Dalam hal ini, rumah sakit yang mempekerjakan tenaga medis atau tenaga kesehatan yang melakukan malapraktik dapat dimintai pertanggungjawaban secara perdata melalui Pasal 1367 KUHPer yang menyatakan bahwa seorang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya (Novianto, 2017: 74‑75).
Di sisi lain, kita dapat merujuk kepada Pasal 46 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (UU RS), yang menyatakan bahwa rumah sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatannya.
Dalam praktiknya, Majelis Kehormatan Etika Kedokteran (MKEK) yang merupakan sebuah badan di dalam struktur organisasi profesi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) akan menetapkan apakah suatu kasus malapraktik medis merupakan pelanggaran etika atau pelanggaran hukum (Putra, 2020: 123).Â
Sedangkan IDI sebagai lembaga penegak etika kedokteran wajib berperan aktif dalam memajukan dan meningkatkan praktik kedokteran yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai etika kedokteran (Sofyan, 2015: 111).
Hal ini sudah sepatutnya dilaksanakan mengingat semua tindakan yang dilakukan oleh tenaga medis maupun tenaga kesehatan merupakan tindakan yang mengatasnamakan rumah sakit tempat mereka bekerja (Tendean, Lex et Societas, 7, Agustus 2019: 24).Â
Oleh karena itu, rumah sakit dapat dimintai pertanggungjawaban secara hukum apabila tenaga medis ataupun tenaga kesehatannya terbukti melakukan PMH dan karena kesalahannya menyebabkan kerugian bagi pasien.
Selain itu, tenaga medis yang melakukan malapraktik medis secara lalai dapat dimintai pertanggungjawaban berdasarkan Pasal 46 UU RS. Namun, rumah sakit hanya dapat dimintai pertanggungjawaban ketika tenaga medis ataupun tenaga kesehatan yang bersangkutan telah terbukti melakukan kelalaian, sebab tidak semua kelalaian yang dilakukan oleh tenaga medis dapat dimintai pertanggungjawabannya.
Berdasarkan penjelasan tersebut, terdapat beberapa kesimpulan yang dapat diberikan. Pertama, rumah sakit bertanggung jawab atas tindakan kelalaian tenaga medis dan tenaga kesehatan di rumah sakit, yang menyebabkan kerugian pada seorang pasien berdasarkan Pasal 1365 KUHPer, 1367 KUHPer, Pasal 46 UU RS, serta standar profesi medis.
Kedua, rumah sakit bertanggung jawab apabila terjadi malapraktik medis secara lalai yang melibatkan tenaga medis ataupun tenaga kesehatanya. Namun, rumah sakit hanya dapat dimintai pertanggungjawaban apabila yang bersangkutan telah terbukti melakukan kelalaian, sebab tidak semua kelalaian yang dilakukan oleh tenaga medis dapat dimintai pertanggungjawabannya.
Ketiga, bahwa Pasal 46 UU RS memiliki implikasi terhadap rumah sakit, tenaga medis, dan pasien. Terkait rumah sakit, Pasal 46 UU RS berimplikasi pada kewajiban rumah sakit untuk melakukan pengawasan terhadap tenaga medis dan mengadakan rekam medis serta persetujuan tindakan medis secara jelas bagi pasien.Â
Sedangkan implikasi ketentuan Pasal 46 UU RS bagi tenaga kesehatan, yaitu tenaga kesehatan dihimbau agar tidak gegabah dalam melakukan segala tindakan medis untuk menghindari terjadinya malapraktik.Â