Contoh Kasus:Misalkan ada seorang WP dengan penghasilan besar yang tidak sepenuhnya melaporkan pendapatan mereka. Meskipun menyadari adanya ketidaksesuaian, WP tersebut memilih untuk menunggu surat himbauan karena menganggap DJP tidak akan memeriksa detail laporan mereka. Di sinilah teori Cooper relevan---begitu WP ini menerima surat dari DJP, mereka akan lebih waspada dan segera melakukan pembetulan karena sekarang merasakan adanya risiko.
How
Bagaimana Teori Hawkins dan Cooper Diterapkan dalam Praktik Pembetulan SPT?
a. Penerapan Teori Hawkins dalam Praktik PajakHawkins menekankan peningkatan tingkat kesadaran individu. DJP atau otoritas pajak bisa mendorong kepatuhan dengan mengedukasi WP tentang pentingnya pajak dan tanggung jawab moralnya. Semakin tinggi kesadaran WP terhadap pentingnya kontribusi mereka bagi masyarakat, semakin besar kemungkinan mereka bertindak proaktif dalam memperbaiki SPT. Misalnya, DJP bisa melakukan kampanye yang menunjukkan dampak pajak terhadap pembangunan publik, memicu WP yang memiliki tingkat kesadaran moral tinggi untuk memperbaiki SPT jika mereka menemukan ketidakakuratan.
b. Penerapan Teori Cooper dalam Praktik PajakTeori Cooper dapat digunakan dengan meningkatkan "rasa waspada" WP terhadap sanksi jika mereka tidak memperbaiki laporan pajak. Contoh praktisnya adalah ketika DJP mengirim surat himbauan untuk pemeriksaan pajak atau pengingat terkait kewajiban pelaporan. Ini akan meningkatkan kesadaran situasional WP (dari "kode putih" atau "kuning" menjadi "oranye" atau "merah") untuk segera memperbaiki kesalahan mereka karena merasakan tekanan eksternal yang nyata.
Kasus Nyata:Misalnya, pada suatu perusahaan yang pada awalnya mengabaikan perbaikan SPT karena merasa laporan mereka tidak akan diperiksa. Setelah DJP mengirim surat peringatan, perusahaan tersebut langsung mengambil langkah pembetulan untuk menghindari denda. Contoh seperti ini menunjukkan betapa efektifnya penerapan Cooper's Color Code dalam meningkatkan kepatuhan melalui tekanan eksternal.
Contoh Kasus 1, Perusahaan Besar yang Membetulkan SPT Setelah Pemeriksaan Pajak
Pada tahun 2020, sebuah perusahaan besar di sektor pertambangan di Indonesia diketahui telah melakukan pembetulan SPT setelah mendapat pemeriksaan pajak oleh DJP. Awalnya, perusahaan tersebut melaporkan SPT mereka dengan jumlah penghasilan kena pajak yang lebih rendah dari kenyataan. Namun, setelah dilakukan audit dan pemeriksaan mendalam oleh DJP, ditemukan bahwa terdapat beberapa transaksi yang tidak dilaporkan dengan benar, terutama terkait biaya operasional dan pendapatan yang tidak tercatat.
Poin Penting dari Kasus Ini:
- Faktor Kesadaran: Perusahaan ini awalnya mungkin berada dalam "kode putih" atau "kode kuning" dalam konteks Jeff Cooper, di mana mereka tidak sepenuhnya menyadari atau mengabaikan risiko dari ketidaksesuaian laporan mereka.
- Tindakan Pembetulan: Setelah DJP melakukan pemeriksaan dan memberikan surat pemberitahuan akan adanya audit lebih lanjut, perusahaan tersebut langsung melakukan pembetulan SPT. Mereka akhirnya melaporkan kembali pendapatan sesuai dengan transaksi aktual untuk menghindari sanksi lebih berat.
- Hasil Akhir: Dengan melakukan pembetulan, perusahaan tersebut berhasil mengurangi sanksi yang bisa dikenakan jika DJP menemukan ketidaksesuaian tersebut tanpa adanya upaya perbaikan. Kasus ini menunjukkan bagaimana pemeriksaan dapat meningkatkan kesadaran situasional WP (sesuai dengan model Cooper) untuk bertindak segera.
Contoh Kasus 2, Pengusaha UMKM yang Mendapatkan Surat Himbauan Pajak
Seorang pengusaha di bidang usaha kecil dan menengah (UMKM) yang bergerak di sektor kuliner, awalnya melaporkan SPT tahunannya tanpa memperhitungkan pendapatan dari beberapa cabang yang ia buka baru-baru ini. Meskipun ia menyadari ada potensi kesalahan, ia tidak segera membetulkan SPT dengan asumsi bahwa DJP tidak akan memeriksa secara mendetail pendapatan dari usahanya yang relatif kecil.