Dalam survei terbaru yang dilakukan oleh lembaga penelitian ekonomi, hampir 60% responden mengaku mengalami kesulitan dalam berbelanja bahan pokok akibat lonjakan harga yang tajam. Terlebih lagi, kelompok masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan dengan biaya hidup yang lebih tinggi merasa semakin tertekan dengan kenaikan harga pangan dan energi. Hal ini memperburuk ketimpangan ekonomi dan meningkatkan angka kemiskinan di Indonesia (Faisal Basri, 2024).
Selain masyarakat, sektor bisnis juga merasakan dampak dari inflasi yang tinggi. Bisnis yang berfokus pada konsumsi domestik, seperti sektor ritel dan makanan, mengalami penurunan permintaan. Konsumen yang merasa terbebani dengan harga barang yang semakin tinggi cenderung menahan pengeluaran mereka, yang akhirnya berdampak pada pendapatan sektor-sektor bisnis tersebut. Di sisi lain, bisnis yang bergantung pada bahan baku impor juga terkena dampak dari inflasi global yang menyebabkan kenaikan harga barang-barang yang dibutuhkan untuk produksi (Sudarsono & Rahman, 2022).
Kenaikan biaya produksi akibat inflasi dapat mendorong sektor bisnis untuk menaikkan harga barang dan jasa yang mereka tawarkan. Meskipun ini bisa membantu mereka untuk menutupi biaya tambahan, namun hal ini juga berisiko membuat produk mereka menjadi kurang terjangkau bagi konsumen. Jika kondisi ini berlangsung lama, maka sektor bisnis akan menghadapi dilema: menaikkan harga atau mengurangi kualitas produk dan layanan mereka untuk tetap bertahan di pasar yang kompetitif.
Kebijakan Pemerintah dan Bank Indonesia Menghadapi Inflasi
Pemerintah Indonesia, bersama dengan Bank Indonesia, telah melakukan berbagai langkah untuk menanggulangi inflasi. Salah satu langkah utama yang diambil adalah dengan menaikkan suku bunga acuan Bank Indonesia menjadi 6,5% pada bulan Oktober 2024. Kebijakan ini bertujuan untuk menekan konsumsi yang berlebihan dan mencegah ekonomi yang terlalu panas. Kenaikan suku bunga diharapkan dapat mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat, sehingga dapat menurunkan tekanan inflasi. Namun, kebijakan ini memiliki dampak sampingan, yaitu potensi melambatnya pertumbuhan ekonomi karena tingginya biaya pinjaman bagi masyarakat dan perusahaan (Haryanto & Lestari, 2021).
Pemerintah juga telah meluncurkan berbagai program bantuan sosial, seperti program bantuan langsung tunai (BLT) dan subsidi pangan, untuk meringankan beban masyarakat akibat inflasi yang tinggi. Program-program ini bertujuan untuk memastikan agar kelompok masyarakat yang paling terdampak oleh inflasi tetap bisa memenuhi kebutuhan dasar mereka. Namun, banyak yang berpendapat bahwa kebijakan ini masih belum cukup efektif jika tidak diimbangi dengan perbaikan sistem distribusi pangan yang lebih efisien, agar harga barang pokok tidak terus melonjak (Setiawan, 2023).
Selain kebijakan fiskal, penting untuk memperkuat sektor pertanian domestik agar Indonesia tidak terlalu bergantung pada impor bahan pangan. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan memperbaiki infrastruktur pertanian dan distribusi pangan, sehingga harga barang pokok bisa lebih stabil. Pemerintah juga diharapkan untuk meningkatkan program-program yang dapat memperkuat ketahanan pangan nasional dan mengurangi ketergantungan pada pasokan impor dari luar negeri (Widodo, 2022).
Kesimpulan
Inflasi yang meningkat di Indonesia saat ini merupakan tantangan besar bagi perekonomian nasional. Dampaknya tidak hanya dirasakan oleh masyarakat berpendapatan rendah, tetapi juga oleh sektor bisnis dan perekonomian secara keseluruhan. Dalam menghadapi inflasi yang tinggi, kebijakan pemerintah dan Bank Indonesia harus lebih komprehensif dan berbasis pada pemahaman yang lebih dalam tentang dinamika ekonomi global dan domestik. Selain itu, ketahanan ekonomi domestik, khususnya dalam sektor pangan dan energi, harus diperkuat agar Indonesia tidak terlalu tergantung pada impor. Jika kebijakan yang tepat diambil, maka inflasi yang tinggi ini dapat dikelola dengan baik, dan perekonomian Indonesia dapat terus tumbuh dengan stabil.
Referensi:
1. Setiawan, R. (2023). Inflasi dan Pengaruhnya terhadap Stabilitas Ekonomi Indonesia. Jurnal Ekonomi Pembangunan, 18(1), 50-65.