Pendekatan ini memastikan bahwa resolusi konflik bersifat obyektif, adil, dan transparan, sehingga mendukung upaya pemerintah untuk meningkatkan kepatuhan pajak.
C. How
Penerapan Dialektika Hegelian dalam audit perpajakan melibatkan tiga tahap utama: tesis, antitesis, dan sintesis. Tahapan ini digunakan untuk memfasilitasi penyelesaian konflik yang berbasis logika dan fakta.
1. Tahap Tesis
Pada tahap ini, auditor mengidentifikasi dokumen awal yang disampaikan oleh Wajib Pajak (WP). Tesis menggambarkan posisi awal WP, seperti:
- Laporan pajak yang disampaikan.
- Alasan WP menggunakan metode tertentu dalam penghitungan pajaknya.
Langkah-Langkah yang Dilakukan Auditor:
- Memeriksa kelengkapan laporan pajak WP, termasuk dokumen pendukung seperti faktur pajak, bukti potong, dan laporan keuangan.
- Memahami posisi WP terkait aturan perpajakan yang berlaku.
Contoh Praktis:
Sebuah perusahaan melaporkan biaya perjalanan dinas sebesar Rp 500 juta sebagai pengurang pajak. WP mengklaim bahwa biaya tersebut memenuhi kriteria sebagai deductible expense sesuai Pasal 6 UU PPh.
2. Tahap Antitesis
Antitesis adalah tahap di mana auditor mengidentifikasi ketidaksesuaian antara laporan WP dan peraturan perpajakan. Pada tahap ini, auditor menyajikan temuan yang didasarkan pada analisis fakta dan regulasi.
Langkah-Langkah yang Dilakukan Auditor:
- Melakukan analisis komparatif antara laporan pajak WP dan peraturan perpajakan.
- Menggunakan data eksternal (misalnya, informasi dari pihak ketiga atau sistem DJP) untuk memverifikasi kebenaran laporan WP.
- Mengidentifikasi area konflik, seperti:
- Klaim pengurangan biaya yang tidak memenuhi syarat.
- Omzet yang dilaporkan lebih rendah dari kenyataan.
Contoh Praktis:
Setelah analisis, auditor menemukan bahwa 70% biaya perjalanan dinas sebenarnya digunakan untuk kegiatan non-bisnis. Auditor menyampaikan temuannya dan memberikan dasar hukumnya, yaitu Pasal 9 UU PPh yang melarang pengurangan biaya non-bisnis.