Setelah data terkumpul, tahap berikutnya adalah melakukan analisis risiko untuk menentukan profil risiko setiap wajib pajak. Proses ini melibatkan evaluasi berbagai faktor seperti besarnya pendapatan yang dilaporkan, transaksi yang dilakukan, serta catatan kepatuhan pajak di masa lalu.
Hasil dari analisis ini adalah penentuan profil risiko wajib pajak, yang kemudian dibagi dalam beberapa kategori, seperti risiko tinggi, sedang, atau rendah. Wajib pajak dengan profil risiko tinggi akan diprioritaskan untuk pemeriksaan pajak mendalam.
3. Pemilihan Wajib Pajak untuk Diperiksa
Berdasarkan profil risiko yang telah ditetapkan, DJP kemudian memilih wajib pajak yang akan diperiksa. Pemilihan ini dilakukan secara otomatis oleh sistem berbasis komputer yang telah diintegrasikan dengan algoritma analisis risiko. Dengan cara ini, pemilihan wajib pajak untuk diperiksa menjadi lebih objektif dan mengurangi potensi bias atau subjektivitas dari pihak petugas pajak.
Wajib pajak yang memiliki risiko tinggi akan lebih dahulu diperiksa, sedangkan wajib pajak dengan risiko rendah mungkin hanya mendapatkan pengawasan rutin tanpa pemeriksaan mendalam.
4. Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak
Setelah wajib pajak terpilih, DJP akan melakukan pemeriksaan pajak lapangan. Proses ini mencakup peminjaman dokumen dari wajib pajak, wawancara, serta pengecekan transaksi yang telah dilaporkan. Auditor pajak akan memeriksa laporan yang diberikan wajib pajak dan mencocokkannya dengan data yang dikumpulkan sebelumnya.
Tahap ini sangat penting untuk mengonfirmasi apakah ada ketidakpatuhan, seperti penghindaran pajak atau penyembunyian pendapatan yang tidak dilaporkan. Jika ditemukan ketidakpatuhan, auditor dapat mengeluarkan temuan resmi dan meminta wajib pajak untuk melakukan pembayaran tambahan.
5. Tindak Lanjut Pemeriksaan
Setelah pemeriksaan selesai, DJP akan menyusun laporan yang merangkum temuan-temuan dari pemeriksaan tersebut. Jika ditemukan adanya ketidakpatuhan, wajib pajak akan diberikan denda dan diwajibkan untuk melunasi kekurangan bayar pajak. Selain itu, jika ditemukan pelanggaran serius yang melibatkan unsur pidana, DJP dapat melanjutkan kasus tersebut ke jalur hukum.
Dalam hal ini, RBTA memberikan kerangka kerja yang jelas bagi DJP untuk menangani wajib pajak dengan cara yang lebih efektif, terukur, dan berkeadilan.