Mohon tunggu...
Daffa Muhammad Naufal Hamam
Daffa Muhammad Naufal Hamam Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Masih belajar...

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Rendahnya Kepercayaan Masyarakat terhadap Demokrasi di Indonesia

8 Desember 2021   00:47 Diperbarui: 8 Desember 2021   00:57 362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Rendahnya Kepercayaan Masyarakat Terhadap Demokrasi di Indonesia

Indonesia dikenal sebagai sebagai negara yang memiliki pulau yang banyak dari Sabang-Merauke, atau dikenal juga sebagai negara maritim. 

Selain itu, keberagaman budaya serta adat istiadat yang tiap daerahnya memiliki ciri khas masing-masing.Namun hal unik dari Indonesia adalah meskipun dengan keberagaman tersebut, Indonesia dikenal sebagai negara yang selalu menjunjung tinggi kedamaian dan kerukunan antar suku bangsa.

Karena Indonesia memiliki sebuah semmboyan yang terpampang jelas pada lambang negara burung garuda yaitu "Bhineka Tunggal Ika" yang memiliki arti berbeda-beda, tetapi satu tujuan.

Keberagaman tersebut membuat sistem demokrasi masih bisa diterapkan di Indonesia, dimana segala keputusan tidak diambil secara sepihak, tetapi harus melalui musyawarah.

Hasil wawancara penulis dengan beberapa teman-teman mahasiswa tentang apakah demokrasi di Indonesia ini telah berjalan dengan baik? Dan apa saja faktor yang menjadi turunya kepercayaan masyarakat kepada demokrasi? Dari hasil wawancara tersebut penulis menarik kesimpulan dari jawaban mereka.

Rata-rata jawaban menyebutkan bahwa faktor yang menjadi tidak percayanya mereka terhadap sistem demokrasi adalah prilaku atau dengan banyaknya kasus-kasus yang menyeret para pejabat pemerintahan ataupun para elite politik.

Di dalam tulisan ini juga penulis mencoba memaparkan atau memberikan contoh-contoh terkait kendala dan penyebab menurunya kepercayaan terhadap demokrasi dan munculnya sikap apatis masyarakat dalam berpolitk dan berdemokrasi.

Dalam pandangan penulis sesuai dari hasil wawancara terhadap beberapa narasumber tersebut memang faktor utama dari ketidakpuasaan mereka atau menurunya kepercayaan mereka terhadap demokrasi yaitu belum adanya kesejahteraan di dalam masyarakat.

Seperti banyaknya kebijakan-kebijakan yang tidak pro rakyat dan malah menjadi menyengsarakan mereka dan juga ketimpangan yang terjadi antara masyarakat dan para pejabat itu sangat Nampak, dimana pejabat-pejabat banyak yang hidup bermewah-mewahan sementara masyarakat pun masih banyak yang kesulitan ekonominya.

Dan kemudian banyak munculah berita-berita tentang bagaimana para pejabat atau elite politik yang terjerat kasus korupsi dengan nominal kerugian negara yang sangat besar.

Hal tersbeut lantas membuat masyarakat muak dan menjadi hilang kepercayaan terhadap para aktor politik selaku pihak yang menjalan sistem demokrasi di Indonesia yang menjadikan hal tersebut faktor hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap demokrasi.

Memang prilaku para pejabat sendiri menjadi salah satu factor menurunya kepercayaan masyarakat kepada pemerintahan, salah satunya adalah maraknya kasus korupsi yang banyak menjerat pejabat serta para petinggi partai politik atau elite politik.Bukan hanya di pusat saja, bahkan di daerah pun banyak terjadi hal serupa.

Apalagi saat di tengah pandemic seperti ini, masyarakat yang terdampak khususnya pada sektor ekonomi sangat perlu membutuhkan bantuan-bantuan, memang pemerintah dalam hal ini memberikan solusi yaitu dengan di salurkanya bantuan sosial (Bansos), namun sayangnya terdapat kasus bahwa seorang mentri sosial pun malah terlibat dalam kasus korupsi dana Bansos tersebut.Yang disinyalir merugikan negara mencapai sekitar 14 Miliyar Rupiah.

Sungguh masyarakat pun sangat kecewa dimana disaat sulit karena pandemic, dana Bansos yang seharusnya mereka terima pun malah digunakan untuk kepentingan pribadi mereka.Jangan sampai terjadi krisis kepercayaan terjadi demi keberlangsungan demokrasi agar tetap berjalan sesuai dengan nilai-nilai yang seutuhnya.

Kemudian pangkal dari hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap para aktor politik di Indonesia yaitu dengan hadirnya Golput (Golongan Putih), yang dimana masyarakat enggan memberikan suaranya di pemilihan umum (Pemilu) yang merupakan salah satu wujud dari demokrasi itu sendiri.

Namun apakah itu Golput? Golput sebagai posisi politik untuk menyerukan perbaikan sistem politik agar lebih demokratis, akuntabel dan partisipatif lebih merupakan daya tarik moral. Oleh karena itu, Golput dapat dilihat sebagai peringatan kepada pemerintah dan partai politik bahwa politik perwakilan harus selaras dengan lembaga demokrasi dan memperkuatnya, bukan sebaliknya, meningkatkan ancaman terhadap demokrasi.

Tidak memilih adalah hak, sikap politik yang dijamin di negara-negara demokratis. Realitas golput harus dilihat oleh para pemilih, baik partai politik, calon legislatif, calon perseorangan, termasuk calon presiden dan wakil presiden, sebagai keniscayaan yang melekat dalam iklim demokrasi. 

Realitas ini seharusnya semakin menantang peserta untuk lebih memahami aspirasi mereka dan kemampuan untuk menawarkannya sebagai program dan strategi alternatif.

Oleh karena itu, tidak ada alasan untuk bereaksi berlebihan terhadap ancaman abstain. Namun Golput yang konstruktif harus mampu mengenali kekuatan mana yang mengancam demokrasi di masa depan dan harus dihadapi sebagai "musuh bersama" untuk mencegah kembalinya sistem otoriter yang tidak demokratis.

Pendukung Golput yang konstruktif menghadapi ancaman yang lebih luas terhadap demokrasi yang tumbuh dan berkonsolidasi, seperti menjamurnya politik identitas dan politisasi agama dalam pemilu. Oleh karena itu, tantangan bagi abstain adalah bekerja dengan pemilih cerdas untuk mengatasi ancaman terhadap nilai-nilai demokrasi. 

Pemilih yang cerdas secara konstruktif akan melihat landasan programatik yang mengedepankan nilai-nilai demokrasi dan kemanusiaan sebagai dasar pemilihannya. 

IDEA memperingatkan bahwa tren penurunan partisipasi pemilih merupakan indikator penting tentang bagaimana warga berpartisipasi dalam pemerintahan. Derajat partisipasi pemilih dalam pemilu akan menentukan derajat kematangan konsolidasi demokrasi. 

Untuk itu, masalah partisipasi pemilih harus menjadi perhatian pemilih.Perlu adanya komitmen atau peningkatan kepercayaan kepada seluruh aktor politik, baik itu para pejabat maupun dari partai-partai politik agar bisa dipercayai masyarakat sehingga angka Golput pun akan menurun yang selanjutnya proses demokrasi pun berjalan dengan baik dengan asas Luberjurdil.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun