Mohon tunggu...
Daffa Mahardhika
Daffa Mahardhika Mohon Tunggu... Akuntan - Finance

Mahasiswa Magister Akuntansi - NIM 55523110019 - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Mercu Buana - Pemeriksaan Pajak - Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Diskursus Kesadaran David R Hawkins, dan Jeff Cooper pada Upaya Wajib Pajak untuk Memperbaiki SPT

13 November 2024   19:36 Diperbarui: 13 November 2024   19:38 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok pribadi: Prof Apollo

What

a. Teori Kesadaran David R. HawkinsDavid R. Hawkins, dalam skala kesadarannya yang disusun dalam Power vs. Force, mengelompokkan tingkat kesadaran manusia menjadi beberapa tingkatan, mulai dari level rendah seperti rasa malu (shame) dan ketakutan (fear), hingga ke level yang lebih tinggi seperti akuntabilitas (accountability) dan integritas (integrity). Menurut Hawkins, tingkat kesadaran yang lebih tinggi menunjukkan kesadaran yang lebih kuat akan tanggung jawab sosial dan etika pribadi.

Dalam konteks WP, teori ini dapat diterapkan untuk memahami bahwa semakin tinggi tingkat kesadaran pajak seseorang, semakin besar pula kecenderungannya untuk bertindak dengan jujur dan bertanggung jawab, termasuk dalam hal pembetulan SPT. WP yang berada pada level kesadaran tinggi mungkin tidak memerlukan tekanan eksternal untuk memperbaiki laporan pajak mereka jika terjadi kesalahan.

b. Teori Kesadaran Situasional Jeff CooperJeff Cooper, yang terkenal dengan "Cooper Color Code", menggambarkan kesadaran situasional dalam warna: Putih (tidak waspada), Kuning (waspada), Oranye (siap bertindak), dan Merah (beraksi langsung). Pada awalnya, sistem ini dikembangkan untuk kesadaran dalam menghadapi ancaman fisik, tetapi konsep ini bisa diterapkan pada respons WP terhadap kepatuhan pajak.

Misalnya, WP dalam "kode kuning" mungkin sadar akan kewajiban mereka untuk melaporkan pajak dengan benar tetapi belum mengambil tindakan pembetulan, sementara "kode oranye" mencerminkan WP yang merasa adanya ancaman atau risiko sanksi jika mereka tidak memperbaiki laporan. Mereka yang ada di "kode merah" bertindak cepat, biasanya saat DJP melakukan pemeriksaan.

Dok pribadi: Prof Apollo
Dok pribadi: Prof Apollo

Why

Mengapa Model Hawkins dan Cooper Relevan untuk Kepatuhan Pajak?Dua pendekatan ini relevan untuk memahami bagaimana WP bereaksi terhadap pelanggaran atau kesalahan dalam laporan SPT, terutama dalam kondisi di mana WP sudah menyadari adanya kesalahan tetapi belum melakukan perbaikan.

  • Model Hawkins dapat menjelaskan motivasi internal, atau tingkat kesadaran moral WP. Di sini, WP yang mencapai tingkat integritas atau akuntabilitas memiliki motivasi untuk memperbaiki kesalahan tanpa menunggu surat atau pemeriksaan dari DJP. Pada dasarnya, mereka memperbaiki laporan pajak untuk mempertahankan nilai integritas pribadi dan keyakinan bahwa kontribusi pajak yang benar adalah kewajiban moral.

  • Model Cooper bisa menunjukkan bagaimana ancaman atau peringatan eksternal seperti surat himbauan dari DJP mendorong WP yang awalnya dalam "kode putih" atau "kode kuning" menjadi lebih sadar dan termotivasi untuk bertindak. WP pada "kode kuning" mungkin tidak tergerak melakukan pembetulan karena belum ada ancaman langsung, sedangkan WP yang masuk "kode merah" langsung bertindak karena merasakan adanya ancaman konkret dari DJP.

Contoh Kasus:Misalkan ada seorang WP dengan penghasilan besar yang tidak sepenuhnya melaporkan pendapatan mereka. Meskipun menyadari adanya ketidaksesuaian, WP tersebut memilih untuk menunggu surat himbauan karena menganggap DJP tidak akan memeriksa detail laporan mereka. Di sinilah teori Cooper relevan---begitu WP ini menerima surat dari DJP, mereka akan lebih waspada dan segera melakukan pembetulan karena sekarang merasakan adanya risiko.

How

Bagaimana Teori Hawkins dan Cooper Diterapkan dalam Praktik Pembetulan SPT?

a. Penerapan Teori Hawkins dalam Praktik PajakHawkins menekankan peningkatan tingkat kesadaran individu. DJP atau otoritas pajak bisa mendorong kepatuhan dengan mengedukasi WP tentang pentingnya pajak dan tanggung jawab moralnya. Semakin tinggi kesadaran WP terhadap pentingnya kontribusi mereka bagi masyarakat, semakin besar kemungkinan mereka bertindak proaktif dalam memperbaiki SPT. Misalnya, DJP bisa melakukan kampanye yang menunjukkan dampak pajak terhadap pembangunan publik, memicu WP yang memiliki tingkat kesadaran moral tinggi untuk memperbaiki SPT jika mereka menemukan ketidakakuratan.

b. Penerapan Teori Cooper dalam Praktik PajakTeori Cooper dapat digunakan dengan meningkatkan "rasa waspada" WP terhadap sanksi jika mereka tidak memperbaiki laporan pajak. Contoh praktisnya adalah ketika DJP mengirim surat himbauan untuk pemeriksaan pajak atau pengingat terkait kewajiban pelaporan. Ini akan meningkatkan kesadaran situasional WP (dari "kode putih" atau "kuning" menjadi "oranye" atau "merah") untuk segera memperbaiki kesalahan mereka karena merasakan tekanan eksternal yang nyata.

