya Budi Darma dalam simposium tersebut (Selasa, 14 September 2021).
Seno Gumira Ajidarma , Faruk HT, Okky Madasari, Suyatno, Triyanto Triwikromo, Tengsoe Tjahjono, dan lainnya. Selain didatangi oleh tamu-tamu penting, acara tersebut juga dihadiri oleh lebih dari 2000 peserta via Youtube streaming dan lebih dari 300 peserta via Zoom meeting.
Banyak informasi dan wawasan tentang sastra yang bisa kita peroleh dari penjelasan mereka dalam kesempatan yang fantastis ini.
Simposium kali ini juga diharapkan akan menghasilkan gagasan-gagasan yang cermelang tentang teori sastra, simposium ini juga direncanakan akan ditindak lanjuti dengan konferensi internasional seperti yang dikatakan oleh Prof. Nurhasan, M.Kes selaku Rektor Unesa, bahwa konferensi internasional direncanakan akan dilakukan pada awal tahun depan.
“Kami berharap hasil simposium ini akan ditindak lanjut oleh konferensi internasional pada bulan-bulan awal tahun depan, dengan konferensi internasional tersebut diharapkan keluasan dan kekayaan wawasan yang dicurahkan dari berbagai pihak akan sangat bermanfaat untuk merumuskan teori sastra Budi Darma.” Ucap beliau.
Dalam simposium tersebut, seluruh pemateri memaparkan filosofi "Jungkir Balik" Budi Darma melalui contoh dan penjelasannya masing-masing.
Salah satu narasumber yaitu Okky Madasari membahas tentang “Sastra sebagai medan intelektualitas” Disini beliau membandingkan beberapa pendapat orang tentang intelektualitas tersebut yaitu Budi Darma, Pramoedya Ananta Toer, dan Syed Hussein Alatas.
Menurut Okky Madasari, dari pendapat Budi Darma ia menjelaskan bahwa pak Budi tidak melihat bahwa seseorang harus berpendidikan tinggi untuk menjadi intelektual.
Sementara pendapat Syed Hussein Alatas menjelaskan bahwa ada syarat tertentu bagi Syed Husseuin untuk menyebut seseorang intelektual.
Untuk pendapat Pramoedya Ananta Toer menjelaskan bahwa Pramoedya mensyaratkan adanya tanggung jawab ketika seseorang menjadi intelektual, jadi tidak hanya sekedar mampu atau mengerti tentang sesuatu, tetapi bagaimana dia bertanggung jawab atas dirinya dan lingkunganya.
Pada presentasinya Okky Madasari juga memberikan kritik untuk paparan Budi Darma tentang intelektualisme. Menurut Okky:
- Budi Darma cenderung menempatkan makna intelektualisme sebatas kemampuan abstraksi dan berpikir.
- intelektual bagi Budi Darma adalah mereka yang mampu berpikir dalam tataran abstraksi.
- Budi Darma tidak melihat keterlibatan dalam masalah mayarakat sebagai bagian dari kerja intelektual.
- Budi Darma memberi batasan jelas antara bedanya seorang penulis dan tukang becak atau pembatik.
- Di titik ini terlihat Budi Darma masih terjebak pada romantisme dan ilusi posisi pengarang sebagai "yang agung" dan punya derajat lebih tinggi.
- Kesadaran bahwa penulis juga merupakan pekerja – tukang - tak terlihat dalam gagasan Budi Darma.
- Budi Darma menekankan agar karya sastra dilihat secara sastra.Contoh: la mengatakan pertanyaan kenapa banyak penulis Indonesia menulis berlatar kota daripada desa adalah pertanyaan tak layak. “Itu akibat karya sastra dilihat secara sosial"
- Pendapat Budi Darma ini lemah. Karya sastra adalah karya sastra. Tapi ia bisa dilihat, dibaca, dianalisis dengan ilmu apa pun, terlebih ilmu sosial.
- Intelektualisme tidak terberi sejak lahir. Jadi bicara intelektualisme, adalah bicara tentang lingkungan yang membentuknya.
Tetapi Okky juga mengatakan dalam presentasinya bahwa ia setuju dengan salah satu statement dari Budi Darma yang yaitu “Para penulis yang sebetulnya berbakat dan gigih, terpaksa tidak mempunyai suasana yang baik untuk menulis” –Budi Darma.
Menurutnya jika statement tersebut dielaborasi, maka dapat ditemukan titik tempuhnya, tetapi sayangnya tidak ada esai yang lanjut membahas hal tersebut.
Di akhir sesi Okky berkata bahwa cara untuk mengenang Budi Darma (orangnya dan atau karyanya) adalah dengan menginterpretasikan ulang, memaknai ulang, dan mengkritik beliau.
“Yang paling penting adalah, bicara tentang pak Budi Darma pada akhirnya adalah bicara tentang karyanya bicara tentang gagasanya, dan ini adalah cara kita untuk terus mengenang beliau dengan menginterpretasikan ulang, dengan memaknai ulang, termasuk dengan mengkritik” Ucap beliau.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H