Ketika saya melihat mahasiswa-mahasiswa Muslim yang ketakutan mempelajari evolusi karena pengaruh pemikiran Harun Yahya, saya merasa sedih. Mereka telah kehilangan kesempatan untuk mengagumi kompleksitas penciptaan Allah melalui lensa sains. Padahal, bukankah Al-Quran sendiri berkali-kali menyeru kita untuk mengamati dan memikirkan alam semesta?
Mari kita kembalikan tradisi Islam yang menghargai ilmu pengetahuan. Mari kita tunjukkan pada dunia bahwa Muslim bisa menjadi ilmuwan yang handal sekaligus mukmin yang taat. Dan mari kita tinggalkan pemikiran sempit yang justru mengerdilkan kebesaran Allah dan kemampuan akal yang dianugerahkan-Nya kepada kita.
Sains dan agama bisa berjalan beriringan. Keduanya adalah cara kita memahami kebenaran. Yang satu melalui observasi dan eksperimen, yang lain melalui wahyu dan perenungan spiritual. Mengapa kita harus memilih salah satu ketika kita bisa memiliki keduanya?
Mungkin sudah waktunya kita berhenti mengagung-agungkan Harun Yahya dan mulai mengembangkan pemikiran yang lebih dewasa tentang hubungan sains dan Islam. Pemikiran yang tidak takut pada bukti ilmiah, sekaligus tetap berpegang teguh pada keimanan. Karena pada akhirnya, baik sains maupun agama memiliki tujuan yang sama: memahami kebenaran.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H