Kasus Nyata:Misalnya, pada suatu perusahaan yang pada awalnya mengabaikan perbaikan SPT karena merasa laporan mereka tidak akan diperiksa. Setelah DJP mengirim surat peringatan, perusahaan tersebut langsung mengambil langkah pembetulan untuk menghindari denda. Contoh seperti ini menunjukkan betapa efektifnya penerapan Cooper's Color Code dalam meningkatkan kepatuhan melalui tekanan eksternal.

Contoh Kasus 1, Perusahaan Besar yang Membetulkan SPT Setelah Pemeriksaan Pajak

Pada tahun 2020, sebuah perusahaan besar di sektor pertambangan di Indonesia diketahui telah melakukan pembetulan SPT setelah mendapat pemeriksaan pajak oleh DJP. Awalnya, perusahaan tersebut melaporkan SPT mereka dengan jumlah penghasilan kena pajak yang lebih rendah dari kenyataan. Namun, setelah dilakukan audit dan pemeriksaan mendalam oleh DJP, ditemukan bahwa terdapat beberapa transaksi yang tidak dilaporkan dengan benar, terutama terkait biaya operasional dan pendapatan yang tidak tercatat.

Poin Penting dari Kasus Ini:

  • Faktor Kesadaran: Perusahaan ini awalnya mungkin berada dalam "kode putih" atau "kode kuning" dalam konteks Jeff Cooper, di mana mereka tidak sepenuhnya menyadari atau mengabaikan risiko dari ketidaksesuaian laporan mereka.
  • Tindakan Pembetulan: Setelah DJP melakukan pemeriksaan dan memberikan surat pemberitahuan akan adanya audit lebih lanjut, perusahaan tersebut langsung melakukan pembetulan SPT. Mereka akhirnya melaporkan kembali pendapatan sesuai dengan transaksi aktual untuk menghindari sanksi lebih berat.
  • Hasil Akhir: Dengan melakukan pembetulan, perusahaan tersebut berhasil mengurangi sanksi yang bisa dikenakan jika DJP menemukan ketidaksesuaian tersebut tanpa adanya upaya perbaikan. Kasus ini menunjukkan bagaimana pemeriksaan dapat meningkatkan kesadaran situasional WP (sesuai dengan model Cooper) untuk bertindak segera.

Contoh Kasus 2, Pengusaha UMKM yang Mendapatkan Surat Himbauan Pajak

Seorang pengusaha di bidang usaha kecil dan menengah (UMKM) yang bergerak di sektor kuliner, awalnya melaporkan SPT tahunannya tanpa memperhitungkan pendapatan dari beberapa cabang yang ia buka baru-baru ini. Meskipun ia menyadari ada potensi kesalahan, ia tidak segera membetulkan SPT dengan asumsi bahwa DJP tidak akan memeriksa secara mendetail pendapatan dari usahanya yang relatif kecil.

Namun, pada tahun berikutnya, pengusaha tersebut menerima surat himbauan dari DJP yang memberitahukan adanya ketidaksesuaian data transaksi antara laporan SPT dengan data pembayaran pelanggan yang terekam melalui layanan digital. Berdasarkan data yang dimiliki DJP dari bank dan penyedia layanan transaksi digital, DJP menemukan bahwa omzet pengusaha tersebut seharusnya lebih tinggi dari yang dilaporkan.

Poin Penting dari Kasus Ini:

  • Faktor Ketakutan dan Tindakan Pembetulan: Setelah menerima surat himbauan, pengusaha ini segera melakukan pembetulan SPT untuk menghindari sanksi. Ketakutan atas kemungkinan pemeriksaan dan denda menjadi pemicu perubahan sikapnya dari "kode kuning" ke "kode merah", seperti dalam model Cooper, yang mendorongnya untuk bertindak segera.
  • Kesadaran yang Meningkat: Setelah kasus ini, pengusaha tersebut menjadi lebih sadar akan kewajibannya untuk melaporkan pendapatan secara akurat di tahun-tahun berikutnya.
  • Dampak Positif bagi Kepatuhan Pajak: Setelah himbauan tersebut, pengusaha UMKM tersebut mulai lebih teliti dalam melakukan pembukuan dan menyusun laporan SPT untuk menghindari masalah di kemudian hari.

Daftar pustaka

  • Hawkins, D. R. (1995). Power vs. Force: The Hidden Determinants of Human Behavior. Hay House Inc.
  • Cooper, J. D. (1989). Principles of Personal Defense. Paladin Press.
  • Kirchler, E. (2007). The Economic Psychology of Tax Behaviour. Cambridge University Press.
  • Alm, J., & Torgler, B. (2011). "Do Ethics Matter? Tax Compliance and Morality." Journal of Business Ethics, 101(4), 635-651.
  • Braithwaite, V. (2009). Defiance in Taxation and Governance. Edward Elgar Publishing.
  • Puspita, R., & Nur Aulia, D. (2020). "Analysis of the Taxpayer's Willingness to Report Correctly in Indonesia." International Journal of Financial Studies, 8(3), 45.
  • Direktorat Jenderal Pajak. (2021). Laporan Tahunan DJP 2021. Jakarta: DJP.
  • "Pengusaha UMKM Terdorong Lakukan Pembetulan SPT Setelah Surat Himbauan DJP." (2021, Maret 12). Bisnis.com.
  • "Automatic Exchange of Information Dorong Wajib Pajak Laporkan Penghasilan Luar Negeri." (2021, April 5). Kontan.co.id.
  • "Studi Perilaku Wajib Pajak: Pentingnya Kesadaran Pajak dalam Kepatuhan Pelaporan." (2020). Pajak.go.id.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun